Rabu, 30 Oktober 2013

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hasyr (1)


Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hasyr (Pengusiran)
Surah Madaniyyah; surah ke 59: 24 ayat

Sa’id bin Manshur menuturkan dari Sa’id bin Jubair, ia berkata: Pernah kukatakan kepada Ibnu ‘Abbas [tentang] surah al-Hasyr, maka ia mengatakan: “Surah tersebut diturunkan berkenaan dengan Bani an-Nadlir.” Demikian pula menurut riwayat al-Bukhari dan Muslim.

bismillaaHir rahmaanir rahiim
(“Dengan menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang.”)
“1. telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi; dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 2. Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan. 3. dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. dan bagi mereka di akhirat azab neraka. 4. yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. 5. apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”)

Allah memberitahukan bahwa semua yang ada di langit dan di bumi itu senantiasa bertasbih, memuji, mensucikan, mengerjakan shalat untu-Nya dan mengesakan-Nya. dan firman-Nya: wa Huwal ‘aziiz (“Dan Dialah yang Mahaperkasa.”) maksudnya yang dapat mencegah segala sesuatu: alhakiim (“Lagi Mahabijaksana”) yakni dalam ketetapan dan syariat-Nya.

Firman-Nya: Huwal ladzii akhrajal ladziina kafaruu min aHlil kitaabi (“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab”) yakni orang-orang Yahudi Bani an-Nadhir. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, Mujahid, az-Zuhri, dan beberapa ulama lainnya. Setelah tiba di Madinah, Rasulullah saw. mengadakan perjanjian dan kesepakatan untuk tidak memerangi mereka dan mereka pun tidak memeranginya. Namun mereka melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan mereka yang tidak mungkin mereka tolak dan menurunkan kepada mereka ketetapan-Nya yang tidak mungkin mereka hindari, dengan diusirnya mereka dan dikeluarkan oleh Rasulullah saw. dari benteng-benteng mereka yang sangat kuat, tanpa diperkirakan oleh kaum Muslimin dan mereka sendiri merasa yakin bahwa hal itu tidak berguna sama sekali bagi mereka. Dan datanglah dari Allah swt. yang tidak pernah mereka sangka, bahkan tidak pernah terbersit dalam diri mereka.

Rasulullah saw. mengusir dan menyuruh mereka hengkang dari kota Madinah. Di antara mereka terdapat satu kelompok yang pergi ke Adzri’at, daerah dataran tinggi Syam, tanah tempat dihimpunnya umat manusia, dan di antara mereka ada juga yang pergi ke Khaibar. Mereka pun diusir dari Madinah dan hanya berhak atas apa yang dibawa oleh unta-unta mereka. Maka mereka merusak semua yang ada di rumah-rumah mereka yang tidak mungkin mereka bawa.

Oleh karena itu Allah berfirman: yukhribuuna buyuutaHum bi aidiiHim wa aidil mu’miniina fa’tabiruu yaa ulil abshaar (“Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah [kejadian itu] untuk menjadikan pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.”) maksudnya fikirkanlah dan perhatikanlah akibat yang diterima oleh orang-orang yang menentang perintah Allah dan Rasul-Nya serta mendustakan kitab-Nya. Bagaimana mungkin mereka akan terlepas dari siksa-Nya yang menghinakan mereka di dunia dan disertai dengan adzab pedih yang telah disediakan bagi mereka di akhirat.

Jadi firman Allah: Huwal ladzii akhrajal ladziina kafaruu min aHlil kitaabi (“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab”) maksudnya adalah bani an-Nadhir: min diyaariHim li awwalil hasyr (“Dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama.”) Ibnu Abi Hatim menuturkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata: “Barangsiapa yang ragu bahwa tanah Mahsyar itu berada di sini, yaitu di Syam [Syria], maka hendaklah ia membaca ayat ini: Huwal ladzii akhrajal ladziina kafaruu min aHlil kitaabi min diyaariHim li awwalil hasyr (“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab. Dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama.”)

Firman-Nya lebih lanjut: maa dhanantum ay yakhrujuu (“Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan keluar.”) yakni pada masa pengepungan dan blokade terhadap mereka yang berlangsung selama 6 hari, sedang benteng-benteng mereka itu sangat kokoh. Oleh karena itu Allah berfirman: wa dhannuu annaHum maa ni’atuHum hushuunuHum minallaaHi fa ataaHumullaaHu min haitsu laa yahtasibuu (“dan mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari [siksaan] Allah, maka Allah mendatangkan kepada mereka [hukuman] dari arah yang mereka tidak sangka-sangka.”) maksudnya, keputusan Allah datang kepada mereka tanpa mereka perhitungkan sebelumnya.

Firman Allah: wa qadzafa fii quluubiHimur ru’b (“dan Allah mencampakkan ketakutan di dalam hati mereka.”) maksudnya kekhawatiran, kegelisahan, dan kecemasan. Bagaimana hal itu tidak terjadi pada mereka, sedang mereka telah dikepung oleh Nabi Muhammad saw. yang diberi kemenangan karena rasa takut yang luar biasa [tertanam pada diri musuhnya] selam satu bulan.

Bersambung ke bagian 2

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hasyr (2)


Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hasyr (Pengusiran)
Surah Madaniyyah; surah ke 59: 24 ayat

Firman Allah: yukhrijuuna buyuutaHum bi aidiiHim wa aidil mu’miniina (“Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman.”) penafsiran ayat ini telah dikemukakan sebelumnya oleh Ibnu Ishaq, yaitu mereka mencopot semua benda-benda yang mereka anggap bagus dari atap-atap dan pintu-pintu rumah mereka, kemudian mereka membawanya di atas punggung unta-unta mereka.
Fa’tabiruu yaa ulil abshaar (“Maka ambillah [kejadian itu] untuk menjadi pelajaran hai orang-orang yang mempunyai pandangan.”)

Firman Allah: walau laa ang kataballaaHu ‘alaiHimul jalaa-a la’adzdzabaHum fid dun-yaa (“Dan jikalau tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka benar-benar Allah akan mengadzab mereka di dunia.”) maksudnya, seandainya Allah tidak menetapkan pengusiran mereka dari negeri dan harta benda mereka, pasti bagi mereka siksaan lain di sisi Allah, berupa pembunuhan, penawanan, dan lain-lain. Demikian yang dikemukakan oleh az-Zuhri dari ‘Urwah, as-Suddi, dan Ibnu Zaid; karena Allah telah menetapkan bagi mereka bahwa Dia akan mengadzab mereka di dunia, selain siksaan yang telah disediakan bagi mereka di akhirat kelak, berupa siksaan yang sangat pedih di dalam neraka jahanam.
Qatadah mengatakan: “Kata aljalaa’ berarti pengusiran orang dari suatu negeri ke negeri lain.”

Firman Allah: wa laHum fil aakhirati ‘adzaabun naar (“Dan bagi mereka di akhirat adzab neraka”) yakni suatu keputusan yang sudah pasti dan tidak dapat diganggu gugat”)

Firman-Nya: dzaalika bi annaHum syaaqqullaaaHa wa rasuulaHu (“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya.”) maksudnya, Allah Ta’ala melakukan hal tersebut kepada mereka dan menguasakan Rasul-Nya dan juga orang mukmin atas mereka, karena mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, serta mendustakan apa yang telah diturunkan-Nya kepada para Rasul-Nya yang terdahulu mengenai kabar gembira tentang kedatangan Muhammad saw. padahal mereka mengetahui beritu itu secara persis, sebagaimana mereka mengetahui benar anak-anak mereka.
Wa may yusaaqqillaaHa fa innallaaHa syadiidul ‘iqaab (“Barangsiapa yang menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”

Dan firman-Nya: maa qatha’tum mil liinatin au taraktumuuHaa qaa-imatan ‘alaa ushuuliHaa fabi-idznillaaHi waliyukhziyal faasiqiin (“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma [milik orang-orang kafir] atau yang kamu biarkan [tumbuh] berdiri di atas pokoknya, maka [semua itu] dengan izin Allah, dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”) al-liin adalah satu macam kurma yang bagus. Abu ‘Ubaidah berkata: “Yaitu jenis kurma yang berbeda dari kurma ‘ajwah dan burni.” Banyak ahli tafsir yang mengatakan: “Kata al-liinah berarti aneka macam kurma selain ‘ajwah.”

Mengenai firman Allah: maa qatha’tum mil liinatin au taraktumuuHaa qaa-imatan ‘alaa ushuuliHaa fabi-idznillaaHi waliyukhziyal faasiqiin (“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma [milik orang-orang kafir] atau yang kamu biarkan [tumbuh] berdiri di atas pokoknya, maka [semua itu] dengan izin Allah, dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”) Imam an-Nasa-i meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Mereka diperintahkan untuk turun dari benteng-benteng mereka dan menebang pohon-pohon kurma mereka. Sehingga terbersit kekhawatiran dalam hati mereka, lalu kaum muslimin berkata: ‘Kita telah menebang sebagian dan kita biarkan sebagian lainnya. Karena itu, kita tanyakan kepada Rasulullah saw. apakah kita akan mendapat pahala dari penebangan ini, dan apakah kita akan berdosa bila kita membiarkannya?’” kemudian Allah menurunkan firman-Nya: maa qatha’tum mil liinatin (“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma.”)

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah saw. pernah menebangi dan membakar pohon kurma bani Nadhir. Dalam hadits yang senada juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain, dari riwayat Musa bin ‘Uqbah. Dan lafadz Imam al-Bukhari dari Ibnu ‘Umar, ia bercerita: Bani an-Nadhir dan bani Quraidhah telah menyerang Nabi saw., maka beliau mengusir bani Nadhir dan membiarkan bani Quraidhah tetap tinggal di tempat. Tetapi kemudian bani Quraidhah melancarkan peperangan, lalu beliau membunuh kaum laki-laki dari mereka, menawan dan membagikan kaum wanita, anak-anak, dan harta benda mereka kepada kaum muslimin. Kecuali sebagian dari mereka menyusul Nabi saw. lalu beliau memberikan perlindungan kepada mereka dan merekapun menyatakan masuk Islam. Beliau telah mengusir orang-orang Yahudi Madinah seluruhnya, yaitu bani Qainuqa’, mereka adalah sanak famili ‘Abdullah bin Salam; Yahudi bani Haritsah dan semua Yahudi yang ada di Madinah.”

Imam Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Qurtaibah, dari al-Laits bin Sa’ad, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah saw. pernah membakar dan menebangi pohon-pohon kurma Bani an-Nadhir, yaitu di Buwairah. Maka Allah swt. dalam peristiwa itu menurunkan ayat: maa qatha’tum mil liinatin au taraktumuuHaa qaa-imatan ‘alaa ushuuliHaa fabi-idznillaaHi waliyukhziyal faasiqiin (“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma [milik orang-orang kafir] atau yang kamu biarkan [tumbuh] berdiri di atas pokoknya, maka [semua itu] dengan izin Allah, dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”)

Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan dari Juwairiyah bin Asma’, dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah saw. pernah membakar dan menebangi pohon-pohon kurma Bani an-Nadhir, yaitu di Buwairah. Dan mengenai hal tersebut, Hasan bin Tsabit mengungkapkan kepada Juwairiyah:
“Adalah penghinaan terhadap tokoh Bani Lu-ay,
Kebakaran yang menyala-nyala di Buwairah.”
Maka Abu Sufyan bin al-Harits menjawab:
“Semoga Allah melestarikan kebaikannya,
Dan semoga api membakar sekelilingnya.
Kamu akan tahu, siapakah di antara kami yang terputus
Darinya [Buwairah],
Dan kalian juga akan tahu, di bumi kami manakah
Yang menyengsarakan?”

Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari. Dalam masalah ini, Ibnu Ishaq telah menyebutkan sya’ir yang cukup banyak, yang di dalamnya terdapat etika, nasehat, hikmah, dan pelajaran yang berkenaan dengan kisah tersebut.

Ibnu Ishaq mengatkan: “Peristiwa bani an-Nadhir terjadi setelah peristiwa Uhud dan Sumur Ma’munah.” Dan Imam al-Bukhari menceritakan dari az-Zuhri, dari ‘Urwah, bahwa ia mengatakan: “Peristiwa Bani an-Nadhir terjadi enam bulan setelah perang Badar.”

Bersambung ke bagian 3

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hasyr (3)


Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hasyr (Pengusiran)
Surah Madaniyyah; surah ke 59: 24 ayat

7. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (al-Hasyr: 7)

Firman Allah ini menjelaskan tentang makna fa’i, sifat dan hikmahnya. Fa’i adalah segala harta benda yang dirampas dari orang-orang kafir tanpa melalui peperangan dan tanpa mengerahkan kuda maupun unta. Seperti harta benda Bani Nadhir ini, dimana kaum Muslimin memperolehnya tanpa menggunakan kuda maupun unta, artinya mereka dalam hal ini tidak berperang terhadap musuh dengan menyerang atau menyerbu mereka, tetapi para musuh itu dihinggapi rasa takut yang telah Allah timpakan ke dalam hati mereka karena wibawa Rasulullah saw. Kemudian Allah memberikan harta benda yang telah mereka tinggalkan untuk Rasul-Nya. oleh karena itu beliau mengatur pembagian harta benda yang diperoleh dari Bani Nadhir sekehendak hati beliau, dengan mengembalikannya kepada kaum Muslimin untuk dibelanjakan dalam sisi kebaikan dan kemaslahatan yang telah disebutkan Allah dalam ayat-ayat ini.

Allah berfirman: wa maa afaa allaaHu ‘alaa rasuuliHii minHum (“Dan apa saja harta rampasan [fa’i] yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya [dari harta benda] mereka.”) yakni bani an-Nadhir: fa maa au jaftum ‘alaiHi min khailiw walaa rikaabiw wa laakinnallaaHa yusallithu rusulaHuu ‘alaa may yasyaa-u wallaaHu ‘alaa kulli syai-ing qadiir (“Maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan [tidak pula] seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”) artinya, Dia Mahakuasa, tidak dapat dikalahkan dan dihalangi oleh siapapun, bahkan Dia-lah Yang Mahamengalahkan segala sesuatu.

Kemudian Allah berfirman: maa afaa allaaHu ‘alaa rasuuliHii min aHlil quraa (“Apa saja harta rampasan [fa’i] yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota.”) yakni semua kota yang telah ditaklukkan secara demikian, maka hukumnya disamakan dengan hukum-hukum harta rampasan perang Bani an-Nadhir. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: falillaaHi wa lir rasuuli wa lidzil qurbaa wal yataamaa wal masaakiini wabnis sabiili (“Adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang [sedang] dalam perjalanan.”) dan seterusnya dan ayat setelahnya. Demikianlah pihak-pihak yang berhak menerima harta fa’i.

Imam Ahmad meriwayatkan, Sufyan bin ‘Amr dan Ma’mar memberitahu kami dari az-Zuhri, dari Malik bin Aus bin al-Hadatsan, dari ‘Umar ra, ia berkata: “Harta bani an-Nadhir termasuk yang telah Allah berikan kepada Rasul-Nya, dengan tidak usah terlebih dahulu dari kaum Muslimin untuk mengerahkan kuda dan untanya. Oleh karena itu, harta rampasan itu hanya khusus untuk Rasulullah, beliau nafkahkan untuk keluarganya sebagai nafkah untuk satu tahun. Dan sisanya beliau manfaatkan untuk kuda-kuda perang dan persenjataan di jalan-Nya.”

Demikian hadits yang diriwayatkan Ahmad di sini secara ringkas. Diriwayatkan juga oleh sekelompok ahli hadits di dalam kitab-kitab mereka kecuali Ibnu Majah dari hadits Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari az-Zuhri.

Dan pihak-pihak yang memperoleh bagian harta fa’i seperti yang disebutkan di dalam ayat di atas merupakan pihak-pihak yang disebutkan pada seperlima ghanimah. Dan semua sudah dijelaskan di dalam surah al-Anfaal.

Firman-Nya: kailaa yakuuna duulatam bainal aghniyaa-i mingkum (“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”) yakni Kami jadikan pihak-pihak yang memperoleh bagian harta fa’i ini agar tidak hanya dimonopoli oleh orang-orang kaya saja, lalu mereka pergunakan sesuai kehendak dan hawa nafsu mereka, serta tidak mendermakan harta tersebut kepada fakir miskin sedikitpun.

Dan firman-Nya: wa maa aataakumur rasuulu fakhudzuuHu wa maa naHaakum ‘anHu fantaHuu (“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”) yakni apapun yang beliau perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah. Karena beliau hanyalah memerintahkan kepada kebaikan dan melarang keburukan.

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Allah melaknat kaum wanita yang membuat tato dan minta dibuatkan tato, yang mencabuti rambutnya, dan memperlihatkan kecantikannya, dan mereka yang merubah ciptaan Allah swt.” tatkala ucapan ini sampai kepada seorang wanita dari kalangan Bani Asad yang bernama Ummu Ya’qub, ia pun mendatanginya dan berkata: “Telah sampai kepadaku berita bahwa engkau mengatakan begini dan begitu.” Maka ‘Abdullah berkata: “Bagaimana aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah saw. dan diperintahkan di dalam Kitabullah.” Ummu Ya’qub berkata: “Sesungguhnya aku telah membaca isi al-Qur’an, namun aku tidak mendapati apa yang engkau maksudkan.” ‘Abdullah berkata: “Bukankah engkau telah membaca firman Allah: wa maa aataakumur rasuulu fakhudzuuHu wa maa naHaakum ‘anHu fantaHuu (“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”)?” Jawab Ummu Ya’qub: “Memang.” ‘Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rasulullah saw. telah melarang hal itu.” Ummu Ya’qub berkata: “Sesungguhnya aku kira keluargamu pun mengerjakannya.” Lebih lanjut Ibnu Mas’ud berkata: “Pergilah kamu dan lihatlah.” Maka Ummu Ya’qub pun pergi, tetapi ia tidak medapati sesuatu pun dari apa yang diperlukannya. Lalu ia berkata: “Aku sama sekali tidak mendapatkan sesuatu pun.” Ibnu Mas’ud berkata: “Jika demikian, berarti engkau tidak pernah bergaul dengan kami.”
Demikian hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain, dari hadits Sufyan ats-Tsauri.

Bersambung ke bagian 4

Larangan Berbuat Aniaya (2)


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits-hadist tentang Larangan Berbuat Aniaya

Dari Abu Bakrah Nufa’il bin al-Harits ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya masa itu berputar, sebagaimana ketika Allah menjadikan langit dan bumi. Setahun, duabelas bulan. Empat bulan di antaranya adalah bulan mulia, yang tiga berturut-turut adalah: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, serta bulan Rajab, di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.” Kemudian Nabi bertanya: “Bulan apakah ini?” kami menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau diam, sehingga kami menyangkan, ia akan ganti dengan yang lain. Beliau bersabda: “Bukankah ini bulan Dzulhijjah?” kami menjawab: “Benar.” Beliau bertanya lagi: “Negeri apakah ini?” kami menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau diam, sehingga kami menyangka akan diganti dengan nama yang lain. Beliau bersabda: “Bukankah ini tanah haram?” kami menjawab: “Benar.” Beliau bertanya lagi: “Hari apakah ini?” kami menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau diam sehingga kami menyangka akan diganti dengan nama lain. Kemudian beliau bersabda: “Bukankah ini hari Nahr?” kami menjawab: “Benar.” Beliau lantas bersabda: “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatanmu adalah mulia, sebagaimana mulianya harii, negeri dan bulanmu ini. Kamu semua akan bertemu dengan Rabb-mu dan Dia akan mempertanyakan tentang segala amal perbuatanmu. Ingatlah jangan sampai kamu berbalik menjadi kafir sepeninggalanku, dimana salah seorang di antara kalian membunuh yang lain. Ingatlah, hendaklah yang hadir ini menyampaikan kepada yang tidak hadir, mungkin saja orang yang diberitahu itu lebih taat dari orang yang langsung mendengarnya.” Kemudian beliau bersabda: “Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikannya?” Kami menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Ya Allah, saksikanlah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Umayyah Iyas bin Tsa’labah al-Haritsiy ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah benar-benara mewajibkan neraka baginya dan diharamkan surga untuknya.” Lalu seorang shahabat bertanya: “Walaupun yang dirampas itu sesuatu yang amat sedikit wahai Rasulallah?” Beliau menjawab: “Walaupun sekecil batang kayu Arok.” (HR Muslim)

Dari ‘Adiy bin ‘Amirah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang kami serahi tugas, lalu ia menyembunyikannya walaupun sekecil jarum atau lebih kecil dengan maksud untuk mengambilnya, kelak di hari kiamat ia datang dengan membawa apa yang disembunyikannya.” Berdirilah seorang berkulit hitam dari shahabat Anshar, yang seakan-akan saya pernah melihatnya, kemudian ia berkata: “Wahai Rasulallah, terimalah kembali tugas yang telah engkau serahkan kepada saya.” Beliau bertanya: “Mengapa demikian?” Ia menjawab: “Karena saya mendengar engkau bersabda begini dan begitu.” Beliau bersabda: “Sekarang saya tegaskan siapa saja yang saya serahi tugas, maka ia harus melaksanakannya, baik mendapatkan hasilnya sedikit maupun banyak. Dan apa saja yang diberikan kepada dirinya maka ia boleh mengambilnya, dan apa yang dilarang untuk dirinya maka janganlah ia mengambilnya.” (HR Muslim)

Dari Umar bin Khaththab ra. ia berkata: “Ketika perang Khaibar selesai, beberapa shahabat Nabi saw. pulang dan mereka menyebut-nyebut bahwa si fulan mati syahid, sampai akhirnya mereka bertemu dengan seseorang di jalan, mereka mengatakan: “Si fulan mati syahid.” Kemudian Nabi saw. bersabda: “Tidak, saya telah melihatnya berada di neraka karena ia menyembunyikan kain mantel hasil rampasan perang yang belum dibagi.” (HR Muslim)

Dari Abu Qatadah al-Harits bin Rib’iy ra. dari Rasulullah saw., waktu itu beliau berdiri di tengah-tengah para shahabat dan mengatakan bahwa berjihad (berjuang) di jalan Allah dan beriman kepada Allah adalah paling utamanya amal. Kemudian seseorang berdiri dan bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau saya terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosa saya terampuni?” Rasulullah menyatakan: “Ya apabila kamu terbunuh di jalan Allah sedangkan kamu tabah, hanya mengharapkan pahala dari Allah, bersemangat dan pantang mundur.” Kemudian Rasulullah saw bertanya: “Bagaimana pertanyaanmu tadi?” ia menjawab: “Bagaimana seandainya saya terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosa saya terampuni?” maka Rasulullah saw. menjelaskan: “Ya apabila kamu tabah, hanya mengharapkan pahala dari Allah, bersemangat dan pantang mundur, kecuali hutang. Sesungguhnya Jibril mengatakan yang demikian padaku.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tahukah kalian orang yang bangkrut?” para shahabat menjawab: “Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak punya uang dan tidak punya harta benda.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa shalat, puasa dan zakat, tetapi ia suka mencaci maki, menuduh, makan harta orang lain, menumpahkan darah, serta memukul orang lain. Kemudian pahalanya diberikan kepada orang yang dianiayanya. Jika kebaikannya sudah habis sedangkan kesalahan-kesalahannya belum terbayar, maka ia dilemparkan di tengah-tengah orang yang dianiayanya, yang akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim)

Dari Ummu Salamah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya aku adalah manusia biasa sedangkan kalian mengadukan persoalan kepadaku. Mungkin salah seorang di antara kalian lebih pandai menjelaskan hujjah (argumentasi)nya daripada yang lain, kemudian saya putuskan baginya sesuai keterangan yang saya dengar. Maka siapa saja yang telah aku menangkan dengan mengalahkan yang benar, itu berarti sama saja saya memberinya sepotong (sebagian) api neraka.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw.bersabada: “Orang mukmin senantiasa berada dalam kelapangan dalam agamanya, selama ia tidak menumpahkan darah yang haram.” (HR Bukhari)

Dari Khaulah binti Tsamir al-Anshariyah, ia adalah istri Hamzah ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang yang menyalahgunakan harta Allah (baitul mal), di hari kiamat mereka dimasukkan ke neraka.” (HR Muslim)

Larangan Berbuat Aniaya (1)


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits-hadist tentang Larangan Berbuat Aniaya

Allah berfirman: “Orang-orang yang dzalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.” (al-Mukmin: 18)

Allah berfirman: “Dan bagi orang-orang yang dzalim itu tidak ada seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong.” (al-Hajj: 71)

Dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Takutlah kalian pada kedzaliman karena kedzaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat, dan takutlah kamu pada kekikiran sebab orang-orang sebelum kalian binasa karena kekikiran, dan hal itulah yang menyebabkan mereka mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan yang haram.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kalian pada hari kiamat diperintahkan untuk mengembalikan semua hak yang diambil kepada yang berhak, sehingga kambing yang tidak bertanduk karena ditanduk yang lain, diberi hak untuk membalas kepada kambing yang bertanduk.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: “Ketika kami memperbincangkan tentang haji wada’, Nabi saw. berada di antara kami. Kami belum tahu apakah sebenarnya haji wada’ itu. Tiba-tiba Rasulullah saw. memuji dan menyanjung Allah serta menceritakan tentang al-Masih Dajjal, sambil memperpanjang ceritanya, beliau bersabda: “Tidak ada seorang Nabipun yang diutus Allah melainkan ia memperingatkan umatnya. Nabi Nuh telah memperingatkan umatnya, demikian pula dengan Nabi sesudahnya. Ketika Dajjal keluar di tengah-tengah kalian, maka apapun sifat yang disermbunyikannya, niscaya terungkap bagi kalian. Sesungguhnya Rabb-mu tidak buta mata sebelah, tetapi Dajjal matanya buta sebelah kanan, seperti buah anggur. Ingatlah, sesungguhnya Allah telah mengharamkan darah dan hartamu sebagaimana haramnya hari ini, di negeri ini, dan di bulan ini. Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikannya?” para shahabat menjawab: “Ya.” Kemudian Nabi saw. berdoa: “Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah saksikanlah! Berhati-hatilah dan ingatlan, jangan kalian kembali kafir sepeninggalanku, ketika salah seorang di antara kalian membunuh yang lain.” (HR Bukhari)

Dari Aisyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang mengambil hak orang lain walaupun hanya sejengkal tanah, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh lapis bumi.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Musa ra. Ia berkata: RAsulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah memberi kebebasan kepada orang yang berlaku aniaya, tetapi apabila datang siksaan-Nya, maka ia tidak dapat menghindarinya, kemudian beliau membaca ayat: wa kadzaalika akhdzu rabbika idzaa akhadzal quraa waHiya dzaalimatun inna akhdzaHuu aliimun syadiid. (“Dan begitulah azab Rabb-mu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat dzalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu sangat pedih lagi keras.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Mu’adz ra. ia berkata: Rasulullah saw mengutus saya sebagai gubernur Yaman. Beliau berpesan: “Sesungguhnya kamu akan menghadapi kaum ahli kitab, ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka mematuhi ajakanmu, beritahukan kepada mereka, bahwa Allah mewajibkan untuk mereka mengerjakan shalat lima kali sehari semalam. Apabila mereka telah mematuhinya (memenuhinya), maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka untuk menunaikan sedekah yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang fakir miskin. Apabila mereka telah mematuhinya, maka lindungilah kehormatan dan harta bendanya. Takutlah kamu terhadap doa orang yang teraniaya karena tidak ada tirai yang menghalangi antara doanya dengan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Humaid Abdurrahman bin Sa’ad as-Sa’idiy ra. Ia berkata: Rasulullah saw. Menungaskan seseorang dari suku Azdi yang bernama Ibnu al-Luthiyyah untuk mengumpulkan sedekah, tatkala orang itu datang kepada beliau, ia berkata: “Ini untuk engkau dan ini hadiah untuk saya.” Rasulullah saw. kemudian berdiri di atas mimbar, dan membuka khutbahnya dengan menyanjung Allah swt., sambil melanjutkan khutbahnya: “Sesungguhnya aku telah menugaskan seseorang di antara kalian , tugas itu diberikan Allah kepadaku, kemudian ia datang dan berkata: “Ini untuk engkau dan ini hadiah untuk saya.” Andaikan itu memang benar, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah dan ibunya, sehingga hadiah itu diberikan kepadanya. Demi Allah siapa saja di antara kalian yang mengambil sesuatu yang bukan haknya niscaya di hari kiamat ia menghadap Allah sambil memikul yang diambilnya di dunia. Demi Allah, saya tidak ingin melihat seorangpun di antara kalian menghadap-Nya dengan memikul unta, lembu atau kambing yang mengembik.” Kemudian beliau menengadahkan kedua tangannya hingga terlihat putih pada kedua ketiak beliau, seraya bersabda: “Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikannya?” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Siapa saja yang pernah menganiaya saudaranya, baik kehormatannya maupun sesuatu yang lain, hendaklah ia minta maaf sekarang juga sebelum datang saatnya dinar dan dirham tidak berguna. Jika tidak, apabila ia mempunyai amal saleh, maka amalnya akan diambil sesuai dengan kadar penganiayaan, namun apabila ia tidak mempunyai amal kebaikan, maka kejahatan orang yang dianiaya itu diambil dan dibebankan kepadanya.” (HR Bukhari)

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Orang Islam adalah orang yang menjaga umat Islam lainnya selamat dari lisannya dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa saja yang dilarang Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash ra. ia berkata: Kirkirah adalah orang yang menjaga perbekalan Nabi saw.. Ketika ia meninggal dunia, Rasulullah saw. bersabda: “Tempatnya di dalam neraka.” Para shahabat kemudian menyelidiki sebab musabab ia masuk neraka, kemudian mereka menemukan sebabnya, bahwa ia pernah menyembunyikan mantel hasil rampasan perang.” (HR Bukhari)