Senin, 18 November 2013

Hukum Nikah Mut'ah


Inilah silsilah yang pertama dari silsilah kami mengenai agama Syi’ah yang kami tulis dengan tinta merah. Yang menunjukkan kemarahan kaum Muslimin terhadap satu agama yang menasabkan dan menganakkan diri mereka kepada Islam, padahal bukan Islam dan …

إِنَّ الرَّوَافِضَ لَيْسُوا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.

Sesungguhnya Rafidhah (Syi’ah) itu bukan orang-orang Islam, (perkataan Imam Ibnu Hazm di kitabnya al-Fishal, 2/78 & 4/181-182)

Kami pilih yang pertama nikah mut’ah yang pada hakikatnya sebuah perzinaan besar-besaran yang ditutup oleh kaum Syi’ah dengan pakaian nikah dengan sejumlah alasan yang lebih lemah dari sarang laba-laba:

وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (العنكبوت:٤١)

Artinya : “… dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka Mengetahui.”(al-Ankabut:41)

Karena mereka telah jadikan nikah mut’ah ini sebagai perangsang bagi pemuda-pemuda yang jahil yang tidak mengerti sama sekali tentang hakikat ajaran agama Syi’ah. Kepada para pembaca yang saya hormati ikutilah pembahasan ringkas akan tetapi mudah dipahami dan menarik tentang nikah mut’ah ini.

Hadits Pertama

عَنْ عَلِيِّ : أَنَّ النَّبِيَّ صلّى الله عليه و سلّم نَهَى عَنْ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ يَوْمَ خَيْبَرَ وَعَنْ لُحُوْمِ الْحُمُرِ اْلأَهْلِيَّةِ. (رواه البخارى ومسلم ومالك وغيرهم)

Dari Ali (bin Abi Thalib): Sesungguhnya Nabi صلّى الله عليه و سلّم, telah melarang nikah mut’ah pada hari (peperangan) Khaibar dan beliau pun (melarang) memakan daging keledai-keledai kampung/peliharaan.

Hadits Shahih Riwayat: Bukhari (5/78 dan 6/129); Fathu al-Bari, 9/166-167; Muslim, 4/134-135; Syarah Muslim juz 9/189-190; Malik dan Tanwiru al-Hawalik Syarah Muwatha’: 2/74; Tirmidzi (2/295); Nasai’i (6/125 dan 126); Ahmad (1/142); Darimi (2/140).

Dari hadits ini kita mengetahui bahwa Syi’ah bukan hanya menyalahi dan melawan Allah dan Rasul-Nya, bahkan mereka juga menentang Ali bin Abi Thalib yang menurut mereka sebagai Imam ma’shum pertama!? Menurut madzhab Ali, nikah mut’ah itu haram! Menurut agama Syi’ah halal, bahkan ibadah!

Hadits Kedua

عَنْ إِيَاسِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: رَخَّصَ رَسُوْلُ اللهِ صلّى الله عليه و سلّم عَامَ أَوْطَاسِ فِى الْمُتْعَةِ ثَلاَثَاثُمَّ نَهَى عَنْهَا. (رواه مسلم: ٤/١٣١)

Dari Iyas bin Salamah, dari bapaknya (Salamah bin Akhwa’), ia berkata: Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم telah memberikan rukhshah/keringanan pada tahun authas untuk (nikah) mut’ah tiga hari, kemudian beliau melarangnya (yakni melarang mut’ah setelah memberi izin rukhshah selama tiga hari). (HSR. Muslim (4/131))

Hadits Ketiga

عَنِ الرَّبِيْعِ بْنِ سَبْرَةَ عَنْ أَبِيْهِ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلّى الله عليه و سلّم: نَهَى يَوْمَ الْفَتْحِ عَنْ مُتْعَةِ النَّسَاءِ (رواه مسلم: ٤/١٣٣)

Dari Rabi’ bin Sabrah, dari bapaknya (Sabrah); sesungguhnya Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم, telah melarang nikah mut’ah pada hari Fathu Makkah (yaitu hari kemenangan kota Makkah tahun 8 H). (HSR. Muslin, 4/133)

وَفِى رِوَايَةٍ لَهُ: قَالَ: اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلّى الله عليه و سلّم: بِالْمُتْعَةِ عَامَ الْفَتْحِ الْفَتْحِ حِيْنَ دَخَلْنَا مَكَّةَ ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ حَتَّى نَهَانَا عَنْهَا.



Dalam riwayat lain bagi Muslim (4/133), sabroh berkata: Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم telah memerintahkan kami (nikah) mut’ah pada tahun fathu makkah ketika kami memasuki kota Mekkah. Kemudian sebelum kami meninggalkan Makkah, beliaupun telah melarang kami darinya (dari mengerjakan nikah mut’ah).

وَفِى رِوَايَةٍ لَهُ: (٤/١٣٢) : أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلّى الله عليه و سلّم فَقَالَ: يَآاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّي قَدْ كُنْتُ اَذِنْتُ لَكُمْ فِى اْلاِسْتِمْتَاعٍ مِنَ النِّسَاءِ وَاِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ, فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخَل سَبِيْلَهُ وَلاَ تَأْخُذُوْا مِمَّا آتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْئًا.

Dalam riwayat yang lain bagi muslim (4/132); Sabroh menjelaskan larangan Nabi صلّى الله عليه و سلّم “Wahai manusia! Sesungguhnya aku pernah mengizinkan kamu untuk nikah mut’ah, dan (sekarang) sesungguhnya Allah telah mengharamkan nikah mut’ah tersebut sampai hari kiamat. Maka barangsiapa yang masih mempunyai ikatan (mut’ah) dengan perempuan-perempuan tersebut, hendaklah mereka lepaskan (putuskan ikatan perjanjian nikah mut’ah tersebut), dan janganlah kamu mengambil kembali sedikitpun juga apa-apa yang pernah kamu berikan kepada mereka (perempuan tersebut).

وَفِى رِوَايَةٍ لَهُ : (٣/١٣٤) : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلّى الله عليه و سلّم نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَقَالَ: اَلاَ اِنْهَا حَرَامٌ مِنْ يَوْمِكُمْ هَذَا اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ أَعْطَى شَيْئًا فَلاَ يَأْخُذْهُ.

Dalam riwayat yang lain bagi Muslim (4/134), Sabroh menjelaskan sesungguhnya Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم telah melarang nikah mut’ah dan beliau bersabda: “Ketahuilah! Sesungguhnya nikah mut’ah itu haram mulai (sejak) hari ini (yakni ketika fathu makkah) sampai hari kiamat. Dan barangsiapa yang telah memberikan sesuatu (harta atau mahar kepada perempuan-perempuan yang dinikah secara mut’ah) janganlah ia mengambilnya lagi.”

Sekarang, ikutilah pembahasan saya pasal demi pasal mengenai nikah mut’ah terutama nikah mut’ah di dalam agama Syi’ah.

Nikah Mut’ah telah Diharamkan sampai Hari Kiamat

Hadits-hadits di atas bersama saudara-saudaranya yang lain dari jama’ah para sahabat dengan tegas dan terang menyatakan bahwa nikah mut’ah telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dengan pengharaman abadiyyah (selama-lamanya) sampai hari kiamat. Yang sebelumnya yakni sebelumnya diharamkan beliau صلّى الله عليه و سلّم pernah memberikan keringanan kepada para shahabat untuk melakukan nikah mut’ah dengan dua sebab yang dapat diterima pada waktu itu:

1. Dalam keadaan darurat, yaitu pada masa peperangan di waktu safar

2. Dalam waktu yang sangat singkat diantaranya selama 3 tiga hari.

Dari sini kita mengetahui, bahwa mut’ah yang diizinkan Nabi صلّى الله عليه و سلّم sangat jauh berbeda dengan mut’ahnya kaum Syi’ah sebagaimana akan datang perinciannya. Insya Allah

Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم tidak mengizinkan mut’ah sewaktu mereka di Madinah (mukim) dan dalam masa yang panjang terus menerus. Tidak pernah keluar dari lisan beliau haq bahwa nikah mut’ah itu ibadah yang paling utama dan satu cara/ jalan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, atau orang yang menjalankannya akan mendapatkan ganjaran sekian dan sekian sampai menyamai derajat Ali, Hasan dan Husain. Bahkan beliau sendiri! Tidak! sama sekali tidak pernah! Kaum Rafidha’/Syi’ah telah begitu banyak menyebarkan dusta-dusta besar atas nama Nabi yang mulia صلّى الله عليه و سلّم mut’ah yang pernah beliau izinkan tidak lebih seumpama orang yang kelaparan dan tidak ada makanan lain, kecuali daging babi. Maka diwaktu itu diperkenankan memakannya demi menyelamatkan diri dari kematian atau mengambil istilah ahli ushul: “mengerjakan mudharat yang lebih kecil/ringan untuk menolak mudharat yang lebih besar”. Itulah mut’ah yang pernah beliau izinkan sebanyak dua kali pada dua tempat di masa perang dan dalam waktu singkat.

Pertama; pada waktu perang Khaibar (tahun 7 H). yang kemudian beliau haramkan di tempat yang sama (Khaibar) sebelum mereka kembali ke Madinah. (lihat kembali hadits Ali bin Abi Thalib).

Kedua; pada waktu fathu Makah. Yakni ketika beliau memasuki kota Makah beliau Nabi صلّى الله عليه و سلّم telah mengizinkan untuk mut’ah selama tiga hari (tidak lebih). Kemudian, beliau mengumumkan pengharaman nikah mut’ah untuk selama-lamanya sampai hari kiamat dengan sabda beliau yang sangat terkenal; “Wahai manusia! Sesungguhnya aku pernah mengizinkan kamu untuk nikah mut’ah (yakni selama tiga hari), sesungguhnya Allah telah mengharamkan nikah mut’ah itu sampai hari kiamat”. Dan sabda beliau lagi: “Ketahuilah! Sesungguhnya nikah mut’ah itu telah diharamkan mulai hari ini sampai hari kiamat”.

Dengan penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka terjadilah ijma’ shahabat tentang haramnya nikah mut’ah untuk selama-lamanya. Para shahabat saling memberitahukan sesama mereka sebagaimana Ali bin Abi Thalib telah menggambarkan kepda Ibnu Abbas dan seterusnya. Demikian juga seluruh Ulama Islam, bahwan ijma’ umat bahwa nikah mut’ah tidak halal dan diharamkan sampai hari kiamat. Tidak ada yang menyalahinya, kecuali kaum Syi’ah/Rafidhah! Siapakah mereka ini sebenarnya? Ikutilah penjelasan yang menarik di bawah in. niscaya, para pembaca yang saya hormati, akan terheran-heran melihat betapa rusaknya kaum Syi’ah dengan sejumlah keanehan dan keganjilan mereka yang telah demikian jauhnya keluar dari agama Allah yang suci dan mulia ini (al-Islam) demi mempertahankan agama mazdak dan Majusi!

(Periksalah kitab-kitab : al-Fath, 9/169-167; Syarah Muslim, 9/189-190; Nailu al-Authar, 6/268/275; Subulu as-Salam, 38125/127; Fiqih Sunnah, 2/41/42; Zadul Ma’ad, 5/111/112 Ibnul Qayyim; Mawiu an-Nikah, hal. 91/114; Nikah Mut’ah (seluruh isi kitab) oleh Muhammad Abdurrahman bersama kitab-kitab lain yang banyak sekali).

Syi’ah adalah Agama

Sungguh keliru orang yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara Sunni dengan Syi’ah, kecuali sebagaiamana perbedaan yang terjadi di antara madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali) dalam masalah-masalah furu’iyyah ijtihadiyyah!? Dengan sebab dan dasar kejahilan ini dan sejak berdirinya kekuasaan para “a y a t” di negeri mereka, maka pemimpin-pemimpin Syi’ah segera dapat menegakkan dua asas yang sangat penting untuk memasukkan Syi’ah ke dalam agama Islam.

Pertama : Memasukkan Syi’ah menjadi salah satu madzhab (madzhab ke lima) dari madzhab-madzhab yang ada di dalam Islam seperti tersebut di atas.

Kedua: Taqrib (pendekatan) antara Sunnah dengan Syi’ah.

كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (المؤمنون:١٠٠)

“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.” (QS. Al-Mukminun: 100)

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (التوبة:٣٢)

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. At-Taubah:32)

Sementara itu Syi’ah tetap dalam keyakinan agamanya dan tidak bergeser sedikitpun juga, bahkan semakin bertambah-tambah kekufurannya.

يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ (الفتح:١١)

“mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya”. (QS. Al-Fath:11)

Itulah taqiyyah! Dan taqiyyah adalah agama Syi’ah! Demi menyebarkan agama mereka dengan lisan dan tulisan ke seluruh peloksok bumi, khususnya di negeri kita ini, mereka telah menginfaqkan harta-harta mereka dalam jumlah yang sangat besar.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ (الأنفال:٣٦)

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah”(QS. Al-Anfal: 36)

Kaum Muslimin yang mengerti betul hakikat ajaran Syi’ah, baik secara ijmali (garis besar) atau tafshili (terperinci), baik dilihat dari jurusan naqli maupun aqli, niscaya akan mengatakan secara tegas: “Satu kemustahilan akan terjadipendekatan (taqrib) antara Islam dengan Syi’ah. Karena Syi’ah adalah agama yang berdiri sendiri di luar Islam yang mengatasnamakan Islam. Dan Syi’ah adalah agama sebodoh-bodohnya manusia dalam dalil-dalil naqliyyah dan aqliyyah di antara firqah-firqah yang menasabkan diri kepada Islam padahal bukan Islam. Kecuali …

حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ (الأعراف:٤٠)

“hingga unta masuk ke lubang jarum“ (QS. Al-A’raaf:40)

Ketahuilah! Bahwa Syi’ah adalah agama di luar Islam. Perbedaan antara kita kaum Muslimin dengan Syi’ah sebagaimana berbedanya dua agama dari awal sampai akhir yang tidak mungkin disatukan, kecuali salah satunya menginggalkan agamanya!

Agar para pembaca mengetahui atas dasar bashirah (yakni hujjah yang kuat dan terang naqliyun dan aqliyyun bahwa Syi’ah adalah dien/agama), maka di bawah ini saya jelaskan sebagian dari aqidah Syi’ah yang tidak seorang muslim pun meyakini salah satunya melainkan dia telah keluar dari Muslim.

Pertama : Mereka mengatakan bahwa Allah Ta’ala tidak mengetahui bagian tertentu (juz-iyyat) sebelum terjadi. Dan mereka sifatkan Allah ‘azza wa jalla dengan al-Bada’ yakni Allah ‘azza wa jalla baru mengetahui setelah terjadi sesuatu!?

Maha suci Allah! Alangkah besarnya kezhaliman dan kekufuran Syi’ah! Aqidah Syi’ah di atas membantah isi al-Qur’an dari awal sampai akhir, di antaranya firman Allah:

وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى (طه:٧)

“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi” (QS. Thahaa: 7)

Kedua: Tahfirul-Qur’an (perubahan al-Qur’an). Yakni mereka meng-I’tiqad-kan telah terjadi perubahan besar-besaran di dalam al-Qur’an. Ayat-ayat dan surat-suratnya telah dikurangi atau ditambah oleh para shahabat Nabi صلّى الله عليه و سلّم di bawah pimpinan tiga khalifah yang merampas hak ahlul-bait, yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman?

Mereka juga mengatakan bahwa Al-Qur’an yang ada di tangan kaum Muslimin dari zaman shahabat sampai hari ini tidak asli lagi! Kecuali. Al-Qur’an mereka yang tiga kali lebih besar dari Kitabullah yang mereka namakan mushaf Fatimah yang akan dibawa oleh Imam Mahdi khurafat dan khayalan mereka yang tidak pernah ada wujudnya! Itulah aqidah Syi’ah mengenai Qur’an!

Allah ‘azza wa jallah telah berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (الحجر:٩)

“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya“ (QS. Al-Hijr: 9)

لا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ (فصلت:٤٢)

“Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji” (QS. Fush-shilat: 42)

Alangkah besarnya dusta dan penghinaan mereka terhadap al-Qur’an. Allah ‘azza wa jalla tegaskan bahwa Al-Qur’an di dalam pemeliharaannya dan tidak ada kemasukan satupun yang batil dari segala jurusan. Akan tetapi mereka mengatakan al-Qur’an telah dirubah oleh tangan-tangan manusia, yaitu para shahabat!

Ketiga: Satu di antara aqidah Syi’ah yang terpenting dan menjadi asas bagi mereka ialah mengadakan penyembahan terhadap manusia. Mereka bersikap ghuluw (berlebihan) terhadap imam-imam mereka, sehingga mereka tinggikan sampai kepada derajat uluhiyyah (ketuhanan). Untuk itu, mereka telah berbohong atas nama seorang shahabat besar ahlul jannah, Ali bin Abi Thalib bersama istrinya (Fatimah putri Nabi صلّى الله عليه و سلّم) dan kedua orang anaknya (Hasan dan Husain) dan seluruh ahlul bait.

Lihatlah kepada sebagian perkataan ulama mereka tentang Ali bin Abi Thalib yang kata mereka secara dusta telah mengatakan:

وَاللهُ لَقَدْ كُنْتُ مَعَ اِبْرَاهِيْمَ فِى النَّارِ وَاَنَا الَّذِى جَعَلْتُهَا بَرْدًا وَسَلاَمًا, وَكُنْتُ مَعَ نُوْحٍ فِى السَّفِيْنَةِ وَأَنْجًيْتُهُ مِنَ الْعَرَقِ, وَكُنْتُ مَعَ مُوْسَى فَعَلَّمْتُهُ التَّوْرَاةَ, وَاَنْطَقْتُ عِيْسَى فِى الْمَهْدِ وَعَلَّمْتُهُ اْلإِنْجِيْلَ, وَكُنْتُ مَعَ يُوْسُفَ فِى الْلجُب فَأَنْجَيْتُهُ مِنْ كَيْدِ اِخْوَتِهِ, وَكُنْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ عَلَى الْبِسَاطِ وَسَخَّرْتُ لَهُ الريَاحَ.

Demi allah sesungguhnya Akulah bersama Ibrahim di dalam api, dan Akulah yang menjadikan api itu dingin dan selamatlah (Ibrahim). Dan aku bersama Nh di dalam bahtera (kapal), dan Akulah yang menyelamatkannya dari tenggelam. Dan aku bersama Musa, lalu aki ajarkan ia Taurat. Dan Akulah yang membuat Isa dapat berbicara di waktu masih bayi, dan Akulah yang mengajarkannya Injil. Dan Aku bersama Yusuf di dalam sumur, lalu aku selamatkan ia dari tipu daya saudara-saudaranya. Dan Aku bersama Sulaiman di atas permadani (terbang), dan Akulah yang menundukkan angin untuknya. (Dinukil dari Kitab Syi’ah wa Tahrifu al-Qur’an oleh Syaikh Muhammad Malullah halaman 17, nukilan dari kitab al-Anwaru an Nu’maniyyah (1/31) salah satu kitab terpenting agama Syi’ah).

Sekarang, lihatlah apa yang dikatakan Khomeini (sekarang sudah binasa-red), pemimpin besar agama Syi’ah pada zaman ini, di dalam kitabnya al-Hukumatu al Islamiyyah (hal.52):

وَاِنَّ مِنْ ضَرُوْرِيَّاتِ مَذْهَبِنَا اَنَّ ِلأَئِمَّتِنَا مَقَامًا لاَ يَبْلُغُهُ مَلَكٌ مُقَرَّبٌ نَبِيٌّ مُرْسَلٌ

Dan, sesungguhnya yang terpenting dari madzhab kami, sesungguhnya imam-imam kami mempunyai kedudukan (maqam) yang tidak bisa dicapai oleh satupun malaikat muqarrab/dekat dan tidak oleh seorangpun nabi yang pernah diutus.

Maksudnya, imam-imam mereka itu jauh lebih tinggi dari para malikat dan sekali Nabi yang pernah diutus. Inilah salah satu penghinaan terbesar Khomeini kepada seluruh para malikat dan para Nabi semuanya (termasuk Jibril dan Nabi Muhammad صلّى الله عليه و سلّم berpegang pada keumuman lafazh yang diucapkan Khomeini).

Mereka pun meriwayatkan secara dusta atas nama Ali:

وَأَنَا الَّذِى أُحْيِى وَأُمِيْتُ …

Dan akulah yang menghidupkan dan mematikan … (Syi’ah wa Tahrifu al-Qur’an, hal.17)

Lihatlah! Mereka telah berdusta atas nama Ali dan ahlul-bait dengan satu kebohongan yang belum pernah diucapkan oleh firqah-firqah sesat yang mengatasnakaman Islam, padahal bukan Islam!

Lihatlah! Bagaimana mereka samakan Ali dengan Namrud dan Fir’aun yang menaku sebagai tuhan yang menghidupkan dan mematikan!

Pena saya tak sanggup lagi menulis satu atau dua ayat al-Qur’an yang menunjukkan kufurnya i’tikad mereka ini. Karena seluruh isi al-Qur’an menghancurkan kekufuran agama Syi’ah.

Keempat: di antara i’tiqad Syi’ah yang terpenting dan menjadi salah satu asas agama mereka ialah Aqidah Raj’ah, yaitu keyakinan “Hidup kembali di dunia ini sesudah mati atau kebangkitan orang-orang yang telah mati di dunia”. Peristiwanya terjadi ketika Imam Mahdi mereka (imam ke-12) mahdi khayalan dan khurafat bangkit dan bangun dari tidurnya yang demikian lama lebih dari seribu tahun (karena selama ini ia bersembunyi di dalam gua). Kemudian dihidupkanlah kembali seluruh imam mereka dari yang pertama sampai yang terakhir tanpa terkecuali Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم dan putri beliau Fatimah. Kemudian dihidupkan kembali pula musuh-musuh Syi’ah yang terdepan yakni Abu Bakar, Umar dan Utsman dan seluruh shahabat dan seterusnya. Mereka semua akan diadili, kemudian disiksa di hadapan Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم karena telah menzhalimi ahlul bait, merampas hak mamah dan seterusnya.

Aqidah raj’ah ini terang-terangan telah mendustakan isi al-Qur’an diantaranya firman Allah subhanahu wa ta’ala:

وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (المؤمنون: ١٠٠)

“Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan”. (QS. Al-Mukminun : 100)

Ayat yang mulia ini menegaskan bahwa orang yang telah mati akan hidup di alam barzah (alam kubur) dan tidak akan hidup lagi di dunia sampai mereka dibangkitkan nanti pada hari kiamat.

Kelima : satu lagi diantara aqidah Syi’ah yang sangat penting dan menjadi asas tertinggi ialah pengkafiran kepada seluruh shahabat, kecuali beberapa orang seperti Ali, Fatimah, Hasan dan Husain dan …. Dan yang sedikit ini pun mereka tikam dan sembelih dengan kebohongan-kebohongan besar yang sukar dicari tandingannya kecuali Iblis. Yang pada hakikatnya mereka pun telah mengkafirkan Ali dan ahlul-bait dengan cara yang berbeda ketika mereka mengkafirkan seluruh shahabat. Manakah yang lebih mereka kafirkan, shahabatkah atau mereka yang kata mereka telah manzhalimi ahlul-bait ataukah Ali yang menurut mereka telah mengatakan bahwa dirinyalah yang menghidupkan dan mematikan?

Shahabat atau ahlul-bait kah yang kata Khomeini derajat mereka tidak bisa ditandingi oleh para malaika dan para Nabi?

Jawablah wahai kaum!

فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ (البقرة: ٢٥٨)

“lalu terdiamlah orang kafir itu; “ (QS. Al-Baqarah :258)

Ketahuliah! Ini adalah kaidah kaum zindiq,yaitu “merendahkan sebagian kemudian meninggikan sebagian yang lain dalam waktu yang bersamaan”. Mereka merendahkan para shahabat dengan caci maki dan laknat dalam melawan firman Allah yang banyak memuji para shahabat diantaranya keridhaan Allah kepada mereka رضي الله عنهم . Dan dalam waktu yang bersamaan mereka kafirkan juga Ali dan ahlu-bait dengan cara meninggikan mereka sampai kepada derajat tuhan! Itulah cara-cara kaum izindiq!

Sungguh tepat apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa Syi’ah itu buatan kaum zindiq munafik yang mana pada masa Ali hidup, beliau telah membakar sebagian dari mereka dan sebagian lagi melarikan diri dari pedang beliau. (Minhaju as-Sunnah, 1/3).

Keenam: Taqiyyah, yaitu zhahir-nya (baik perbuatan atau perkataan) menyalahi apa yang tersembunyi di hati (batin) mereka.

Inilah dusta dan nifak! Yang dengan taqiyyah ini ditegakkanlah agama Syi’ah yang dibina atas dasar kebohongan di atas kebohongan! Mereka mengatakan. “taqiyyah adalah agama kita”. Mereka amalkan taqiyyah dalam segala hal, sehingga setan-setan mereka di negeri kita ini, yang jelas-jelas Rafidhah, dengan tidak punya rasa malu sedikitpun juga mengatakan kepada kita : “Kami Ahlus Sunnah”!?

Alangkah serupanya malam yang kemarin dengan malam ini!

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ (البقرة: ١٤)

“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami Telah beriman”. dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” (QS. Al-Baqarah: 14)

Setelah kita kita melihat kepada sebagian aqidah Syi’ah yang tidak syak (ragu) lagi tentang kekufurannya, yang seorang tidak akan menjadi Syi’ah kecuali dengan meyikninya. Sekarang, marilah kita melihat kepada masalah-masalah fiqhiyyah agama Syi’ah, yang mana nantinya para pembaca yang saya hormati, akan mengetahui bahwa Syi’ah adalah agamanya kaum zindiq munafiq!.

Masalah Pertama :

Thaharah

Mereka mengatakan:

1. Bahwa air bekas dipakai istinja’ hukumnya tetap suci!? Dalam hal ini mereka telah ijma’!

2. Air madzi suci, tidak najis.

3. Air madzi tidak membatalkan wudhu’.

4. Air wadiy (air kencing kental warnanya hampir mirip dengan air mani suci, tidak najis).

5. Keluar air wadiy tidak membatalkan wudhu’

6. Tidak wajib mencuci seluruh muka dalam berwudhu’.

7. Tidak mencuci kedua kaki ketika berwudhu’, tetapi cukup mengusapnya saja.

Tidak kurang rusaknya dari masalah yang pertama, bahkan lebih rusak lagi yang menunjukkan bahwa mereka hanya mempermainkan shalat, satu ibadah yang sangat tinggi di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.

Masalah Kedua:

Shalat

Mereka mengatakan:

1. Boleh makan dan minum sambil shalat.

2. Kalau seorang laki-laki yang sedang shalat merapatkan dirinya ke tubuh perempuan yang cantik (bukan istrinya), lalu ia memeluknya dan ia sentuh fari’-nya ke belakang perempuan tersebut sampai keluar air madzi meskipun sampai banyak, maka menurut agama Syi’ah shalat orang tersebut tetap sah. Lihatlah! Adakah agama yang lebih rusak dari agama Syi’ah?

3. Boleh shalat sunnah dengan tidak menghadap ke kiblat! Apa yang pernah dikerjakan Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم shalat sunnah dengan tidak menghadap ke kiblat hanya di waktu beliau safar dan di atas kendaraan tidak secara mutlak.

4. Boleh shalat menghadap kubur para imam!

5. Boleh menjama’ shalat zhuhur, ‘ashar, maghrib, dan isya’ tanpa udzur dan safar.

6. Boleh menjama’ empat macam shalat sekaligus yaitu zhuhur, ashar, maghrib, dan isya’ selama menunggu kedatangan imam mereka!

7. Tidak boleh meng-qashar shalat dalam safar tijarah/berdagang!

8. Kebolehan men-qashar shalat itu secara khusus hanya pada empat macam safar. Safar ke Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Kufah, dan Karbala!?

9. Mereka memutuskan untuk meninggalkan shalat Jum’at selama mahdi hayalan mereka belum datang. Bahkan sebagian dari mereka dengan tegas mengharamkan shalat Jum’at! Jadi sudah sejak lebih seribu tahun kaum Syi’ah tidak pernah shalat Jum’at, kecuali dengan jalan taqiyyah!

Masalah Ketiga:

Jenazah

Mereka mengatakan:

1. Boleh meratap bahkan disukai di waktu ada kematian seperti memukul-mukul diri, merobek-robek pakaian dan lain-lain dari ratapan kaum jahiliyah yang dilarang Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم.

2. Boleh bahkan disukai membangun kubur, sepert menemboknya, mengapur, membuat kubah dan mendirikan bangunan di atasnya dari perbuatan-perbuatan yang mendapat laknat dari Allah dan Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم Lihat kubur tempat diistirahatkannya Khomeini!

Masalah Keempat

Shaum (Puasa) dan I’tikaf

Mereka mengatakan:

1. Batal puasa bila menyelam ke dalam air.

2. Tidak batal puasa seseorang yang makan kulit hewan atau daun-daunan. Maha suci Allah, mereka menghukumi batal puasa seseorang yang menyelam ke dalam air padahal sama sekali tidak ada keterangan yang membatalkannya dari Allah dan Rasul-Nya. Sementara itu tidak batal kalau memakan kulit atau dedaunan yang tegas-tegas telah datang keterangannya dari Allah dan Rasul-Nya.

3. Mereka menyukai puasa ‘asyura dari subuh hanya sampai ‘ashar. Lihatlah, bagaimana kaum ini telah terang-terangan melawan hukum Allah yang mewajibkan puasa-puasa apa saja dari terbit fajar (shubuh) sampai terbenamnya matahari (maghrib)

4. Puasa pada tanggal 18 dzulhijjah (yaitu hari Ghadir Khum) hukumnya sunnah muakkadah! Itulah Syi’ah! Mereka senantiasa mensyari’atkan sesuatu yang Allah dan Rasul-Nya tidak pernah syari’atkan!

5. Tidak boleh i’tikaf, kecuali di masjid yang pernah ditegakkan jum’at oleh Nabi Muhammad صلّى الله عليه و سلّم atau Ali!

Masalah Kelima:

Haji

Mereka mengatakan:

1. Tidak wajib menutup aurat dalam ibadah haji!?

2. Kalau seseorang berzina sesudah ihram tidak akan merusak hajinya.

3. Kalau seseorang setelah berihram berburu dengan sengaja satu kali saja, maka wajib baginya membayar kafarat (denda). Akan tetapi kalau dilakukan sampai dua kali, maka yang kedua tidak wajib membayar kafarat. Mahasuci Allah, seseorang bila melakukan satu kali maksiat berdosa, akan teapi kalau dua kali tidak berdosa. Barangkali kalau sampai tiga kali atu lebih akan berpahala menurut agama Syi’ah! (Masalah ke satu sampai ke lima bacalah kitab Tuhfatu al-Itsna ‘Asyariyah, hal. 211-230)

Bacalah seluruh isi kitab : Syi’ah wal Mut’ah oleh Muhammad Maalullah; mukhtashar Tuhfatu al-Itsna ‘Asyariyah oleh Sayyid Mahmud Sukri Al-Alusiy; Syi’ah wa Sunnah oleh Ihsan Ilahi Zhahir; al-Khututu al-‘Aridhah oleh Muhibuddin Al-Khatib. Dan secara khusus saya sarankan bagi para ulama, da’i dan penuntut ilmu untuk membaca dan men-dirasah-kan kitab besar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Minhaaju as-Sunnah, paling tidak mukadimah atau ringkasannya al-Muntaqa oleh murid besar beliau Syaikhu al-Jarh wa Ta’dil al-Imam Adz-Dzahaby yang ditahqiq oleh penulis besar Islam Muhibuddin al-Khatib, seorang ulama salaf. Kitab Minhaaju as-Sunnah merupakan karya besar Syaikhul Islam. Mahkotanya ulama salaf dalam menghancurkan perkataan Syi’ah dan Qadariyah. Bacalah! Niscaya engkau akan mengetahui hakikat agama Syi’ah!.

Nikah Mut’ah di dalam Dien/agama Syiah

Nikah Mut’ah yang terjadi pada kaum Syi’ah rinciannya sebagai berikut:

1. Nikah yang betempo atau kontrak dalam waktu yang tertentu dan telah disetujui oleh kedua belah pihak. Misalnya, satu bulankah, seminggu atau satu haripun boleh, bahkan menurut mereka satu kali jima’ pun jadi.

Apabila waktu habis …? Keduanya pun berpisah! Kecuali kalau keduanya setuju untuk menambah atau memperpanjang waktunya sampai sekian hari lagi dan seterusnya. Memang aneh, tapi itulah yang terjadi pada kaum Rafidhah/Syi’ah dan mereka tidak bisa mengingkarinya kecuali ber-taqiyyah.

2. Dalam nikah ini, wali dan dua orang saksi tidak bisa menjadi syarat sahnya nikah. Jadi apabila seorang laki-laki mengatakan keinginannya kepada seorang perempuan yang akan dimut’ahnya dengan mahar sekian dan dalam tempo waktu sekian, kemudian perempuan itu setuju, maka jadilah mereka mut’ah meskipun tanpa dihadiri oleh wali dan saksi, kecuali mereka berdua.

3. Dalam nikah mut’ah ini tidak ada thalaq.

4. Tidak ada ‘iddah syar’i kecuali ‘iddah yang dibuat-buat oleh kaum Syi’ah.

5. Tidak ada waris-mewarisi apabila salah seorangnya wafat.

6. Tidak ada kewajiban memberi nafkah.

7. Tidak ada batas jumlah perempuan yang harus di-mut’ah. Seorang laki-laki boleh mut’ah sebanyak perempuan yang ia sukai meskipun sampai puluhan dalam waktu yang sama. Bahkan dalam agama Syi’ah diperbolehkan sampai seribu.

8. Seorang laki-laki mut’ah beberapa kali tidak ada batasnya dengan perempuan yang sama meskipun sampai seribu kali.

9. Seorang laki-laki boleh mut’ah dengan perempuan yang mana saja dan dari agama apa saja. Yahudi, Nashrani, Budha atau Hindu dan lain-lain agama sampai kepada yang tidak beragama. Khomeini, di dalam kitabnya tahriru al-Wasilah dengan tegas memfatwakan kebolehan mut’ah dengan perempuan pelacur.

10. Boleh mut’ah dengan istri orang secara sembunyi-sembunyi.

11. Satu di antara sekian banyak kerusakan agama Syi’ah ialah diperbolehkannya seorang suami menyetubuhi dubur istrinya atau wanita mut’ah-nya yang kita namakan sebagai liwath. Inilah perbuatan yang mendapat laknat dari Allah dan Rasul-Nya.

12. Dalam agama Syi’ah ada satu mut’ah yang mereka namakan dengan mut’ah dauriyyah (mut’ah berjama’ah bergiliran). Caranya: beberapa orang laki-laki (berjama’ah) mut’ah dengan seorang perempuan, kemudian mereka ikrar saling bergantian menyetubuhi perempuan tersebut.

(Bacalah kitab Syi’ah wa Ahlul Bait, hal. 221 s/d 230 Ihsan Ilahi Zhahir; Syi’ah wal Mut’ah (seluruh isi Kitab), Muhammad Maalullah; Tuhfatu al-Itsna ‘Asyariyyah hal. 227-230. Dan lain-lain kitab).

Kedudukan Mut’ah di dalam Agama Syi’ah

Di dalam agama Syi’ah nikah mut’ah mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan mulia. Ibadah yang paling afdhal dan seutama-utama cara untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.

Mut’ah adalah rukun iman!. Berbahagialah orang mut’ah, meskipun hanya sekali. Apabila sampai berkali-kali, semakin sering mut’ah-nya. Niscaya semakin tinggi derajat dan kemuliaannya. Akan tetapi celakalah bagi mereka yang meninggalkan mut’ah, teristimewa bagi mereka yang mengharamkannya.

Lihatlah, bagaimana kaum ini telah menjadikan agama Allah sebagai permainan orang-orang kufur dan fasik. Dapatkah orang yang berakal menetapkan bahwa agama Islam agamanya para Nabi dan Rasul menjadikan perbuatan zina sebagai setinggi-tinggi ibadah?

Dan yang sangat keji dari kejahatan-kejahatan Syi’ah terhadap agama Allah ialah ketika mereka berbohong atas nama Allah dan Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم dalam menghalalkan zina yang mereka palsukan atas sungguhnya mut’ah itu merupakan rahmat Allah. Yang Allah khususkan untuk Syi’ah, tidak untuk manusia yang lain.”

Ya, Subhanallah! Mereka jadikan zina sebagai rahmat!

Dan diantara penghinaan terbesar kaum Syi’ah kepada Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم ialah kebohongan-kebohongan mereka dalam membuat hadits-hadits palsu atas nama Nabi yang Mulia, sayyidu al-Anbiya’ wa al-Mursalin صلّى الله عليه و سلّم Hadits-hadits palsu yang telah dibuat oleh Syi’ah, baik atas nama beliau صلّى الله عليه و سلّم atau ahlul-bait, jumlahnya banyak sekali, mencapai puluhan ribu lebih. Bahkan sampai ratusan ribu dalam seluruh kegiatan agama mereka, dan salah satunya adalah nikah mut’ah. Di antara hadits-hadits palsu yang mereka sandarkan atas nama Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم tentang nikah mut’ah ialah:

مَنْ خَرَجَ مِنَ الدُّنْيَا وَلَمْ يَتَمَتَّعْ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَهُوَ أجْدَعٌ.

Barangsiapa yang keluar dari dunia ini (wafat) dan ia belum melakukan mut’ah, niscaya ia akan datang pada hari kiamat dengan hidung yang terpotong.

مَنْ تَمَتَّعَ مَرَةً وَاحِدَةً عُتِقَ ثُلُثُهُ مِنَ النَّارِ وَمَنْ تَمَتَّعَ مَرَّتَيْنِ عُتِقَ ثُلُثَاهُ مِنَ النَّارِ وَمَنْ تَمَتَّعَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ عُتِقَ كُلُّهُ مِنَ النَّارِ.

Barang siapa yang mut’ah satu kali saja, niscaya dimerdekakan sepertiga dirinya dari api neraka. Dan barangsiapa yang mut’ah sampai dua kali, niscaya dimerdekakan dua pertiga dirinya dari api neraka. Dan barangsiapa yang mut’ah sampai tiga kali, niscaya dimerdekakan seluruh dirinya dari api neraka.

مَنْ تَمَتَّعَ مَرَةً كَانَ دَرَجَتُهُ كَدَرَجَةِ الْحُسَيْنِ, وَمَن بَمَتَّعَ مَرَّتَيْنِ كَانَ دَرَجَتُهُ كَدَرَجَةِ الْحَسَنِ, وَمَنْ تَمَتَّعَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ كَانَ دَرَجَتُهُ كَدَرَجَةِ عَلِىِّ ابْنِ أَبِى طَالِبٍ, وَمَنْ تَمَتَّعَ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ فَدَرَجَتُهُ كَدَرَجَتِى.

Barangsiapa yang mut’ah satu kali saja derajatnya seperti derajat Husain. Dan barangsiapa yang mut’ah sampai dua kali derajatnya Hasan. Dan barangsiapa yang mut’ah sampai tiga kali derajatnya seperti derajat Ali bin Abi Thalib. Dan barangsiapa yang mut’ah sampai empat kali, niscaya derajatnya seperti derajatku.

(baca syi’ah wa Ahlu al-Bait, hal. 217-219 oleh Ihsan Ilahi Zhahir).

Kita bertanya kepada Syi’ah: “Bagaimana derajat orang yang mut’ah sampai lima kali atau enam kali?”

Allahumma! Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu dari menukil riwayat-riwayat yang kufur ini.

Ya Allah! Tidak ada yang dapat kami katakan kecuali apa yang telah Engkau katakan di dalam kitab-Mu yang mulia:

فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ (البقراة : ١٧٥)

“Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!” (QS. Al-Baqarah : 175)

Barangkali para pembaca yang saya hormati akan bertanya-tanya heran apa yang membuat Syi’ah demikian beraninya berbohong atas nama Allah dan Rasul-Nya?

Saya jawab:

Pertama : Bahwa agama Syi’ah dibina dan diciptakan atas dasar kebohongan di atas kebohongan. Bohong adalah agama mereka sebagaimana mereka telah tegaskan : At-Taqiyyah Dinunna (nifak adalah agama kami!”)

Bohong merupakan syi’ar agama mereka! Tidak ada agama bagi mereka tanpa berbohong!

Kedua: Syi’ah adalah agama yang dibuat oleh kaum zindiq munafik yang tujuannya satu, yaitu merusak Islam dari dalam. Dalam hal ini mereka telah sepakat dengan ijma’ syaithaniyah.

Mut’ah adalah Zina

Sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi oleh setiap mukmin bahwa mut’ah adalah zina yang tersembunyi di balik nama nikah. Ini, setelah kita mengetahui bahwa Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan nikah mut’ah untuk selama-lamanya sampai hari kiamat.

Sebetulnya dalil-dalil yang saya turunkan di atas telah cukup jelas dan terang, kaena tidaklah keluar dari lisan Nabi yang mulia صلّى الله عليه و سلّم kecuali kebenaran di atas kebenaran. Beliau telah bersabda: “Demi Alah yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidak keluar dariku melainkan kebenaran” (lihat majalah As-Sunnah, no. 4 hal. 7 dan 8 takhrij hadits ini).

Dan Allah ‘aza wa jalla telah berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا (الحشر : ٧)

“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah” (QS. Al-Hasyr : 7)

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا (النساء : ٨٠)

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. an-Nisa : 80)

Dan Nabi yang mulia صلّى الله عليه و سلّم telah bersabda:

اَلاَ وَإِنَّ مَا حَرَّمَ رَسُوْلُ اللهِ مِثْلُ مَا حَرَّمَ اللهُ. (رواه الترمذى وابن ماجه وأحمد وغيرهم)

Ketahuilah, sesungguhnya apa-apa yang Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم haramkan (sama) seperti apa-apa yang Allah haramkan. (HSR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad dan lain-lainnya).

لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَا مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ (الأنفال: ٤٢)

“yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). (QS. Al-Anfal : 42)

Yakni agar binasa orang yang kufur itu sesudah datang dan tegaknya hujjah atas mereka, kemudian mereka menolaknya. Dan hiduplah orang-orang Mukmin dnegan keimanannya sesudah datang hujjah yang nyata dan mereka menerimanya. Agar binasa kaum Rafidhah di dalam kekufurannya sesudah tegaknya hujjah atas mereka. Dan hiduplah Ahlu Sunnah dalam keimanan sesudah tegaknya hujjah atas mereka.

Sekarang. Marilah kita ikuti sebagian dalil dari al-Kitab tentang terhukumnya nikah mut’ah itu sebagai zina. Dalam hal ini setelah kita melihat:

Pertama : Bahwa nikah mut’ah itu telah diharamkan. Dan ini mut’ah yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم bagaimana dengan nikah mut’ah-nya kaum Syi’ah?

Kedua: Dengan melihat kepada cara-cara mut’ah yang dibuat oleh kaum Syi’ah dan praktek-praktek yang biasa mereka lakukan, tidak lebih dari sebuah perzinaan besar-besaran yang ditutup dengan pakaian nikah.

Inilah dalil-dalilnya.

Dalil Pertama

Pada awal-awal surat al-Mukminun, Allah ‘azza wajalla menjelaskan tentang sifat-sifat orang mukmin yang akan memperoleh kemenangan, kejayaan dan keberuntungan dunia dan akhirat, diantaranya:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (المؤمنون: ٥-٧)

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[994]; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Mukminun : 5-7)

Allah menjelaskan sifat orang-orang Mukmin yang beruntung yaitu mereka yang memelihara farji dari zina, homo, lesbi dan seterusnya. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Syafi’i dan yang sepaham dengannya memasukkan istimna’ (onani), berdasarkan ayat-ayat yang mulia di atas, haram hukumnya. Kecuali kalau kepada istri atau hamba sahaya/budak. Maka dalam hal ini mereka tidak tercela, bahkan tidak boleh memlihara farji dari istri/suami.

Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم telah bersabda:

اِحْفَظْ عَوْرَتَكَ اِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ. (رواه أبو داود والترمذى وأبن ماجه وأحمد وغيرهم)

Peliharalah auratmu, kecuali kepada istri atau budakmu. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya).

Barangsiapa yang mencari selain dari dua jalan yang diperbolehkan (yakni istri atau budak yang dimiliki), maka mereka itulah sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, tidak memelihara/menjaga fari-nya. Sekarang, marilah kita lihat, apakah nikah mut’ah dan perempuan yang di-mut’ah itu termasuk salah satu dari dua jalan yang dibenarkan atau tidak?

Jawabannya: Bahwa orang yang nikah mut’ah itu adalah orang yang tidak memelihara farji, yang melampaui batas, dan perempuan yang di-mut’ah bukan sebagai istri atau budak yang dimilikinya dengan sejumlah dalil dan alasan yang sangat kuat sekali, yang tidak mungkin dibantah. Lihatlah kembali pasal “Nikah Mut’ah di dalam Agama Syi’ah” disitu saya turunkan sebanyak dua belas (12) alasan yang membedakan antara nikah yang sah dengan nikah mut’ah. Kalau sekiranya tidak ada alasan lain kecuali satu saja yaitu adanya “ketentuan waktu/tempo sekian hari atau sekian jam”, cukuplah untuk membatalkannya.

Dalil Kedua

Firman Allah ‘azza wa jalla:

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ (النور: ٣٣)

Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (QS. An-Nuur: 33)

Ayat yang mulia ini tegas sekali memberi petunjuk kepada kita tentang haramnya nikah mut’ah. Sebab, kalau sekiranya nikah mut’ah itu boleh, kenapa Allah perintahkan orang-orang yang belum mampu nikah untuk ta’affuf?

Dalil Ketiga

Firman Allah ‘azza wa jalla:

وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ… (النساء: ٢٥)

Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. (QS. An-Nisa: 25)

Kemudian di akhir ayat Allah berfirman:

ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (النساء: ٢٥)

…Yang demikian itu (yakni Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 25)

Dari ayat yang mulia ini kita mendapat petunjuk dalam ketegasan dalil dan hujjah yang kuat tentang haramnya nikah mut’ah. Karena kalau sekiranya nikah mut’ah itu halal, kenapa Allah membolehkan bagi orang yang belum mampu menikahi perempuan Mukminat yang merdeka untuk menikahi budak Mukminat?

Kenapa Allah tidak mengizinkan mut’ah yang tentunya lebih mudah dan murah daripada menikahi budak? Kalau bukan karena mut’ah itu tidak halal!

Lebih dari itu, kalau nikah mut’ah itu halal, kenapa Allah menganjurkan bagi orang-orang ynag tidak/belum mampu menikahi Mukminat merdeka untuk bersabar dari menikahi budak, dan jika kamu bersabar lebih baik bagi kamu?

Sekali lagi, kenapa Allah sama sekali tidak memberikan jalan sedikitpun juga bagi mut’ah? Kalau bukan karena Allah telah mengharamkan nikah mut’ah untuk selama-lamanya sampai hari kiamat melalui lisan Nabi-Nya Yang Mulia SAW.

Ringkasnya: Allah telah memberikan petunjuk kepada mereka yang belum mampu menikahi mukminat yang merdeka untuk menempuh salah satu dari dua jalan yang sebagiannya lebih baik dari yang lain:

Jalan pertama: menikahi budak mukminat. Ini khususnya bagi mereka yang tidak sanggup sabar dan takut terjerumus ke dalam zina.

Jalan Kedua: bersabar tetap menjaga kesucian diri (yakni tidak menikahi budak) sampai Allah memampukannya. (lihat dalil kedua).

Inilah yang terbaik dari dua jalan yang Allah izinkan. Dengan tidak adanya jalan ketiga yakni mut’ah yang memang tidak pernah disebut-sebut di dalam al-Qur’an, menunjukkan bahwa mut’ah tidak halal dan pelakunya terhukum zina.

Kerusakan Nikah Mut’ah



Hampir-hampir tidak dapat lagi kita menghitungnya berapa banyak dan besar kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh nikah mut’ah-nya kaum Syi’ah yang mengatasnamakan Islam, yang pada hakikatnya bukan Islam. Di antaranya apa yang saya sebutkan di bawah ini:

1. Penghinaan besar terhadap Agama Allah (al-Islam), agamanya para Nabi dan Rasul yang mereka kotori dengan syahwat Iblis.

2. Merusak nama kaum Muslimin.

3. Merusak hukum nikah, satu ikatan mulia yang Allah katakan di dalamnya terdapat sakinah, mawaddah dan rahmat!

4. Merendahkan martabat kaum wanita yang hanya sekedar dijadikan sebagai pelampiasan dari kebuasan-kebuasan syahwat orang-orang yang kotor batinnya. adakah masih tersisa kehormatan bagi kaum wanita yang senantiasa dijadikan permainan syahwat dan berpindah dari satu lak-laki kepada laki-laki yang lain.

Ambil misal, umpamanya dalam satu bulan seorang wanita dapat di-mut’ah oleh tiga puluh orang laki-laki kalau ditaqdirkan setiap laki-laki mut’ahnya satu hari. Dan di dalam agama Syi’ah, perbuatan di atas dibolehkan, tidak terlarang bahkan semakin banyak mut’ah-nya seseorang semakin tinggi derajatnya di sisi Allah. Lantas, dengan cara apa kita membedakan perempuan-perempuan shalihah dengan pelacur! Dengan cara apa wahai kaum Rafidhah?

5. Menjauhkan kaum Muslimin dari nikah, khususnya para pemuda. Mereka telah asyik terbuai oleh nikah mut’ah-nya Syi’ah dengan berbagai macam alasan dan dalih yang semuanya terkumpul menjadi satu, yaitu syahwat zina! Selain itu mut’ah jauh lebih murah dan tidak perlu memberi dan boleh berganti pasangan seenaknya! Inilah yang terjadi pada pemuda-pemuda Syi’ah!

6. Percampuran mani antara satu laki-laki dengan laki-laki yang lain dalam satu perempuan. Karena seorang perempuan dalam beberapa hari saja dapat di mut’ah oleh beberapa orang laki-laki.

7. Dengan sebab di atas, maka seorang anak akan tidak mengetahui siapakah bapaknya? Ini disebabkan terlalu banyak laki-laki yang me-mut’ah ibunya!

8. Dan sebab di atas pula, maka tidak menutup kemungkinan seorang bapak di kemudian hari akan me-mut’ah anaknya sendiri!

9. Hilangnya beban dosa, sehingga mereka melakukannya dengan dada yang lapang dan ringan tanpa sedikitpun merasa berdosa besar. Bahkan mereka meyakini sebagai satu cara mendekatkan diri kepada Allah!? (baca kembali kedudukan mut’ah di dalam agama Syi’ah)

10. Kerusakan besar yang menimpa para pe-mut’ah ini khususnya para pemudanya ialah terjangkitnya berbagai macam penyakit kotor/penyakit kelamin seperti sipilis, AIDS dan lain-lain.

Itulah sebagian dari kerusakan nikah mut’ah agama Syi’ah, pengikut-pengikut Abdullah bin Saba’, sang penyebar fitnah dan kerusakan besar di dalam Islam dan kaum Muslimin. Hendaknya kaum Muslimin waspada dan hati-hati terhadap agama Syi’ah yang mengatasnamakan Islam ini. Dan kepada mereka yang tertipu oleh Syi’ah segeralah bertaubat kembali kepada Rabbul ‘Alamin!

Sampai di sini kita cukupkan dulu perkenalan kita dengan agama Syi’ah buatan kaum zindiq dan munafik. Mudah-mudahan banyak membawa manfaat bagi saudara-saudaraku kaum Muslimin sebagai pengetahuan bagi mereka tentang satu ajaran yang sesat dan menyesatkan dan menjadi shaf terdepan dari sekalian ajaran sesat dan kufur yang akan merusak Islam dan kaum Muslimin dari dalam

Adab Hutang


1. Jangan pernah tidak mencatat hutang piutang.

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan hutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya..” (TQS Al Baqarah 282)

2. Jangan pernah berniat tidak melunasi hutang

“Siapa saja yang berhutang, sedang ia berniat tidak melunasi hutangnya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri..” (HR Ibnu Majah)

3. Jangan pernah menunda-nunda membayar hutang

“Menunda-nunda (pembayaran hutang) bagi orang yang mampu adalah kedzaliman..” (HR Bukhari dan Muslim)

4. Jangan pernah menunggu ditagih dulu baru membayar hutang

“Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam pembayaran hutang..’ (HR Bukhari dan Abu Daud)

5. Jangan pernah mempersulit dan banyak alasan dalam pembayaran hutang

“Allah ‘Azza wa jalla akan memasukkan ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, dan melunasi hutang..” (HR Ahmad, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

6. Jangan pernah meremehkan hutang walaupun sedikit

“Ruh seorang mukmin itu tergantung kepada hutangnya hingga hutangnya dibayarkan..” (HR Ahmad, at-Tirmidzi, ad-Darimi, dan Ibnu Majah)

7. Jangan pernah berbohong kepada pihak yang menghutangi

“Sesungguhnya, apabila seseorang berhutang, maka bila berbicara ia akan dusta dan bila berjanji ia akan ingkari..” (HR Bukhari dan Muslim)

8. Jangan pernah berjanji jika tidak mampu memenuhinya

“… Dan penuhilah janji karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban..” (TQS Al Israa’ : 34)

9. Jangan pernah lupa doakan orang yang telah menghutangi

“Barangsiapa telah berbuat kebaikan kepadamu, balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak mendapati apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdoalah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya..” (HR Ahmad dan Abu Dawud)