Jumat, 18 Oktober 2013

Menghindari Syubhat

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an-hadits

Firman Allah yang artinya: “Dan kamu menganggapnya sesuatu yang ringan saja. Padahal di sisi Allah adalah besar.” (an-Nuur: 15)

Firman Allah: “Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (al-Fajr: 14)

Dari an-Nu’man bin Basyir ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya yang halal sudah jelas, dan yang haram juga sudah jelas. Di antara halal dan haram ada hal-hal syubhat (meragukan) yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Siapa saja yang berhati-hati dari hal-hal yang syubhat itu, maka terjagalah harta dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam hal-hal yang syubhat, maka ia terjerumus ke dalam yang haram. Sebagaimana penggembala yang menghalau ternak di sekitar tempat terlarang. Kemungkinan besar ternak gembalaannya akan memasuki tempat terlarang itu. Ingatlah, setiap penguasa mempunyai larangan, dan hal yang dilarang Allah adalah apa yang diharamkan. Ingatlah, bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, apabila gumpalan daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuh. Dan bila gumpalan daging itu rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra, ia berkata: Bahwa Nabi saw. menemukan sebiji kurma di tengah jalan, kemudian Nabi saw. bersabda: “Andai aku tidak khawatir kurma ini termasuk sedekah, niscaya aku memakannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari an-Nawwas bin Sam’an ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Kebajikan, adalah budi pekerti yang baik. Dan dosa (kejahatan) adalah sesuatu yang menimbulkan keresahan pada dirimu, dimana kamu merasa tidak senang apabila perbuatan itu diketahui oleh orang lain.” (HR Muslim)

Dari Wabishah bin Ma’bad ra. ia berkata: Saya mendatangi Rasulullah saw. kemudian beliau bertanya: “Kamu ingin menanyakan tentang kebaikan?” Saya menjawab: “Ya.” Lalu beliau bersabda: “Tanyakanlah pada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa yang membuat jiwa menjadi tenang dan menentramkan hati. Sedangkan dosa (kejahatan), adalah apa yang membuat kacau pada jiwa dan membuat ragu-ragu pada hati, walaupun orang-orang memberi nasehat kepadamu.” (HR Ahmad dan ad-Darimiy)

Dari Abu Sirwa’ah Uqbah bin al-Harits ra. bahwasannya ia kawin dengan putri Abu Ihab bin Aziz, kemudian datanglah seorang perempuan dan berkata: “Sesungguhnya dulu saya pernah menyusui Uqbah dan juga perempuan yang dikawininya.” Maka Uqbah berkata kepadanya: “Saya tidak tahu kalau engkau dulu pernah menyusui saya, dan engkau tidak pernah memberitahukan hal ini kepada saya.” Kemudian ia pergi ke Madinah untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw., kemudian Rasulullah saw. bersabda: “Bagaimana lagi, sedangkan hal itu sudah terjadi.” Lalu Uqbah menceraikan istrinya, dan istrinya kawin lagi dengan orang lain.” (HR Bukhari)

Dari al-Hasan bin Ali ra. ia berkata: Saya selalu ingat pada sabda Rasulullah saw. yaitu: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu dan kerjakan sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR Tirmidzi)

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: Abu Bakar ash-Shiddiq mempunyai seorang pelayan yang selalu membawakan bekal untuknya, dan Abu Bakar selalu memakannya. Pada suatu hari, pelayan itu datang dengan membawakan makanan, maka Abu Bakar pun memakannya. Tetapi kemudian pelayan itu bertanya: “Tahukah tuan, makanan apa ini?” Abu Bakar bertanya pula: “Makanan apa ini?” Pelayan itu menjawab: “Dulu pada masa jahiliyah saya berlagak mendukuni seseorang padahal sebenarnya saya tidak mengerti ilmu perdukunan, saya hanya menipunya. Suatu hari ia bertemu dengan saya dan memberikan makanan yang tuan makan tadi.” Kemudian Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam mulut, dan memuntahkan semua makanan yang ada di perutnya.” (HR Bukhari)

Dari Nafi, ia berkata: Umar bin al-Khaththab ra. membagi-bagikan belanja sebanyak empat ribu kepada tiap-tiap shahabat Muhajirin yang hijrah paling awal, tetapi ia hanya membagi tiga ribu lima ratus kepada anaknya; ketika ada yang mengatakan: “Ia termasuk shahabat Muhajirin, tetapi kenapa engkau menguranginya?” Umar menjawab: “Karena ia dibahwa hijrah oleh orang tuanya.” Dan Umar berkata lagi: “Ia tidak dapat disamakan dengan orang yang hijrah sendiri.” (HR Bukhari)

Dari Athiyah bin Urwah as-Sa’dy ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Seseorang tidak bisa mencapai tingkatan Muttaqin (orang-orang yang bertakwa), sebelum ia meninggalkan semua yang tidak berdosa karena khawatir terjerumus pada sesuatu yang berdosa.” (HR Tirmidzi)

Menjaga Rahasia

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti akan dimintai pertanggung jawabannya.” (al-Isra’: 34)

Dari Abu Sa’id al-Khudriy ra. Ia berkata: RAsulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling hina di sisi Allah pada hari kiamat adalah suami atau istri yang bersetubuh, kemudian menyebarkan rahasianya.” (HR Muslim)

Dari Abdullah bin Umar ia berkata: Ketika Hafsah putri Umar menjadi janda, Umar berkata: “Saya bertemu dengan Utsman bin Affan ra. lalu saya tawarkan Hafsah kepadanya. Umar berkata: “Jika engkau mau, saya akan nikahkan dengan Hafsah putrid saya.” Utsman bin Affan menjawab: “Beri saya kesempatan berfikir.” Selang beberapa hari ia menemui Umar dan berkata: “Saya tidak akan menikah saat ini.” Kemudian Umar bertemu dengan Abu Bakar ash-Shiddiq ra, dan berkata kepadanya: “Jika engkau mau, saya akan nikahkan dengan putriku, Hafshah.” Abu Bakar ra. diam, tidak memberi jawaban apa-apa kepada Umar. Sehingga Umar merasa lebih tersinggung daripada penolakan Utsman. Selang beberapa hari Nabi saw. melamar Hafshah, dan langsung dinikahkan. Kemudian Abu Bakar menemui Umar dan berkata: “Mungkin engkau tersinggung saat menawarkan Hafshah kepada saya sedang saya tidak memberi jawaban. Umar menjawab: “Ya.” Abu Bakar berkata lagi: “Sungguh tidak ada yang menghalangi saya menerima tawaran itu. Hanya saja, saya telah mengetahui bahwa Nabi saw. menyebut-nyebutnya. Dan saya tidak mau menyebar luaskan rahasia Rasulullah saw. Seandainya Nabi saw. tidak ingin mengambil Hafshah sebagai istri beliau, niscaya saya akan menerimanya.” (HR Bukhari)

Dai ‘Aisyah ra. ia berkata: Ketika kami, para istri Nabi saw. berada di sekelilingnya, datanglah Fatimah ra. yang jalannya mirim Rasulullah saw. Ketika beliau melihatnya, langsung disambut seraya bersabda: “Selamat datang anakku.” Beliau menyuruhnya duduk di sebelah kanan atau kiri beliau seraya membisikkan sesuatu di telinganya. Kemudian Fatimah menangis keras sekali. Beliau kasihan melihatnya, lantas membisikkan sesuatu lagi dan ia (Fatimah) tertawa. Maka saya berkata kepadanya: “Rasulullah saw. mengistimewakan kamu dengan rahasia-rahasia melebihi kepada istri-istrinya, tetapi lalu kenapa engkau menangis.” Ketika Rasulullah saw. telah pergi, saya (Aisyah) bertanya kepadanya: “Apa yang dibisikkan Rasulullah saw. kepadamu?” Fatimah menjawab: “Saya tidak akan menyebar luaskan rahasia Rasulullah saw.” Setelah Rasulullah saw. wafat, Aisyah mengulangi pertanyaannya: “Saya benar-benar ingin mendengar tentang sesuatu yang pernah Rasulullah saw. sampaikan kepadamu.” Fatimah menjawab: “Kalau sekarang, baiklah akan saya katakan. Pada bisikan pertama, beliau memberitahu bahwa malaikat Jibril as. setiap tahun datang untuk mengulangi bacaan al-Qur’an sekali atau dua kali, tetapi dalam waktu dekat ini ia telah datang dua kali, dan aku yakin kalau ajalku sudah dekat. Oleh karena itu, bertakwalah kamu kepada Allah dan bersabarlah. Aku adalah sebaik-baik orang yang meninggalkan kamu. Oleh karena itu saya menangis, seperti yang engkau lihat. Melihat yang demikian, beliau merasa kasihan dan berbisik untuk kali kedua. Beliau bersabda: ‘Wahai Fatimah, apakah kamu tidak ridla menjadi penghulu penghuni surga?’ Oleh karena itu saya tertawa seperti yang engkau lihat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Tsabit dari Anas ra. ia berkata: Rasulullah saw. menghampiri saya. Waktu itu saya sedang bermain dengan anak-anak. Beliau mengucapkan salam dan menyuruhku untuk sebuah keperluan. Sampai aku terlambat datang kepada ibu. Ketika saya datang, ibu bertanya: “Apakah yang menyebabkan kamu terlambat datang?” Saya menjawab: “Rasulullah saw. mengutus saya untuk suatu keperluan.” Ibu bertanya lagi: “Keperluan apa?” Saya menjawab: “Itu rahasia.” Ibu berkata: “Kalau begitu kamu jangan menceritakan rahasia Rasulullah saw. kepada siapapun.” Anas berkata: “Demi Allah, andaikan saya boleh beritahu rahasia itu kepada seseorang, pasti aku akan memberitahumu hai Tsabit.” (HR Muslim)

Marah karena Larangan Allah Dilanggar

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Dan siapa saja yang mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah baik baginya di sisi Rabb-nya.” (al-Hajj: 30)

Firman Allah: “Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr al-Badriy ra. ia berkata: ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw. dan berkata: “Saya terpaksa mundur dari jamaah Shubuh, karena si fulan memanjangkan bacaan shalatnya.” Saya belum pernah melihat Nabi saw. marah ketika memberi nasehat, melebihi saat itu. Beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya ada di antara kalian orang yang menjadikan dirinya dijauhi. Siapa saja di antara kalian yang menjadi imam, hendaklah memperpendek bacaan, karena di belakang ada orang tua, lemah, dan ada orang yang mempunyai keperluan lain.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Aisyah ia berkata: Rasulullah saw. datang dari berpergian, sedangkan di rumah saya terpasang tabir yang ada lukisannya. Setelah Rasulullah saw. melihatnya, berubahlah wajah beliau. Sambil menurunkan tabir, Nabi saw. bersabda: “Wahai ‘Aisyah, paling beratnya siksa Allah pada hari kiamat adalah bagi siapa yang menyamai ciptaan-Nya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: Orang-orang Quraisy sedang berunding tentang keadaan seorang perempuan yang harus dipotong tangannya karena mencuri. Mereka berkata: “Siapa yang harus menyampaikan masalah ini kepada Rasulullah saw.?” Mereka menjawab: “Tiada lain yang pantas selain Usamah bin Zaid kekasih Rasulullah saw.” Usamah pun menyampaikan hal itu kepada beliau, lalu beliau saw. bertanya: “Akankah kalian melindungi orang yang terkena salah satu hukuman dari Allah Ta’ala?” Beliau berdiri dan berpidato: “Sesungguhnya yang menyebabkan orang-orang sebelum kalian binasa, jika orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membiarkan. Tetapi bila yang mencuri orang lemah, mereka melaksanakan hukuman. Demi Allah seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. ia berkata: Nabi saw. melihat dahak di arah kiblat. Melihat itu beliau tidak senang, sehingga wajahnya berubah, lalu berdiri dan dibuang dengan tangannya seraya bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat, berarti dia sedang berbisik dengan Rabb-nya. Sedang Rabb berada di antara dia dan Kiblat. Oleh karena itu, jangan meludah ke arah kiblat, melainkan ke arah kiri atau ke bawah kaki.” Kemudian beliau mengambil ujung serbannya dan meludah disitu serta melipat-lipatnya seraya bersabda: “Atau lakukan seperti ini.” (HR Bukhari dan Muslim)

Menjauhi Fitnah Agama

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an –Hadits Allah berfirman: “Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya aku utusan Allah untuk memberi peringatan yang nyata.” (adz-Dzaariyaat) Dari Sa’ad bin Abu Waqqash ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang takwa, kaya, lagi pula suka merahasiakannya.” (HR Muslim) Dari Abu Sa’id al-Khudriy ra. ia berkata: Ada seseorang yang bertanya: “Wahai Rasulallah, siapakah manusia yang paling utama?” Beliau menjawab: “Orang Mukmin yang berjuang di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya.” Ia bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Seseorang yang menyendiri pada sebuah desa dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.” Dalam riwayat lain dikatakan: “Dengan tujuan untuk bertakwa kepada Allah dan manjauhi manusia karena kejahatannya.” (HR Bukhari dan Muslim) Dari Abu Sa’id al-Khudriy ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Hampir terjadi bahwa sebaik-baik harta seseorang muslim adalah kambing yang digembalakan di puncak gunung dan tempat-tempat menetesnya air, karena menjauhi fitnah-fitnah yang mengganggu agamanya.” (HR Bukhari) Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Apabila Allah mengutus seorang Nabi, pasti ia menggembala kambing.” Para shahabat bertanya: “Dan engkau?” Beliau menjawab: “Ya, dulu saya juga menggembala kambing dengan upah dari penduduk Makkah.” (HR Bukhari) Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Pertama, sebaik-baik kehidupan manusia adalah seseorang yang memegang kendali kudanya untuk berjuang di jalan Allah. Ia melompat ke punggung kuda setiap kali ia mendengar panggilan perang atau semacamnya, dengan lompatan itu, ia mencari musuh atau mati di tempat yang disangka ada musuh. Kedua, seseorang yang menggembala anak kambing di puncak salah satu gunung atau lembah salah satu jurang dengan mengerjakan shalat, menunaikan zakat dan senantiasa beribadah, sehingga sampai ajalnya. Ia tidak berhubungan dengan manusia sedikitpun kecuali dalam kebaikan.” (HR Muslim)

Nasehat (2)

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – hadits

Firman Allah: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (an-Nahl: 125)

Dari Abu Wail Syaqiq bin Salamah, ia berkata: Setiap hari Kamis, Ibnu Mas’ud ra. biasa memberi nasehat kepada kami. Waktu itu ada yang usul: “Wahai Abu Abdurrahman, saya lebih senang apabila kamu mau menasehati kami setiap hari.” Ibnu Mas’ud menjawab: “Sebenarnya saya bisa memberi nasehat setiap hari. Hanya saja, saya khawatir kalau kalian menjadi bosan. Saya sengaja membatasinya sebagaimana Rasulullah saw. melakukannya kepada kami. Beliau juga khawatir kalau kami merasa bosan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Yaqdhan Ammar bin Yasir ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya lamanya shalat seseorang dan singkatnya khutbah, membuktikan pandainya seseorang dalam masalah agama. Oleh karena itu, perpanjanglah shalat dan persingkatlah khutbah.” (HR Muslim)

Dari Mu’awiyah bin al-Hakam as-Salamiy ra. ia berkata: Ketika kami shalat bersama Rasulullah saw. tiba-tiba ada orang yang bersin, dan saya mengucapkan: “YarhamukallaaH (semoga Allah memberi rahmat kepadamu)” Spontan orang-orang membelalakkan matanya kepada saya, maka saya berkata: “Kenapa kalian memandangku seperti itu?” kemudian mereka menepukkan tangannya pada paha mereka. Ketika saya lihat, mereka bermaksud agar saya diam. Sayapun terpaksa diam. Ketika Rasulullah saw. selesai shalat –demi ayah dan bundaku- tidak pernah saya melihat seorang pendidik lebih baik daripada beliau, baik sebelum maupun sesudahnya. Demi Allah, beliau tidak membentak, memukul, maupun memaki saya, bahkan beliau bersabda: “Sesungguhnya di dalam shalat tidak boleh becakap-cakap dengan sesama manusia walaupun hanya sepatah kata. Sebab shalat itu membaca tasbih, takbir dan ayat-ayat al-Qur’an.” Hal itu sama dengan sabda Rasulullah saw. sewaktu saya berkata: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya baru saja saya melewati masa jahiliyah, dan sekarang Allah telah mendatangkan Islam. Sebenarnya masih ada di antara kami orang-orang yang masih suka mendatangi dukun. Bagaimana pendapatmu?” Beliau menjawab: “Kamu jangan mendatangi mereka.” Saya bertanya lagi: “Bagaimana pendapatmu jika di antara kami masih ada orang-orang yang suka meramal?” Beliau menjawab: “Itu hanya perasaan mereka. Oleh karena itu, jangan sampai kepercayaan mereka itu menghalangi perbuatan baik.” (HR Muslim)

Dari al-Irbadh bin Sariyah ra. ia berkata: “Rasulullah saw. pernah memberi nasehat yang dapat menggetarkan hati, dan dapat mencucurkan air mata.”

Hadits Mu’allaq

Ulumul Hadits; Ilmu Hadits; DR.Mahmud Thahan 1. Definisi. a. Menurut bahasa: merupakan isim maf’ul dari kata ‘alaqa yang berarti menggantungkan, mengaitkan sesuatu atau menjadikan sesuatu tergantung. Sanadnya dinamakan dengan mu’allaq karena kesinambungannya hanya di bagian atas saja, sementara di bagian bawahnya terputus. Jadilah seperti sesuatu yang tergantung pada atapnya. b. Menurut istilah: hadits yang pada bagian awal sanadnya dibuang, baik seorang rawi atau pun lebih secara berturut-turut. 2. Bentuk hadits mu’allaq a. Jika dibuang (dihilangkan) seluruh sanadnya, kemudian dikatakan –misalnya-: ‘Rasulullah saw. bersabda begini dan begini.” b. Bentuk lainnya adalah jika dibuang seluruh sanadnya kecuali sahabat, atau kecuali sahabat dan tabi’in. 3. Contoh hadits mu’allaq Hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dalam bagian pendahuluan topik mengenai paha: Dan berkata Abu Musa: “Nabi saw. telah menutup kedua lututnya tatkala Utsman masuk.” Ini hadits mu’allaq, karena Bukhari telah membuang seluruh sanadnya kecuali shahabat, yaitu Abu Musa al-Asy’ari. 4. Hukum hadits Mu’allaq Hadits mu’allaq hukumnya mardud (tertolak), karena hilangnya salah satu syarat diterimanya suatu hadits, yaitu sanadnya harus bersambung. Hadits mu’allaq adalah hadits yang dibuang (hilang) seorang rawi atau pun lebih dari sanadnya, sementara kita tidak mengetahui keadaan rawi yang dibuang tersebut. 5. Hukum hadits mu’allaq yang terdapat dalam kitab shahihain Hukum hadits mu’allaq yaitu mardud, berlaku bagi hadits ini secara mutlak. Namun jika dijumpai hadits mu’allaq di dalam kitab yang sudah dipastikan keshahihannya –seperti kitab shahihain- maka terdapat kekhususan hukum. Hal ini sudah disinggung dalam topik hadits shahih. Tidak masalah jika disebutkan lagi disini. a. Sesuatu yang disebut dengan sighat (bentuk kalimat) pasti (jazm): seperti kata qaala (telah berkata), dzakara (telah menyebutkan), haka (telah menceritakan); maka dalam hal ini hukumnya adalah shahih didasarkan pada mudlaf ilaiHi (yang menjadi sandarannya). b. Sesuatu yang disebut dengan sighat (bentuk kalimat) yang lemah (tamridl): seperti kata qiila (dikatakan), dzukira (disebutkan), hukiya (diceritakan); maka dalam hal ini tidak dapat dihukumi shahih berdasarkan mudlaf ilaiHi. Jadi bisa shahih, hasan atau punn dlaif. Meskipun tidak ada hadits wahn (sangat lemah) di dalam kitab yang dikenal dengan kitab shahih. Cara untuk mengetahui keshahihannya melalui kajian sanad dari hadits selainnya, yang hukumnya tergantung kepadanya.

Larangan Minta Jabatan

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Negeri akhirat itu, Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Qashash: 83)

Dari Abu Sa’id Abdurrahman bin Samurah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan. Apabila kamu diberi dan tidak memintanya, kamu akan mendapat pertolongan Allah dalam melaksanakannya. Dan jika kamu diberi jabatan karena memintanya, jabatan itu diserahkan sepenuhnya. Apabila kamu bersumpah terhadap suatu perbuatan, kemudian kamu melihat ada perbuatan lain yang lebih baik, maka kerjakanlah perbuatan yang lebih baik itu dan tebuslah sumpahmu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Dzar ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya aku melihatmu seorang yang lemah, dan aku mencinta kamu sebagaimana aku mencintai diriku. Janganlah kamu menjadi pejabat, walaupun terhadap dua orang, dan janganlah kamu mengelola harta anak yatim.” (HR Muslim)

Dari Abu Dzar ra. ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah saw.: “Mengapa engkau tidak memberi jabatan kepada saya?” Maka beliau menepuk bahu saya, kemudian bersabda: “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu seorang yang lemah, sedangkan jabatan adalah suatu kepercayaan, yang pada hari kiamat merupakan suatu kehinaan dan penyesalan. Kecuali bagi pejabat yang dapat memanfaatkan hak dan menunaikan kewajiban sebaik-baiknya.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kalian berambisi memegang suatu jabatan, tetapi pada hari kiamat jabatan itu menjadi penyesalan.” (HR Bukhari)

Allah berfirman: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (az-Zukhruf: 67)

Dari Abu Said dan Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Allah tidak mengutus seorang nabi dan khalifah yang menggantikannya, melainkan ada dua orang yang sangat dekat dengannya, yang satu menganjurkan agar selalu berbuat baik, dan yang lain menganjurkan untuk selalu berbuat kejahatan. Dan orang yang maksum adalah yang dijaga oleh Allah.” (HR Bukhari)

Dari Aisyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seorang penguasa, Allah menjadikan baginya pembantu yang jujur sebagai pembimbing ketika ia khilaf dan membantunya ketika ingat. Dan jika Allah menghendaki lain, Allah jadikan baginya pembantu yang jahat. Apabila penguasa itu lupa, ia tidak mengingatkannya dan apabila penguasa itu ingat, ia tidak mau membantunya.” (HR Abu Daud)

Dari Abu Musa al-Asy’ariy ra. ia berkata: Bersama dua orang saudara sepupu, saya mendatangi Rasulullah saw. kemudian salah satu di antara keduanya berkata: “Wahai Rasulallah, berilah kami jabatan pada sebagian dari yang telah Allah ‘Azza wa Jalla kuasakan terhadapmu.” Dan yang lain juga berkata begitu. Lalu beliau bersabda: “Demi Allah, aku tidak akan mengangkat pejabat karena memintanya, atau berambisi dengan jabatan itu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Pemimpin yang Adil

Riydhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an- Hadits

Firman Allah: “Dana rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (asy-Syu’raa’: 215)

Firman Allah: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (an-Nahl: 90)

Firman Allah: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (an-Nahl: 90)

Firman Allah: “Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil.” (al-Hujurat: 9)

Dari Ibnu Umra ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawaban. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarga, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemmpinannya. Istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengelola harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu, kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Ya’la Ma’qil bin Yasar ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Seorang hamba yang diberi Allah kepercayaan memimpin rakyatnya, dan dia mati dalam keadaan menipu rakyat, pasti Allah mengharamkan surga baginya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim dikatakan: “Seorang penguasa yang menguasai urusan umat Islam, sedang ia tidak memperhatikan dan memberi nasehat, pasti ia tidak akan masuk surga bersama mereka.”

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw, bersabda di rumahku ini: “Ya Allah, siapa saja yang diberi kekuasaan mengurusi umatku ini kemudian ia mempermudah mereka, maka mudahkanlah ia.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Dahulu Bani Israil selalu dibimbing oleh para Nabi. Setiap seorang nabi wafat, maka diganti oleh nabi yang lain. Tetapi tidak akan ada lagi nabi sesudahku, yang ada hanya khalifah, bahkan sangat banyak jumlahnya.” Para shahabat bertanya: “Apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab: “Tepatilah bai’at (janji setia)mu yang pertama kemudian berikan kepada mereka apa yang menjadi haknya. Dan mohonlah kepada Allah agar apa yang menjadi hakmu terpenuhi. Karena Allah akan meminta pertanggung jawaban mereka di dalam memimpin umat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Aid bin Amr ra. ketika ia masuk ke rumah Ubaidillah, ia berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sejahat-jahat pemimpin adalah pemimpin yang lalim. Oleh karena itu, jangan sampai kamu termasuk golongan mereka.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Maryam al-Azdiy ra, ia berkata kepada Mu’awiyah ra: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang diberi kekuasaan oleh Allah mengurusi umat Islam, sedang ia tidak memperhatikan kedukaan dan kemiskinan mereka, maka Allah tidak akan memperhatikan kepentingan, kedukaan dan kemiskinannya pada hari kiamat. Kemudian Mu’awiyah mengangkat seseorang untuk mengurusi segala kepentingan manusia.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: pemimpin yang adil, pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta’ala, seseorang yang hatinya senantiasa digantungkan (dipertautkan) dengan masjid, dua orang saling mencintai karena Allah yang keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang ketika dirayu oleh seorang wanita bangsawan yang cantik lalu ia menjawab: “Sesungguhnya saya takut kepada Allah.”, seseorang yang mengeluarkan sedekah sedang ia merahasiakannya sampai sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya. Dan seorang yang mengingat Allah di tempat sepi sampai meneteskan air mata.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah Amr bin al-Ash ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di sisi Allah laksana berada di atas mimbar yang terbuat dari cahaya. Mereka itu orang-orang yang berlaku adil dalam memberikan hukum kepada keluarga dan rakyat yang mereka kuasai (perintah).” (HR Muslim)

Dari Auf bin Malik ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Pemimpin yang bijaksana adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. Kalian selalu mendoakan atasnya dan ia selalu mendoakan kalian. Pemimpin yang terjahat adalah yang kalian benci dan membenci kalian, sedang kalian mengutuknya dan ia mengutuk kalian.” Kami bertanya: “Wahai Rasulallah, sebaiknya kita pecat saja mereka itu.” Beliau menjawab: “Jangan, selama ia masih mengerjakan shalat berjamaah dengan kalian.” (HR Muslim)

Dari iyadh bin Himar ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Penghuni surga itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu: Penguasa yang adil lagi disenangi, orang yang mengasihi lagi lembut kepada sanak keluarga dan setiap muslim, serta orang miskin yang menjaga kehormatan dirinya sedang ia mempunyai keluarga.” (HR Muslim)

Taat Kepada Pemimpin

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya dan uli amri di antara kamu.” (an-Nisaa’: 59)

Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Seorang muslim wajib mendengar dan taat terhadap perintah yang disukainya maupun yang tidak. Kecuali bila ia diperintah mengerjakan kemaksiatan, maka ia tidak wajib mendengar dan taat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dri Ibnu Umar ra. ia berkata: Ketika kami berbaiat (berjanji setia) kepada Rasulullah saw. untuk selalu mendengar dan taat, beliau bersabda kepada kami: “Sebatas kemampuanmu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang melepaskan diri dari ketaatan, pada hari kiamat ia akan bertemu Allah tanpa dapat mengajukan alasan. Dan siapa saja yang meninggal dunia sedang di lehernya tidak ada tanda baiat (janji setia) maka ia mati seperti pada jaman jahiliyah.” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan: “Siapa saja yang mati sedang ia memisahkan diri dari jamaah, sungguh ia telah mati seperti pada jaman jahiliyah.”

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Kamu harus selalu mendengar dan taat kepada penguasa, baik dalam hal yang sulit, menyenangkan, dan menjemukan. Walaupun ia tidak mempedulikan kamu.” (HR Muslim)

Dari Abdullah bin Umar ra. Ia berkata: Pernah kami bepergian bersama Rssulullah saw. lalu kami berhenti untuk membuat kemah. Di antara kami ada yang memperbaiki kemah dan ada yang bermain panah. Ada pula yang menggembala ternak yang kami kendarai. Tiba-tiba muadzin Rasulullah saw. berseru: “Mari kita shalat berjamaah.” Setelah menunaikan shalat, kami mendekat kepada Rasulullah saw. dan beliau bersabda: “Tidak nabi pun sebelum aku melainkan ia bekewajiban menunjukkan kebaikan, dan memperingatkan kejahatan kepada umatnya. Dan sesungguhnya bagi umat ini pada mulanya ditentukan keselamatan, tetapi pada akhirnya banyak cobaan dan hal-hal tidak diinginkan. Kemudian datanglah fitnah-fitnah yang sebelumnya dianggap ringan dibanding yang berikutnya. Pada saat fitnah itu datang, orang yang beriman berkata: ‘Inilah, inilah yang membinasakan aku.’ Maka siapa saja yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga, hendaklah meneguhkan keimanan kepada Allah dan hari akhir. Dan memperlakukan sesama manusia sebagaimana ia senang diperlakukan seperti itu. Siapa saja yang telah berbaiat (berjanji setia) kepada seorang penguasa, serta telah menumpahkan kepercayaannya, ia harus mentaatinya dengan sekuat tenaga. Apabila ada orang lain yang bermaksud merebut kekuasaannya, maka penggallah leher orang itu.” (HR Muslim)

Dari Abu Hunaidah Wail bin Hujr ra. ia berkata: Salamah bin Yazid al-Ju’fiy bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Nabi Allah, bagaimana pendapat anda seandainya pemimpin di antara kami menuntut hak kepada kami, tetapi tidak mau memenuhi hak kami. Apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau mengabaikan pertanyaan itu. Kemudian Salamah mengulanginya, maka Rasulullah bersabda: “Dengarkan dan taati mereka! Sesungguhnya mereka akan dimintai pertanggung jawaban atas kewajiban mereka, dan kamu juga akan dimintai pertanggung jawaban atas kewajibanmu.” (HR Muslim)

Dari Abdullah bin Mas’ud ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sepeninggalanku akan muncul orang yang mementingkan diri sendiri dan hal-hal yang kamu anggap munkar.” Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan untuk kami?” Beliau menjawab: “Kamu harus menunaikan kewajibanmu dan mohonlah kepada Allah atas apa yang menjadi hakmu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang taat kepadaku, ia telah taat kepada Allah, dan siapa saja yang durhaka kepadaku, ia telah durhaka kepada Allah. Siapa saja yang taat kepada pemimpinnya, ia telah taat kepadaku, dan siapa saja yang durhaka kepada pimpinannya, ia telah durhaka kepadaku.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang benci terhadap tindakan penguasanya, hendaklah ia sabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan raja (membelot) walau hanya sejengkal, ia akan mati seperti mati pada zaman jahiliyah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Bakrah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang menghina penguasanya, Allah akan menghinakan dirinya.” (HR Tirmidzi)

Doa untuk Orang Sakit

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits Bukhari-Muslim

Dari ‘Aisyah ra. Bahwasannya apabila ada orang yang datang mengeluh sakit atau terluka kepada Nabi saw. maka Nabi saw. bersabda: “Dengan telunjuknya berbuatlah demikian.” Sofyan bin Uyainah perawi hadits ini meletakkan jari telunjuknya ke tanah dan diludahi sedikit, kemudian diusapkan ke tempat yang sakit, sambil berdoa: bismillaaHi turbatu ardlinaa biriiqati ba’dlinaa yusyqaa biHii saqiimunaa bi-idzni rabbinaa (dengan nama Allah, dengan tanah kami ludahi sebagian tanah kami, semoga disembuhkan orang yang sakit ini atas izin Tuhan kami). (HR Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Aisyah ra. Bahwasannya Nabi saw. menjenguk salah seorang keluarganya dengan mengusap tangannya seraya berdoa: AllaaHumma rabbannaasi adzHibil ba’sa isyfi antasy syaafii, laa syifaa-a illaa syifaa-uka syifaa-an laa yughaadiru saqamaa (wahai Allah Tuhan semua manusia, hilangkanlah penyakit, sembuhkanlah karena hanya Engkaulah yang dapat menyembuhkan, tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak dihinggapi penyakit lagi). (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. bahwasannya ia berkata kepada Tsabit ra.: “Bolehkah saya menjampi kamu seperti jampi Rasulullah saw.?” Tsabit berkata: “Silakan.” Anas mengucapkan: “AllaaHumma rabbannaasi mudzHibil ba’sa isyfi antasy syaafii, laa syaafiya illaa anta, syifaa-an laa yughaadiru saqamaa (wahai Allah Tuhan semua manusia, hilangkanlah penyakit, sembuhkanlah karena hanya Engkaulah yang dapat menyembuhkan, tiada yang menyembuhan kecuali Engkau, kesembuhan yang tidak dihinggapi penyakit lagi). (HR Bukhari)

Dari Abu Sa’id bin Abu Waqqash ra. ia berkata: Rasulullah saw. menjenguk saya, kemudian berdoa: “AllaaHummasy-fi sa’dan allaaHummasy-fi sa’dan (Wahai Allah, sembuhkanlah Sa’ad, tiga kali).” (HR Muslim)

Dari Abu Abdillah Utsman bin Abul Ash ra. bahwasannya ia pernah mengeluh kepada Rasulullah saw. tentang penyakit yang menimpa badannya, kemudian Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Letakkanlah tanganmu pada tempat yang sakit, dan bacalah: bismillaaH, tiga kali, lalu bacalah: a-‘uudzu bi’izzatillaaHi wa qudratiHi min syarri maa ajidu wa uhaadziru (Saya berlindung diri kepada kemuliaan Allah dan kekuasaan-Nya dari penyakit yang saya derita dan saya khawatir) tujuh kali.” (HR Muslim)

Dari Ibnu ‘Abbas ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Barangsiapa yang menjenguk orang sakit yang belum datang saat kematiannyaa kemudian ia membacakan doa ini sebanyak tujuh kali niscaya Allah menyembuhkan penyakitnya.” Doa yang dimaksud adalah: as-alullaaHal ‘adhiima rabbal ‘arsyil ‘adhiim ay yasy-fiyaka, tujuh kali (saya memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan yang mempunyai ‘arsy yang besar, semoga Allah memberikan kesembuhan kepada kamu)” (HR Abu Dawud dan Turmudzi)

Dari Ibnu ‘Abbas ra. bahwasannya Nabi saw. datang kepada seorang Badui untuk menjenguknya. Ketika ada orang masuk menjenguknya, beliau bersabda: “Tidak apa-apa, mudah-mudahan penyakit ini menjadi pencuci dosa; insya AllaH.” (HR Bukhari)

Dari Abu Sa’id al-Khudriy ra. bahwasannya malaikat Jibril datang kepada Nabi saw. dan berkata: “Wahai Muhammad, engkau sakit?” Beliau menjawab: “Ya.” Jibril berdoa: “BismillaaHi arqiika min kulli syai-in yu’dziika, min syarri kulli nafsin au ‘aini haasidin allaaHu yasyfiika bismillaaHi arqiika (Dengan nama Allah, saya menjampikan engkau dari segala sesuatu yang menyakitkan engkau, dan dari setiap jiwa atau mata yang merasa dengki; semoga Allah menyembuhkan penyakitmu, dengan nama Allah saya menjampikan engkau).” (HR Muslim)

Dari Abu Sa’id al-Khudriy dan Abu Hurairah ra. bahwasannya keduannya menyaksikan Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan: laa ilaaHa illallaaHu akbaru, maka Tuhan membenarkan ucapannya itu serta berfirman: laa ilaaHa illaa ana wa ana akbar. Apabila ia mengucapkan: laa ilaaHa illallaaHu wahdaHu laa syariikalaHu, maka Tuhan berfirman: laa ilaaHa illaa ana wahdii laa syariika lii. Apabila ia mengucapkan: laa ilaaHa illallaaHu wahdaHu laHul mulku wa laHul hamdu, maka Tuhan berfirman: laa ilaaHa illaa ana liyal hamdu. Apabila ia mengucapkan: laa ilaaHa illallaaHu walaa haula walaa quwwata illaa billaaH, maka Tuhan berfirman: laa ilaaHa illaa ana walaa haula walaa quwwata illaa bii.” Dan Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan kalimat-kalimat tersebut pada waktu sakit kemudian ia mati dalam sakitnya itu, maka ia tidak akan termakan oleh api neraka.” (HR Turmudzi)

Dari Ibnu Abbas ra. bahwasannya Ali bin Abi Thalib ra. keluar dari rumah Rasulullah saw. pada waktu beliau sakit menjelang meninggal, kemudian para shahabat bertanya: “Wahai Abul Hasan, bagaimana keadaan Rasulullah saw. pagi ini?” Ali menjawab: “Alhamdu lillaaHi, pagi ini agak baik.” (HR Bukhari)

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: Saya mendengar Nabi saw. yang sedang menyandarkan badannya kepadaku berdoa: AllaaHummaghfirlii war hamnii wa alhiqnii bir rafiiqil a’laa (Ya Allah, ampunilah dosaku, dan kasihanilah aku, serta temukanlah aku dengan Dzat Yang Maha Luhur).” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: Saya melihat Rasulullah saw. pada waktu beliau hampir wafat, dimana disitu ada sebuah gelas yang berisi air. Beliau memasukkan tangannya ke dalam gelas itu kemudian mengusap mukanya dengan air serta berdoa: AllaaHumma a-‘innii ‘alaa ghamaraatil mauti wa sakaraatil mauti (Ya Allah, bantulah saya di dalam menghadapi beratnya maut dan kesukaran sakaratul maut).” (HR Turmudzi)

Dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata: Saya masuk rumah Nabi saw. dimana beliau sedang dalam keadaan sakit panas. Kemudian saya memegang beliau dan berkata: “Sesungguhnya tubuh engkau panas sekali.” Beliau menjawab: “Memang, aku menderita panas dua kali lipat dengan orang-orang seperti kamu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Turut Bergembira

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.” (az-Zummar: 17-18)

Firman Allah: “Tuhan telah menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridlaan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya surga yang kekal.” (at-Taubah: 21)

Firman Allah: “Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu.” (Fushshilat: 30)

Firman Allah: “Maka kami berikan kabar kepada Ibrahim dengan datangnya seorang anak yang amat sabar (Ismail)” (ash-Shaffat: 101)

Firman Allah: “Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira.” (Huud: 69)

Firman Allah: “Dan istrinya berdiri (di sampingnya) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’qub.” (Huud: 71)

“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi Termasuk keturunan orang-orang saleh.” (Ali Imraan: 39)

“(ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat[195] (yang datang) daripada-Nya, namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),” (Ali Imraan: 45)

Dari Abu Ibrahim (Abu Muhammad/ Abu Mu’awiyah Abdullah bin Abu Aufa)ra. ia berkata: Rasulullah saw. menyampaikan berita gembira kepada Khadijah, yaitu rumah yang terbuat dari mutiara di surga. Di dalamnya tidak ada keributan dan kesukaran.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Musa al-Asy’ari ra. ia berkata: Suatu hari saya berwudlu di rumah, kemudian saya pergi dan berkata dalam hati: “Hari ini saya akan selalu mendampingi dan menyertai Rasulullah saw.” ia terus ke masjid dan menanyakan Rasulullah saw. Para shahabat menjawab: “Beliau ada di sana.” Abu Musa menuju ke arah yang ditunjukkan itu dan mencari-cari beliau sehingga menuju ke sumur Aris.

Sesampainya saya duduk di depan pintu menunggu sampai Rasulullah selesai hajat dan berwudlu. Setelah itu saya mendekati beliau, yang sedang duduk di tepi sumur dan menurunkan kedua kakinya ke sumur. Kemudian saya memberi salam kepada beliau, dan kembali ke depan pintu. Saya berkata dalam hati: “Hari ini saya benar-benar menjaga pintu Rasulullah saw.” kemudian Abu Bakar ra. datang dan mengetuk pintu, saya bertanya: “Siapa ini?” Ia menjawab: “Abu Bakar.” Saya berkata: “Tunggu sebentar.” Saya mendatangi Rasulullah saw. dan berkata: “Wahai Rasulullah, Abu Bakar minta izin untuk masuk.”

Beliau bersabda: “Izinkan dia untuk masuk dan gembirakanlah dengan surga.” Maka saya menyambut Abu Bakar dan berkata: “Silakan masuk. Rasulullah saw. menggembirakan engkau dengan surga.” Abu Bakar pun masuk dan duduk di sebelah kanan Nabi saw. sambil menurunkan kedua kakinya ke sumur sebagaimana yang diperbuat Rasulullah saw. Kemudian saya kembali ke pintu dan duduk sambil mengingat saudaraku yang sedang berwudlu dan akan menyusul saya. Saya berkata dalam hati: “Seandainya Allah menghendaki kebaikan kepada Fulan, maka Allah juga menghendaki kebaikan kepada saudaranya, mudah-mudahan ia akan datang kemari.”

Tiba-tiba ada seorang yang menggerakkan pintu, maka saya bertanya: “Siapa itu?” Ia menjawab: “Umar bin Khaththab.” Saya menyuruhnya menunggu. Saya mendatangi Rasulullah saw. setelah mengucapkan salam, saya berkata: “Umar minta izin untuk masuk.” Beliau bersabda: “Izinkan dia masuk dan gembirakanlah dia dengan surga.” Maka saya menyambut Umar dan berkata: “Silakan masuk. Rasulullah saw. menggembirakan engkau dengan surga.” Umar pun masuk dan duduk di sebelah kiri Rasulullah di tepi sumur, serta menurunkan kedua kakinya ke sumur.

Kemudian saya kembali ke pintu dan duduk sambil berkata dalam hati: “Seandainya Allah menghendaki kebaikan kepada si Fulan, maka Allah juga menggerakkan hati saudaranya untuk datang kemari.” Tiba-tiba datanglah seseorang dan menggerakkan pintu. Saya bertanya: “Siapa ini?” Ia menjawab: “Utsman bin Affan.” Saya menyuruhnya untuk menunggu. Saya mendatangi Nabi saw. dan memberitahu, bahwa Utsman minta izin untuk masuk. Maka beliau bersabda: “Izinkan dia masuk dan gembirakanlah ia dengan surga, tetapi ia nanti akan terkena musibah.”

Maka saya menyambut Utsman dan berkata: “Silakan masuk. Rasulullah saw. menggembirakan engkau dengan surga, tetapi nanti engkau akan tertimpa suatu musibah.” Utman pun masuk, tetapi tepi sumur sudah penuh. Sehingga ia duduk di depan mereka sebelah kiri.” Sa’id bin al-Musayyab berkata: “Saya menakwilkannya (tempat duduk mereka) dengan kuburan mereka.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain ditambahkan: “Rasulullah saw. menyuruh saya untuk menjaga pintu. Ketika berita itu disampaikan kepada Utsman, ia memuji Allah dan berkata: “Hanya Allah-lah yang dapat dimintai pertolongan.”

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah saw. bersama dengan Abu Bakar,Umar ra. dan shahabat-shahabat yang lain, tiba-tiba Rasulullah saw. berdiri dan meninggalkan kami. Kami menunggu beliau, tetapi tak kunjung kembali.

Kami khawatir dan cemas kalau-kalau ada sesuatu yang menimpa pada diri beliau, maka kami semua berdiri dan sayalah orang pertama yang merasa cemas. Kemudian saya keluar mencari Rasulullah saw. Ketika sampai pada pagar tembok seorang shahabat Anshar dari bani Najjar, saya mencari-cari pintu tetapi tidak menemukannya, hanya ada sebuah parit yang masuk ke balik tembok yang menghubungkan dengan sumur yang berada di luar.

Saya menerobosnya, sehingga dapat masuk dan menjumpai Rasulullah saw. kemudian beliau bersabda: “Wahai Abu Hurairah.” Saya menjawab: “Ya, wahai Rasulullah saw.” Beliau bertanya: “Ada apa?” Saya menjawab: “Tadi engkau berada di tengah-tengah kami kemudian engkau berdiri dan meninggalkan kami. Kami khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang menimpamu. Kami semua merasa cemas. Oleh karena itu, saya datang ke pagar tembok ini dan menerobosnya seperti kijang. Sesungguhnya di balik tembok ini banyak orang yang menunggu.” Beliau bersabda: “Wahai Abu Hurairah,” sambil memberikan kedua sendalnya kepadaku, “Pergilah dengan membawa kedua sendalku ini. Siapa saja yang kamu jumpai di balik tembok ini yang bersaksi dengan sepenuh hati, bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, maka gembirakanlah dengan surga….” (HR Muslim)

Dari Abu Syumasah ia berkata: Menjelang wafatnya Amr bin al-Ash ra. kami mengunjunginya. Waktu itu ia sendang menangis tersedu-sedu dan memalingkan mukanya ke arah dinding. Sehingga puternya berkata: “Wahai ayahku, bukankah Rasulullah saw. pernah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan ini, bukankah Rasulullah saw. pernah menyampaikan kabar gembira dengan itu?”

Kemudian Amr memandang anaknya dan berkata: “Sesungguhnya sebaik-baik yang kami persiapkan adalah suatu persaksian, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Saya telah mengalami tiga zaman. Pertama saya pernah membenci Rasulullah saw. Barangkali tidak ada seorang pun yang membencinya selain aku. Waktu itu tidak ada yang aku inginkan kecuali membunuh beliau. Seandainya saya meninggal waktu itu, aku pasti termasuk ahli neraka. kedua ketika Allah memasukkan Islam di hatiku, kemudian saya mendatangi Nabi saw. dan berkata: “Ulurkanlah tangan kananmu, karena saya akan berbai’at (berjanji setia) kepadamu.”

Setelah beliau mengulurkan tangannya, saya menariknya. Beliau bertanya: “Ada apa wahai Amr?” Saya menjawab: “Saya ingin mengajukan syarat.” Beliau bertanya: “Syarat apakah yang kamu maksud?” “Saya menginginkan diampuni dosa saya.” Beliau bersabda: “Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa Islam itu mengampuni dosa-dosa sebelumnya. Hijrah itu mengampuni dosa-dosa sebelumnya, demikian pula dengan haji, juga menghapus dosa-dosa sebelumnya.”

Pada waktu itu tidak ada seorangpun yang saya cintai melebihi cinta saya kepada Rasulullah saw. dan tidak ada seorangpun yang lebih mulia di hadapan saya melebihi beliau, sehingga saya tidak mampu untuk memandang beliau dengan kedua mata, karena saya sangat mengagungkannya. Sekiranya saya diminta untuk menerangkan sifat-sifat beliau, niscaya saya tidak mampu untuk menerangkannya, karena saya tidak memandang beliau dengan kedua mata saya. Seandainya waktu itu meninggal, niscaya besarlah harapan saya termasuk ahli surga.

Ketiga, ketika memegang beberapa jabatan, saya sendiri tidak tahu bagaimana sebenarnya keadaan diri saya. Oleh karena itu, apabila saya meninggal janganlah diiringi dengan tangisan dan api. Apabila kamu mengubur saya, maka cepat-cepat timbunilah dengan tanah, kemudian berdirilah kalian di sekitar kuburku kira-kira selama tukang jagal menyembelih dan membagi-bagikan dagingnya, sehingga saya merasa senang dengan adanya kalian, sambil saya berfikir apa yang harus saya jawabkan kepada utusan Tuhanku.” (HR Muslim)

Saling Mendoakan Ketika Berpisah

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Allah berfirman: “Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (al-Baqarah: 132-133)

Hadits Zaid bin Arqam ra. (ini juga sudah disebutkan pada bab Memuliakan keluarga Rasulullah saw.) ia berkata: Rasulullah saw. berdiri di tengah-tengah kami untuk menyampaikan khutbah. Setelah memuji dan menyanjung Allah serta memberi nasehat dan peringatan, beliau bersabda: “Oleh karena itu, ingatlah wahai sekalian manusia. Sesungguhnya aku adalah manusia biasa, barangkali utusan Tuhanku datang dan aku harus menyambutnya. Aku tinggalkan dua hal yang berat kepada kalian. Pertama Kitabullah (al-Qur’an) yang di dalamnya penuh dengan petunjuk dan cahaya, maka pergunakanlah dan pegang teguh al-Qur’an.” Beliau sangat menganjurkan dan mendorong agar kita selalu berpegang teguh pada al-Kitab (al-Qur’an). Beliau bersabda lagi: “Dan ahli bait (keluargaku) aku peringatkan kalian dengan nama Allah tentang ahli baitku.” (HR Muslim)

Dari Abu Sulaiman Malik bin al-Huwairits ra. ia berkata: Kami dan beberapa pemuda tinggal di tempat Rasulullah saw. selama dua puluh hari. Rasulullah saw. seorang yang sangat penyayang dan lembut hati. Beliau menyangka bahwa kami sudah rindu kepada keluarga kami, maka beliau menanyakan tentang keluarga yang kami tinggalkan dan kami pun memberitahukannya. Beliau bersabda: “Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah di tengah-tengah mereka, serta ajarkan dan suruhlah mereka untuk mengerjakan shalat. Shalatlah kalian waktu ini dan waktu ini. Apabila waktu shalat telah tiba, hendaklah di antara kalian mengumandangkan adzan dan orang tertua di antara kalian hendaklah menjadi imam.” Di dalam riawayat Bukhari terdapat tambahan: “Dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat cara shalatku.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Umar bin Kaththab ra.ia berkata: Saya minta izin kepada Nabi saw. untuk melakukan umrah. Kemudian beliau memberi izin kepadaku dan berpesan: “Wahai saudaraku, jangan lupakan kami dari doamu.” Umar berkata: “Kalimat itu, bagi saya lebih membahagiakan daripada mendapat kekayaan dunia.” Dalam riwayat lain dikatakan: “Wahai saudaraku, sertakanlah kami dalam doamu.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dari Salim bin Abdullah bin Umar ra. ia berkata: “Abdullah bin Umar ra. apabila bertemu dengan orang yang akan bepergian ia berkata: “Mendekatlah kepadaku, aku akan menitipkan kepadamu, sebagaimana Rasulullah saw. selalu menitipkan kepada kami, kemudian berkata kepadanya: “Aku menitipkan kepada Allah, agamamu, amanahmu dan penghabisan amalmu.” (HR Tirmidzi)

Dari Abdullah bin Yazin al-Khathmiy ash-Shahabiy ra. ia berkata: “Apabila Nabi saw. melepas suatu pasukan, beliau bersabda: “Aku menitipkan kepada Allah agamamu, amanahmu dan penghabisan amalmu.” (HR Abu Daud)

Dari Anas ra. ia berkata: Ada seseorang datang kepada Nabi saw. dan berkata: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya saya akan bepergian. Oleh karena itu berilah saya bekal.” Beliau bersabda: “Semoga Allah membekalimu dengan takwa.” Ia berkata lagi: “Tambahlah bekal itu.” Beliau bersabda: “Semoga Allah mengampuni dosamu.” Ia berkata lagi: “Tambahlah bekal itu.” Beliau bersabda: “Semoga Allah memudahkan kebaikan bagimu di manapun kamu berada.” (HR Tirmidzi)

Adab Berpakaian (2)

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (al-A’raaf: 26)

Firman Allah: “Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan.” (an-Nahl: 81)

Dari Ibnu ‘Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Pakailah pakaian berwarna putih. Karena itu adalah sebaik-baik pakaian. Dan kafanilah orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan kain putih.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dari Samurah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Pakailah pakaian berwarna putih. Karena pakaian putih adalah pakaian yang paling suci dan baik. Dan kafanilah orang yang meninggal di antara kalian dengan pakaian putih.” (HR an-Nasa’i dan al-Hakim)

Dari al-Barra bin Azib ra. ia berkata: “Tubuh Rasulullah saw. berukuran sedang. Saya pernah melihat beliau mengenakan kain merah, dan belum pernah melihat orang yang lebih tampan dari beliau.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Juhaifah Wahab bin Abdullah ra. ia berkata: “Saya melihat Nabi saw. di Makkah. Beliau berada di Abthah dalam sebuah tenda berwarna merah terbuat dari kulit. Kemudian keluar membasahi diri dan ada yang hanya mengambil sedikit dari air wudlu itu. Nabi saw. keluar dengan pakaian warna merah, terlihat putih betisnya. Beliau berwudlu, dan Bilal beradzan, saya pun memperhatikan mulutnya yang ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan: “hayya ‘alash shalaaH,” menoleh ke kanan, dan bila mengucapkan: “hayya ‘alal falaah,” menoleh ke kiri. Kemudian ditancapkan tongkat di depan Nabi saw. dan beliau melaksanakan shalat. Dan tiada anjing atau keledai lewat di depannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Rimtsah Rifaah at-Taimiy ra. ia berkata: “Saya pernah melihat Rasulullah saw. memakai dua baju yang hijau.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dari Jabir, ia berkata: “Ketika Rasulullah saw. memasuki kota Makkah pada hari penaklukannya, beliau memakai sorban hitam.” (HR Muslim)

Dari Abu Said Amr Huraits ra. ia berkata: “Seakan-akan saya masih melihat Rasulullah saw. memakai sorban hitam yang ujungnya dilepas antara dua bahunya.” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan: “Rasulullah saw. berkhutbah mengenakan sorban hitam.”

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: “Rasulullah saw. dikafani dengan tiga lembar kain putih dan kapas buatan Sahul, tanpa baju qamis dan sorban.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: “Suatu pagi Rasulullah saw. keluar menggunakan pakaian yang bergambar kendaraan terbuat dari bulu hitam.” (HR Muslim)

Dari al-Mughirah bin Syu’bah ra. ia berkata: Suatu malam ketika saya berada dalam perjalanan bersama Rasulullah saw. beliau bertanya: “Apakah kamu membawa air?” Saya menjawab: “Ya.” Kemudian beliau turun dari kendaraannya dan berjalan dalam kegelapan malam sampai tak terlihat. Beliau datang dan saya telah persiapkan air pada tempatnya. Kemudian beliau membasuh muka, sedang beliau mengenakan jubah dari wol. Beliau terlihat susah sekali mengeluarkan kedua lengannya, hingga saya membantu mengeluarkan dari bawah, kemudian beliau membasuh kedua lengan dan mengusap kepalanya. Sesudah itu saya bermaksud melepas kedua sepatunya, tetapi beliau bersabda: “Biarkan, tidak usah dilepas karena saya memakainya dalam keadaan suci.” Beliau mengusap kedua sepatunya. (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ummu Salamah ra. ia berkata: “Pakaian yang paling disukai Rasulullah saw. adalah qamis [kemeja panjang].” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Sunnah Mendahulukan yang Kanan

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an- Hadits

Mendahulukan anggota badan bagian kanan dalam segala perbuatan hukumnya sunah. Seperti wudlu, mandi, tayamum, memakai sendal, memakai sepatu, memakai celana, masuk masjid, bersuci dan lain-lain hendaknya mendahulukan anggota badan bagian kanan. Sedangkan yang berlawanan dengan itu: masuk kamar kecil, keluar masjid, melepas pakaian dan lain-lain disunahkan mendahulukan anggota badan sebelah kiri.

Allah berfirman: “Adapun orang-orang yang diberi kitab dari sebelah kanannya, maka ia berkata: Ambillah, bacalah kitabku [ini].” (al-Haqqah: 19)

Allah berfirman: “Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu, dan golongan kiri alangkah sengsaranya golongan kiri itu.” (al-Waqi’ah: 8-9)

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: “Rasulullah saw. selalu mendahulukan anggota tubuh sebelah kanan dalam segala hal. Seperti bersuci, bersisir dan memakai sendal.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: “Tangan kanan Rasulullah saw. digunakan untuk bersuci dan makan, sedangkan kirinya untuk istinja’ dan segala hal yang kotor.” (HR Abu Daud)

Dari Ummu Athiyah ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda kepada para wanita yang memandikan putrinya (Zainab ra.): “Dahulukan anggota tubuh sebelah kanan, dan anggota-anggota wudlunya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian memakai sendal, dahulukan kaki kanan, dan apabila melepas dahulukan kaki kiri. Anggota sebelah kanan lebih didahulukan, dan dilepasnya belakangan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Hafshah ra. ia berkata: “Rasulullah saw. mempergunakan tangan kanan untuk makan, minum, dan memakai pakaian. Dan mempergunakan tangan kiri untuk selain itu.” (HR Abu Daud)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kalian memakai pakaian, dan berwudlu, maka dahulukan anggota-anggota tubuh sebelah kanan.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dari Anas ra. ia berkata: Ketika Rasulullah saw. sampai di Mina dan melempar jumrah, kemudian beliau kembali ke rumahnya, dan menyembelih kurban. Lantas berkata kepada tukang cukur: “Cukurlah ini.” Sambil menunjuk ke kepala sebelah kanan, lalu sebelah kiri. Kemudian membagi-bagikan rambutnya kepada para shahabat. (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan: Ketika beliau telah melempar jumrah dan menyembelih ternak untuk kurban, beliau memberikan kepala sebelah kanannya kepada tukang cukur untuk dicukur. Kemudian beliau memanggil Abu Thalhah al-Anshariy ra. dan memberikan rambut itu kepadanya. Setelah itu beliau menyerahkan kepala sebelah kirinya dan bersabda: “Cukurlah ini.” Maka dicukurlah rambut sebelah kiri, kemudian beliau memberikan rambutnya kepada Abu Thalhah dan bersabda: “Bagi-bagikanlah rambut ini kepada para shahabat yang lain.”

Sunnah / Adab Ketika Makan

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. tidak pernah mencela makanan. Apabila beliau menyukainya, beliau memakannya dan apabila tidak menyenanginya maka meninggalkan makanan itu. (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Jabir ra. ia berkata: Nabi saw. pernah menanyakan lauk kepada keluarganya, kemudian mereka menjawab: “Kami tidak mempunyai apa-apa selain cuka.” Maka beliau meminta cuka itu, dan makan berlauk cuka, seraya bersabda: “Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian diundang, hendaklah ia menghadirinya. Jika ia sedang berpuasa hendaklah ia mendoakan, dan jika tidak berpuasa hendaklah ia makan.” (HR Muslim)

Dari Abu Mas’ud al-Badriy ra. ia berkata: Ada seseorang mengundang Nabi saw. untuk jamuan makan yang disiapkan bagi lima orang, kemudian ada seseorang mengikuti mereka. Ketika sampai di muka pintu, Nabi saw. menjelaskan kepada orang yang mengundangnya: “Sesungguhnya orang ini mengikuti kami, maka terserah kamu. Apabila kamu suka, izinkanlah orang ini, apabila tidak biarlah orang ini pulang.” Orang mengundang itu berkata: “Wahai Rasulullah, saya mengizinkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Umar bin Abu Salamah ra. ia berkata: Waktu kecil, saya diasuh oleh Rasulullah saw. dan pernah mengulurkan tangan untuk mengambil makanan yang terletak di piring, kemudian beliau bersabda kepada saya: “Wahai anak muda, sebutlah nama Allah Ta’ala serta makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Salamah bin al-Akwa ra. ia berkata: Ada seseorang makan di hadapan Rasulullah saw. dengan menggunakan tangan kirinya, kemudian beliau bersabda: “Makanlah dengan tangan kananmu.” Ia menjawab: “Saya tidak bisa.” Beliau bersabda: “Kamu tidak bisa karena kesombonganmu.” Setelah itu orang tersebut tidak bisa mengangkat tangannya ke mulut. (HR Muslim)

Dari Jabalah bin Suhaim, ia berkata: Kali tertentu kami bersama dengan Ibnu Zubair mengalami masa paceklik. Tiba-tiba kami mendapatkan rizky kurma. Waktu Abdullah bin Umar ra. lewat, ia mendapati kami sedang makan kurma. Kemudian ia berkata: “Janganlah kalian makan dua butir atau lebih sekaligus. Sesungguhnya Nabi saw. melarang untuk makan dua butir kurma atau lebih sekaligus.” Kemudian ia berkata lagi: “Kecuali orang itu minta izin kepada kawannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Wahsyiy bin Harb ra. ia berkata: Para shahabat berkata: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya kami sudah makan, tetapi belum kenyang.” Beliau bersabda: “Mungkin kalian makan sendiri-sendiri.” Mereka menjawab: “Benar.” Beliau bersabda lagi: “Berkumpullah kalian kalau makan, dan sebutlah nama Allah Ta’ala. Niscaya kalian mendapat berkah dalam makanan itu.” (HR Abu Daud)

Dari Ibnu Abbas ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Berkah itu turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari pinggir, janganlah memulai dari tengahnya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Dari Abdullah bin Busrin ra. ia berkata: Nabi saw. mempunyai bejana besar, yang disebut al-Gharra’ yang biasanya diangkat oleh empat orang. Suatu saat ketika para shahabat selesai shalat Dluha, diangkatlah bejana besar itu, yang di dalamnya penuh makanan. Para shahabat berkerumun di sekeliling bejana itu. Ketika sudah banyak, Rasulullah saw. duduk bersila. Kemudian ada seorang Badui bertanya: “Ada selamatan apa ini?” Rasulullah saw. menjawab: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai hamba yang bermurah hati, dan Dia tidak menjadikan aku sebagai hamba yang sombong dan kejam.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda: “Makanlah dari pinggirnya, dan biarkan tengahnya, niscaya kamu diberi berkah.” (HR Abu Daud)

Dari Abu Juhaifah Wahab bin Abdullah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Aku tidak pernah makan dengan bersandar.” (HR Bukhari)

Dari Anas ra. ia berkata: “Saya melihat Rasulullah saw. duduk dengan lutut berlekuk sambil makan kurma.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian makan, janganlah ia mengusap jari-jarinya sebelum membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ka’ab bin Malik ra. ia berkata: “Saya melihat Rasulullah saw. makan dengan tiga jari. Setelah selesai, beliau menjilati sisa-sisa makanan yang menempel pada jari-jarinya.” (HR Muslim)

Dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. menyuruh agar membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel pada jari-jari tangan dan piring. Beliau bersabda: “Sesungguhnya kalian tidak tahu pada bagian mana makanan itu mengandung berkah.” (HR Muslim)

Dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila suapan salah seorang di antara kalian terjatuh, maka ambillah dan bersihkanlah kotorannya, kemudian makanlah. Jangan biarkan setan memakannya. Dan janganlah mengusap tangan dengan sapu tangan, sebelum ia membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel pada jari-jarinya. Sesungguhnya ia tidak mengetahui pada bagian mana berkahnya makanan itu.” (HR Muslim)

Dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya setan selalu mengikuti setiap perbuatan seseorang. Bahkan sewaktu makanpun, setan mengikutinya. Apabila suapan salah seorang di antara kalian terjatuh, hendaklah ia mengambil dan membersihkan kotoran yang melekat, kemudian memakannya. Dan jangan biarkan dimakan oleh setan. Apabila selesai makan hendaklah ia membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel pada jari-jarinya. Sesungguhnya ia tidak tahu pada bagian mana makanan itu mengandung berkah.” (HR Muslim)

Dari Anas ra. ia berkata: Apabila Rasulullah saw. makan, beliau membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel pada ketiga jarinya. Beliau bersabda: “Apabila suapan salah seorang di antara kalian terjatuh, hendaklah ia membersihkan dan memakannya. Jangan biarkan makanan itu dimakan oleh setan.” Beliau juga menyuruh kami membersihkan sisa-sisa makanan yang berada di piring: “Sesungguhnya kalian tidak tahu pada bagian mana dari makananmu yang mengandung berkah.” (HR Muslim)

Dari Sa’id bin Harits, ia bertanya kepada Jabir ra. tentang wudlu sehabis makan makanan yang dipanggang. Jabir menjawab: “Tidak wajib berwudlu. Pada zaman Nabi saw. kami jarang sekali mendapatkan makanan semacam itu. Apabila mendapatkannya, tidak ada di antara kami yang mempunyai sapu tangan untuk membersihkan tangan, dan kami mengusap-usapkannya ke telapak tangan, betis atau telapak kaki, kemudian langsung shalat tanpa berwudlu lebih dulu.” (HR Bukhari)

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Makanan dua orang cukup untuk tiga orang, dan makanan tiga orang cukup untuk empat orang.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari jabir ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Makanan satu orang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk empat orang, dan makanan empat orang cukup untuk delapan orang.” (HR Muslim)

Keutamaan Membaca Al-Qur’an

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits

Dari Abu Umamah ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Bacalah al-Qur’an. Karena sesungguhnya al-Qur’an itu akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya (yang berpegang kepada petunjuk-petunjuknya).” (HR Muslim)

Dari an-Nawwas bin Sam’an ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Nanti pada hari kiamat akan didatangkan al-Qur’an dan ahlinya yang dulu mengamalkannya di dunia, didahului dengan surah al-Baqarah dan surah Ali ‘Imraan yang keduanya saling berbantah mengenai ahli mereka masing-masing (al-Baqarah mengatakan bahwa orang ini adalah orang yang mengamalkan surah al-Baqarah, begitu pula surah Ali ‘Imraan).” (HR Muslim)

Dari Utsman bin Affan ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR Bukhari)

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang mahir membaca Al-Qur’an, maka nanti akan berkumpul bersama-sama para malaikat yang mulia lagi taat. Sedangkan orang yang kesulitan dan berat jika membaca al-Qur’an maka ia mendapatkan dua pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Musa al-Asy’ariy ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan orang mukmin yang membaca al-Qur’an seperti buah limau yang harum baunya dan lezat rasanya. Perumpamaan orang mukmin yang tidak suka membaca al-Qur’an seperti buah kurma yang tidak berbau tetapi manis rasanya. Perumpamaan orang munafik yang membaca al-Qur’an seperti bunga yang harum baunya tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-Qur’an adalah seperti bah hadhalah yang tidak ada baunya dan rasanya pahit.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Umar bin Kaththab ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat beberapa kaum dengan al-Kitab (al-Qur’an), dan Ia akan merendahkan derajat suatu kaum yang lain dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Tidak diperbolehkan iri hati kecuali di dalam dua hal. Yaitu seseorang yang diberi kemampuan oleh Allah untuk membaca dan memahami al-Qur’an kemudian ia mengamalkannya, baik pada waktu malam maupun siang, dan seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah kemudian ia menafkahkannya di dalam kebaikan baik siang maupun malam.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari al-Barra’ bin Azib ra. ia berkata: Ada seorang membaca surah al-Kahfi dan di dekatnya ada seekor kuda yang diikat dengan tali pada kanan kirinya, kemudian orang itu diliputi semacam awan selalu mendekat, sehingga kudanya akan lari meninggalkan itu. Pada pagi harinya ia datang kepada Nabi saw. dan menceritakan apa yang barusaja terjadi, kemudian beliau bersabda: “Itu adalah suatu ketenangan [rahmat] yang turun karena bacaan al-Qur’an.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya tidak ada sedikitpun dari al-Qur’an, maka ia bagaikan rumah yang kosong.” (HR Turmudzi)

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash ra. dari Nabi saw, beliau bersabda: “Nanti akan diperintahkan kepada orang yang senang membaca al-Qur’an: Bacalah dengan baik dan tartil sebagaimana kamu membacanya dengan tartil pada waktu kamu di dunia. Karena sesungguhnya tempatmu tergantung pada akhir ayat yang kamu baca.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Apabila berkumpul suatu kaum dalam rumah-rumah Allah [masjid] untuk membaca al-Qur’an dan mempelajarinya, maka ketenangan pasti akan turun kepada mereka, rahmat Allah melingkupi mereka, malaikat-malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan makhluk yang ada di dekat-Nya [para malaikat].” (HR Muslim)

Membaca Al-Qur’an dan Mempelajarinya

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi

Dari Abu Musa ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Berhati-hatilah kamu sekalian terhadap al-Qur’an ini. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya. Sungguh al-Qur’an ini lebih cepat terlepasnya daripada unta terlepas dari tali ikatannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan orang yang menguasai al-Qur’an, seperti unta yang terikat. Apabila ia sangat berhati-hati maka ia akan tetap bertahan, dan apabila ia membiarkannya maka ia akan lepas.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Allah tidak senang sebagaimana Nabi juga tidak senang mendengarkan suara merdu dan keras, selain mendengar orang melagukan bacaan al-Qur’an.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Musa al-Asy’ariy bahwasannya Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Sungguh kamu telah dikaruniai sebagian dari kebagusan suara keluarga Nabi Daud.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan di dalam riwayat Muslim dikatakan, bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada Abu Musa: “Seandainya kamu mengetahui sewaktu aku mendengar bacaanmu semalam.” Jawab Abu Musa: “Andaikan saya tahu, tentu saya akan baca lebih merdu lagi untukmu ya Rasulallah.”

Dari al-Barra’ bin Azib ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. membaca surah “Wattiini wazzaituun” pada waktu Isya’, saya belum pernah mendengar seorang pun yang suaranya lebih merdu daripada suara beliau.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Lubabah bin Abdul Mudzir ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa yang tidak suka membaguskan suaranya di waktu membaca al-Qur’an, maka tidaklah termasuk golonganku.” (HR Abu Dawud)

Dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda kepada saya: “Bacalah al-Qur’an untukku.” Saya berkata: “Wahai Rasulallah saya harus membaca al-Qur’an untuk engkau, padahal kepada engkaulah al-Qur’an itu diturunkan?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku ingin mendengar al-Qur’an itu dibaca oleh orang lain.” Maka saya membacanya untuk beliau surah an-Nisaa’ sehingga sampai pada ayat: fa kaifa idzaa ji’naa ming kulli ummatim bisyaHiidiw waji’naa bika ‘alaa Haa-ulaa-i syaHiidaa (Maka bagaimana halnya orang kafir nanti, apabila Kami mendatangkan seorang saksi dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu [Muhammad] sebagai saksi atas mereka itu [sebagai umatmu]. Kemudian beliau bersabda: “Cukuplah sampai di sini.” Saya menoleh kepada beliau, tiba-tiba kedua matanya mencucurkan air mata.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hukum Menggunakan Bejana Emas atau Perak

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Anas ra. ia berkata: “Ketika tiba shalat, berdirilah orang-orang sekitarnya dan yang masih berada di rumah untuk berwudlu. Kemudian dihaturkan kepada Rasulullah saw. sebuah bejana (tempat air) dari batu berukuran kecil yang tidak cukup untuk membentangkan telapak tangan. Maka beliau mencelupkan tangannya ke dalam air dan mancurlah air dari jari-jari beliau. Sehingga semua shahabat dapat berwudlu.” Orang-orang bertanya kepada Anas: “Berapakah jumlah kalian pada waktu itu?” Anas menjawab: “Delapan puluh orang lebih.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah bin Zaid ra. ia berkata: “Nabi saw. datang ke tempat kami. Kemudian kami menuangkan air dari bejana kuningan, beliau lantas berwudlu.” (HR Bukhari)

Dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersama seorang shahabat memasuki rumah seorang shahabat Anshar, seraya bertanya: “Adakah padamu air yang telah tersaring dalam qirbah [tempat air] tadi malam? Kalau tidak ada kami akan menghirup dari tempat air saja.” (HR Bukhari)

Dari Hudzaifah ra. ia berkata: Nabi saw. melarang kami memakai kain sutera, baik yang halus maupun yang tebal. Dan melarang meminum pada bejana yang terbuat dari emas atau perak. Beliau bersabda: “Bejana itu dipakai mereka [orang kafir] di dunia, dan untuk kalian di akhirat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ummu Salamah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang minum menggunakan bejana perak, seolah-olah mencucurkan [memasukkan] dalam perutnya neraka jahanam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim dikatakan: “Orang yang makan atau minum menggunakan bejana emas atau perak.”
Dalam riwayat Muslim yang lain dikatakan: “Siapa saja yang minum menggunakan bejana emas atau perak, seolah-olah mencucurkan [memasukkan] dalam perutnya api dari neraka jahanam.”

Tata Cara Minum dan Sunnahnya

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits

Dari Anas ra. ia berkata: “Apabila Rasulullah saw. minum, beliau bernafas tiga kali di luar bejana.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian minum sekaligus seperti minumnya onta. Tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali nafas. Bacalah basmalah sewaktu kalian mulai minum dan bacalah hamdalah sehabis minum.” (HR Tirmdzi)

Dari Abu Qatadah ra. ia berkata: “Nabi saw. melarang untuk bernafas dalam bejana sewaktu minum.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. ia berkata: Ketika Rasulullah saw. diberi susu yang dicampur air, waktu itu di sebelah kanannya ada seorang Badui dan di sebelah kirinya ada Abu Bakar ra. Kemudian beliau meminumnya lalu memberikan kapada orang Badui itu, seraya bersabda: “Yang kanan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Sahal bin Sa’ad ra. ia berkata: Rasulullah saw. diberi minuman, maka beliaupun meminumnya. Waktu itu di sebelah kanan beliau ada seorang pemuda (Ibnu Abbas), di sebelah kiri beliau ada orang-orang yang sudah lanjut usia. Kemudian beliau bersabda kepada pemuda itu: “Bolehkah aku memberikan minuman ini kepada orang-orang tua itu?” Pemuda itu menjawab: “Tidak, demi Allah, saya tidak akan memberikan bagianku darimu kepada siapa pun.” Maka Rasulullah saw. memberikan minumannya kepada Ibnu Abbas. (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Sa’id al-Khudriy ra. ia berkata: Rasulullah saw. melarang untuk memecah mulut poci (qirbah) dan sebagainya untuk meminum dari padanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: “Rasulullah saw. melarang minum langsung dari mulut tempat air atau qirbah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ummu Tsabit Kabsyah binti Tsabit, saudara Hasan bin Tsabit ra. ia berkata: “Rasulullah saw. masuk ke rumah saya, kemudian beliau minum dengan berdiri pada mulut qirbah yang tergantung, maka saya berdiri dan mulut qirbah itu saya patahkan.” (HR Tirmidzi)

Dari Abu Sa’id al-Khudriy ra. ia berkata: Nabi saw. melarang meniup minuman. Ada seseorang yang bertanya: “Bagaimana jika saya melihat ada kotoran pada bejana tempat minuman itu?” Beliau menjawab: “Buanglah minuman yang terkena kotoran itu.” Ia bertanya lagi: “Sesungguhnya saya tidak akan puas hanya satu teguk saja.” beliau bersabda: “Kalau begitu jauhkanlah gelas dari mulutmu.” (HR Tirmidzi)

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: “Nabi saw. melarang bernafas dalam bejana tempat minum atau meniupnya.” (HR Tirmidzi)

Boleh minum dengan berdiri, tetapi lebih utama duduk. Sebagaimana diterangkan dalam beberapa hadits berikut ini:

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:”Saya pernah memberi Nabi saw. air dari sumur Zamzam, kemudian beliau meminumnya dengan berdiri.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari an-Nazzal bin Sabrah ia berkata: Ali ra. masuk ke pintu gerbang masjid kemudian ia minum sambil berdiri, dan berkata: “Sesungguhnya saya pernah melihat Rasulullah saw. berbuat sebagaimana yang kalian lihat sekarang [minum dengan berdiri].” (HR Bukhari)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: “Pada masa Rasulullah saw. kami pernah makan dengan berjalan, dan minum dengan berdiri.” (HR Tirmidzi)

Dari Amr binn Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya ra. ia berkata: “Saya pernah melihat Rasulullah saw. minum dengan berdiri, dan pernah pula dengan duduk.” (HR Tirmidzi)

Dari Anas ra. dari Nabi saw: beliau melarang seseorang minum dengan berdiri. Qatadah bertanya kepada Anas: “Bagaimana kalau makan?” Anas menjawab: “Makan dengan berdiri itu lebih jelek dan lebih buruk.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah sekali-sekali salah seorang di antara kalian minum dengan berdiri. Siapa saja yang lupa hendaklah memuntahkannya.” (HR Muslim)

Sunnah minum terakhir bagi orang yang melayani minum orang banyak, sebagaimana diterangkan hadits berikut ini. Dari Abu Qatadah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Orang yang melayani minum orang banyak, hendaknya ia paling akhir minum di antara mereka. Maksudnya ia adalah orang yang paling akhir minumnya.” (HR Tirmidzi)