Sabtu, 07 Desember 2013

Bid’ah


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits-Hadits tentang Bid’ah

Allah berfirman: “Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)

Allah berfirman: “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al-Kitab.” (al-An’am: 38)

Allah berfirman: “Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya).” (an-Nisaa’: 59)

Allah berfirman: “Dan (perintah Kami) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (al-An’am: 153)

Allah berfirman: “Katakanlah. Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (Ali ‘Imraan: 31)

Dari Aisyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang mengada-ada tentang sesuatu dalam urusan (agama) kami, yang tidak kami perintahkan, maka hal itu ditolak.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim, Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak cocok dengan syariat kami, maka ditolak.”

Dari Jabir ra. ia berkata: “Apabila Rasulullah saw. berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya dan kelihatan sangat marah seakan-akan beliau seorang panglima yang kejam, seraya bersabda: “(Hati-hatilah) dari pagi sampai sore musuh mengancam kalian!” selanjutnya beliau bersabda: “Aku diutus sedangkan kiamat itu bagaikan dua jari ini.” Sambil mensejajarkan jari telunjuk dan jari tengah. Beliau bersabda: “Ketahuilah bahwa sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah (al-Qur’an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw. dan sejelek-jelek perkara agama sepeninggalanku adalah melakukan sesuatu yang baru dalam agama, yang demikian itu disebut bid’ah, dan setiap bid’ah itu pasti sesat.” Selanjutnya bersabda: “Aku lebih utama (dalam segala hal) dibanding orang mukmin yang lain. Siapa saja meninggalkan harta, adalah menjadi hak ahli warisnya. Dan siapa saja meninggalkan hutang atau keluarga yang tersia-sia, maka sayalah walinya dan atas tanggungan.” (HR Muslim)

Seruan untuk Berdakwah


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits-hadits agar Berdakwah

Allah berfirman: “Dan serulah kepada (agama) Rabb-mu.” (al-Hajj: 67)

Allah berfirman: “Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (an-Nahl: 125)

Allah berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (al-Maaidah: 2)

Allah berfirman: “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan.” (Ali Imraan: 104)

Dari Ibnu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshariy al-Badriy ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang menunjukkan (mengajak) kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengerjakan kebaikan itu.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang mengajak kepada kebenaran, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun.” (HR Muslim)

Dari Abul ‘Abbas Sahl bin Sa’ad as-Sa’idiy ra. ia berkata: Ketika perang Khaibar Rasulullah saw. bersabda: “Esok akan kuserahkan panji ini kepada seseorang. Allah akan memberi kemenangan melalui tangannya. Ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Semalaman orang-orang ramai membicarakan, siapa gerangan di antara mereka yang akan diserahi panji itu. Keesokan harinya Rasulullah saw. bersabda: “Dimana Ali bin Abi Thalib?” Seseorang menjawab: “Wahai Rasulallah, ia sedang sakit mata.” Beliau bersabda: “Panggillah ia kemari.” Setelah di hadapannya, Rasulullah saw. meludahi kedua matanya dan mendoakannya. Lalu sembuhlah penyakit itu seakan-akan ia tidak pernah sakit mata, kemudian ia diberi panji. Ali ra. bertanya: “Wahai Rasulallah, apakah aku harus memerangi mereka sampai bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah?” beliau menjawab: “Laksanakanlah dengan tenang, sehingga kamu sampai di daerah mereka, lalu ajaklah masuk agama Islam dan beritahukanlah kepada mereka tentang hak Allah Ta’ala yang harus mereka laksanakan. Demi Allah, seandainya Allah memberi petunjuk disebabkan ajakanmu, itu lebih baik bagimu daripada memperoleh rampasan perang berupa ternak-ternak yang paling bagus.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. ia berkata: Seorang pemuda dari suku Aslam berkata: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya saya ingin ikut berperang, tetapi tidak mempunyai bekal.” Beliau bersabda: “Datanglah kepada si fulan karena ia sudah mempersiapkan tetapi ia sakit.” Kemudian pemuda itu datang ke tempat fulan dan berkata: “Rasulullah mengucapkan salam untuk kamu.” Kemudian melanjutkan perkataannya: “Berikanlah perbekalan perangmu untukku.” Kemudian si fulan tadi berkata: “Wahai istriku, berikanlah perbekalan yang telah aku persiapkan dan jangan kamu simpan sedikitpun, demi Allah, jangan kamu simpan sedikitpun bekal yang telah aku persiapkan, karena hal itu pasti akan membawa berkah bagimu.” (HR Muslim)

Ancaman Bagi Orang yang Tidak Konsekuen


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits-hadits tentang Ancaman bagi yang tidak konsekuen

Allah berfirman: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berfikir?” (al-Baqarah: 44)

Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (ash-Shaff: 2-3)

Allah berfirman: “…dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kamu daripadanya.” (Huud: 88)

Dari Abu Zaid Usamah bin Zaid bin Haritsah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Setelah hari kiamat, ada seseorang yang didatangkan dan dilemparkan ke dalam neraka, kemudian dikeluarkan ususnya, lalu berputar-putar di dalamnya bagaikan berputarnya keledai yang sedang menggiling. Melihat yang demikian, berkerumunlah ahli neraka seraya berkata: “Hai fulan, mengapa kamu seperti itu? Bukankah kamu yang menyuruh untuk berbuat baik dan melarang dari perbuatan munkar?” ia menjawab: “Benar, akulah yang menganjurkan kebaikan, tetapi aku tidak mengerjakannya dan aku melarang dari perbuatan munkar tetapi aku melakukannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Syirik Kecil


1.Riya' Dalam Beribadah.

Barang siapa yang melakukan ibadah atau qurbah (amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ), namun bertujuan untuk Allah dan agar dilihat atau dipuji manusia maka dia telah melakukan syirik ashghar. Sehingga amalan yang dia kerjakan sia-sia dan ditolak. Dalil yang menjelaskan hal itu adalah sebuah hadits qudsi dari dari Rasulullah, bahwa Allah berfirman, artinya,
"Aku tidak membutuhkan sekutu-sekutu, barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan di dalamnya menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya." (HR Muslim)

2.Bersumpah dengan Selain Allah

Di antara bentuk syirik ashghar yang banyak terjadi di masyarkat adalah bersumpah dengan selain Allah . Rasulullah telah bersabda,
"Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah maka dia telah menyekutukan Allah." (HR. Ahmad, shahihul jami' no.6204)

Beliau juga telah bersabda,
"Ketahuilah, sesungguhnya Allah telah melarang kalian bersumpah dengan nama bapak-bapak kalian. Barang siapa bersumpah maka hendaknya dia bersumpah dengan nama Allah atau (kalau tidak) hendaknya dia diam." (HR al-Bukhari, al-Fath 11/530)

Maka tidak dibolehkan seorang muslim bersumpah dengan menyebut selain Allah meskipun tidak bertujuan untuk mengagungkan makhluk dengan sumpah itu. Dan walaupun yang digunakan untuk bersumpah adalah seorang nabi atau orang shalih. Sebagaimana tidak boleh bersumpah dengan menyebut Ka'bah, dengan amanat, kemuliaan, kehidupan fulan, nabi, wali, tidak boleh pula bersumpah dengan nama bapak, ibu, anak, dengan barakahnya si fulan dan kedudukannya. Semua ini hukumnya haram, karena bersumpah hanya dibolehkan dengan menyebut Allah , nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Barang siapa yang terlanjur mengucapkan sumpah yang diharamkan tersebut maka hendaknya dia mengucapkan la ilaha illallah kemudian beristighfar dan tidak mengulangi perbuatan semisal itu. Nabi telah bersabda,
"Barang siapa yang bersumpah dan dia berkata di dalam sumpahnya tersebut dengan menyebut Latta dan Uzza maka hendaknya dia mengucapkan la ilaha illallah." (HR al-Bukhari di dalam al-Fath 11/546)

Di samping itu ada beberapa kalimat yang mengandung kesyirikan dan sering diucapkan oleh banyak orang, seperti; Aku bertawakkal (bersandar) kepada Allah dan kepadamu; Aku tidak kuasa apa-apa kalau tidak karena Allah dan karenamu; Kalau saja bukan karena Allah dan karenamu; Ini dari Allah dan darimu atau lafal-lafal lain yang semakna dengan ini. Rasulullah telah bersabda,
"Janganlah kalian mengucapkan, "Atas kehedak Allah dan kehendak fulan" akan tetapi ucapkanlah, "Atas kehendak Allah kemudian kehendak fulan." (HR Abu Dawud, dalam silsilah shahihah, 137)

Demikian juga kalimat-kalimat yang berisi celaan terhadap masa (waktu) seperti; Allah melaknat zaman yang kelam ini; Ini waktu atau hari pembawa sial dan yang semisalnya. Karena mencela masa adalah sama dengan mencela Allah yang telah menciptakan masa tersebut. Nabi bersabda, Allah berfirman, artinya,
"Anak Adam mencela masa, padahal Akulah Masa itu, di tangan-Ku siang dan malam." (HR al-Bukhari)

Masuk dalam kategori lafal-lafal yang diharamkan adalah memberikan nama dengan segala sesuatu yang diperhambakan kepada selain Allah , seperti Abdul Husain, Abdul Masih, Abdur Rasul, Abdun Nabi dan lain sebagainya.

3. Tathayyur

Yaitu merasa sial karena melihat sesuatu. Tathayyur diambil dari kata thiyarah berasal dari ath-Thair yakni burung. Awal mulanya adalah bahwa dulu orang Arab apabila akan melakukan sesuatu seperti bepergian atau lainnya, maka dia melepaskan burung, kalau burung tersebut terbang ke arah kanan maka dia melanjutkan keinginannya, dan kalau terbangnya ke arah kiri maka dia merasa sial dan mengurungkan keinginannya. Rasulullah telah menjelaskan tentang tathayyur ini dalam sabdanya,
"Thiyarah adalah syirik." (HR. Ahmad, Shahihul Jami' 3955)

Dalam sabdanya yang lain disebutkan,
"Bukan termasuk golongan kami orang yang melakukan thiyaroh atau diminta untuk berthiyarah, juga orang yang melakukan perdukunan dan minta didukunkan." (HR. ath-Thabrani, silsilah hadits shahihah, 2195)

Masuk ke dalam kategori keyakinan yang merusak kemurnian tauhid adalah merasa sial dengan bulan Shafar, merasa sial dengan hari Jum'at tanggal tiga belas atau dengan angka tiga belas. Ini semua hukumnya haram dan termasuk dalam syirik ashghar.

Obat dari penyakit ini adalah dengan betawakkal sepenuhnya kepada Allah. Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata, "Thiyarah adalah syirik, dan tidak ada di antara kita kecuali terkadang pada dirinya terlintas sedikit dari tasya'um (rasa sial) ini, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan sikap tawakkal." (riwayat Abu Dawud dan al-Bukhari di dalam al-Adabul Mufrad)

4.Meninggalkan Shalat Karena Malas

Sedangkan jika meninggalkannya karena juhud (mengingkari) atas wajibnya shalat tersebut atau beristihza' (mengolok-olok) maka dia kafir keluar dari Islam menurut ijma'. Adapun jika meninggalkannya karena malas atau menganggap enteng maka dia telah melakukan dosa besar yang sangat besar, berdasarkan sabda Nabi,
"Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat, maka barang siapa yang meninggalkannya dia telah kafir." (HR Ahmad, shahihul jami', 4143)
"Antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah bila dia meninggalkan shalat." (HR. Muslim)

Dan menurut sebagian ulama, meninggalkan shalat hukumnya adalah kufur akbar berdasarkan dalil di atas dan dalil-dalil yang lainnya meskipun meninggalkannya karena malas dan menganggap enteng. Terlepas dari dua pendapat yang ada, meninggalkan shalat adalah sesuatu yang sangat berbahaya.

Catatan: Pendapat yang lebih kuat yaitu bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas adalah kafir, wallahu a'lam.

5.Jimat dan Sejenisnya

Termasuk syirik adalah berkeyakinan bahwa manfaat atau kesembuhan dapat diperoleh dari benda-benda yang tidak pernah dijadikan oleh Allah sebagai sebab untuk mendapatkannya. Seperti keyakinan sebagian orang terhadap jimat-jimat, benda pusaka, tuah, logam-logam tertentu, rajah-rajah syirik yang diberikan dan ditulis oleh para dukun dan tukang sihir. Juga keyakinan terhadap benda peninggalan atau warisan orang tua, kakek, lalu digantungkan di leher anak-anak, istri atau ditaruh di kendaraan, di dalam rumah agar dapat menolak bala', sihir serta memberikan manfaat dan menjadi pagar pelindung.

Semua ini tidak diragukan lagi akan menafikan tawakkal kepada Allah. Dan benda-benda itu tidak memberikan manfaat apa-apa kepada manusia. Jika seseorang berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut memberikan manfaat, selain Allah maka dia telah musyrik. Rasulullah bersabda,
"Barang siapa yang menggantungkan jimat maka dia telah syirik." (HR. Ahmad, silsilah hadits shahihah 492)

Orang yang melakukan itu semua adalah musyrik dengan kemusyrikan yang besar jika dia berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut memang memberikan manfaat atau dapat memberikan madharat selain Allah. Adapun jika berkeyakinan bahwa benda tersebut hanya merupakan sebab kemanfaatan dan kemadharatan padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab untuk mendapatkannya maka dia terjerumus dalam syirik ashghar. Kita berlindung kepada Allah dari semua itu.