Jumat, 18 Oktober 2013

Hadits Mu’allaq

Ulumul Hadits; Ilmu Hadits; DR.Mahmud Thahan 1. Definisi. a. Menurut bahasa: merupakan isim maf’ul dari kata ‘alaqa yang berarti menggantungkan, mengaitkan sesuatu atau menjadikan sesuatu tergantung. Sanadnya dinamakan dengan mu’allaq karena kesinambungannya hanya di bagian atas saja, sementara di bagian bawahnya terputus. Jadilah seperti sesuatu yang tergantung pada atapnya. b. Menurut istilah: hadits yang pada bagian awal sanadnya dibuang, baik seorang rawi atau pun lebih secara berturut-turut. 2. Bentuk hadits mu’allaq a. Jika dibuang (dihilangkan) seluruh sanadnya, kemudian dikatakan –misalnya-: ‘Rasulullah saw. bersabda begini dan begini.” b. Bentuk lainnya adalah jika dibuang seluruh sanadnya kecuali sahabat, atau kecuali sahabat dan tabi’in. 3. Contoh hadits mu’allaq Hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dalam bagian pendahuluan topik mengenai paha: Dan berkata Abu Musa: “Nabi saw. telah menutup kedua lututnya tatkala Utsman masuk.” Ini hadits mu’allaq, karena Bukhari telah membuang seluruh sanadnya kecuali shahabat, yaitu Abu Musa al-Asy’ari. 4. Hukum hadits Mu’allaq Hadits mu’allaq hukumnya mardud (tertolak), karena hilangnya salah satu syarat diterimanya suatu hadits, yaitu sanadnya harus bersambung. Hadits mu’allaq adalah hadits yang dibuang (hilang) seorang rawi atau pun lebih dari sanadnya, sementara kita tidak mengetahui keadaan rawi yang dibuang tersebut. 5. Hukum hadits mu’allaq yang terdapat dalam kitab shahihain Hukum hadits mu’allaq yaitu mardud, berlaku bagi hadits ini secara mutlak. Namun jika dijumpai hadits mu’allaq di dalam kitab yang sudah dipastikan keshahihannya –seperti kitab shahihain- maka terdapat kekhususan hukum. Hal ini sudah disinggung dalam topik hadits shahih. Tidak masalah jika disebutkan lagi disini. a. Sesuatu yang disebut dengan sighat (bentuk kalimat) pasti (jazm): seperti kata qaala (telah berkata), dzakara (telah menyebutkan), haka (telah menceritakan); maka dalam hal ini hukumnya adalah shahih didasarkan pada mudlaf ilaiHi (yang menjadi sandarannya). b. Sesuatu yang disebut dengan sighat (bentuk kalimat) yang lemah (tamridl): seperti kata qiila (dikatakan), dzukira (disebutkan), hukiya (diceritakan); maka dalam hal ini tidak dapat dihukumi shahih berdasarkan mudlaf ilaiHi. Jadi bisa shahih, hasan atau punn dlaif. Meskipun tidak ada hadits wahn (sangat lemah) di dalam kitab yang dikenal dengan kitab shahih. Cara untuk mengetahui keshahihannya melalui kajian sanad dari hadits selainnya, yang hukumnya tergantung kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar