Sabtu, 26 Oktober 2013

Larangan Mencari-cari Kesalahan Orang Lain dan Mendengarkan Pembicaraan Orang Lain


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (al-Hujurat: 12)

Firman Allah: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka itu telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (al-Ahzab: 58)

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Jauhilah oleh kalian berprasangka, karena berprasangka itu adalah seburuk-buruk pembicaraan. Serta janganlah kalian meraba-raba dan mencari-cari kesalahan orang lain. Janganlah kalian saling berdebat, saling hasud, saling membenci, dan saling membelakangi, tetapi jadilah kalian sebagai hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang diperintahkan kepada kalian.

Orang Islam adalah saudara bagi orang Islam yang lainnya, tidak boleh saling menganiaya, membiarkan, mendustakan dan saling menghina. Takwa itu disini,” dan [sambil] beliau mengisyaratkan [menunjuk] ke dadanya tiga kali. Cukuplah seseorang dikatakan orang jahat [buruk perangai] apabila dia menghina saudaranya yang Islam. Setiap orang Islam terhadap orang Islam lain adalah haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak memandang tubuh, rupa dan amal-amal perbuatanmu, tetapi Allah memandang kepada hatimu.”

Dalam riwayat lain dikatakan: “Dan janganlah kalian saling menghasud, saling membenci, serta janganlah saling meraba kesalahan orang lain dan saling menjelekkan, tetapi jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.”
Dalam riwayat lain dikatakan: “Dan janganlah kalian saling memutuskan tali persaudaraan, saling membelakangi, saling membenci dan saling hasud, dan jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.”

Dalam riwayat lain dikatakan: “Janganlah kalian saling mendiamkan, dan janganlah sebagian dari kalian berjual-beli atas jual beli orang lain.” (diriwayatkan oleh Muslim, tetapi sebagian besar diriwayatkan oleh Bukhari)

Dari Mu’awiyah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya apabila kamu selalu mencari-cari aib kaum Muslimin, berarti kamu akan menjatuhkan diri mereka, atau hampir menjatuhkan mereka.” (HR Abu Dawud)

Dari Ibnu Mas’ud ra. bahwasannya seseorang yang dihadapkan kepadanya, kemudian dikatakan bahwa si fulan itu jenggotnya masih meneteskan minuman keras, kemudian Ibnu Mas’ud berkata: “Sesungguhnya kami telah dilarang untuk mencari-cari kesalahan, tetapi kalau kami benar-benar mengetahui adanya suatu penyelewengan, maka kami pasti akan menghukumnya.” (HR Abu Dawud)

Larangan Membisu


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Ali ra. ia berkata: “Saya ingat ajaran Rasulullah saw. bahwa tidak dianggap yatim lagi sesudah ihtilam (baligh), dan tidak boleh membisu sejak pagi sampai malam.” (HR Abu Dawud)

Dari Qais bin Abu Hazim berkata: Abu Bakar ash-Shiddiq ra. masuk ke rumah seorang perempuan dari suku Ahnas yang bernama Zainab, Abu Bakar melihat perempuan itu tidak mau bertanya: “Kenapa perempuan itu tak mau bicara?” Orang-orang yang ada di situ berkata: “Ia berniat untuk diam.” Kemudian Abu Bakar berkata kepadanya: “Berbicaralah kamu, karena sesungguhnya perbuatan seperti itu tidak diperbolehkan, itu termasuk perbuatan orang-orang jahiliyyah.” Kemudian perempuan itu mau bicara. (HR Bukhari)

Larangan Bertengkar, Mencari Barang yang Hilang, dan Berjual Beli di Dalam Masjid


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mendengar orang mencari barang yang hilang di dalam masjid, maka hendaklah ia mengatakan: ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.’ Karena sesungguhnya masjid-masjid itu tidak dibangun untuk itu.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kaliian melihat orang yang berjual beli di dalam masjid, maka hendaklah kalian mengatakan: ‘Semoga Allah tidak memberikan laba daganganmu itu.’ Dan apabila kalian melihat ada yang mencari barangnya yang hilang maka hendaklah kalian berkata: ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.’ (HR Turmudzi)

Dari Buraidah ra. bahwasannya ada seseorang yang mencari barangnya yang hilang di dalam masjid, dimana ia berkata: “Siapakah yang dapat menemukan untaku yang merah?” Kemudian Rasulullah saw. bersabda: “Semoga untamu tidak ketemu. Sesungguhnya masjid-masjid dibangun untuk beribadah.” (HR Muslim)

Dari Amir bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya ra. bahwasannya Rasulullah saw. melarang jual beli di dalam masjid, melarang mencari barang yang hilang di dalam masjid, dan melarang mendatangkan syair di dalam masjid.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi)

Dari as-Saib bin Yazid ash-Shahabiy ra. ia berkata: “Pada waktu saya berada di dalam masjid kemudian ada seseorang melempar saya, maka sayapun memperhatikan orang itu. Tiba-tiba Umar bin Khaththab ada di situ dan berkata: “Panggillah kedua orang itu.” Maka saya pun datang dengan membawa dua orang itu, Umar lantas bertanya: “Dari manakah kamu berdua?” Kedua orang itu menjawab: “Dari Thaif.” Umar berkata: “Seandainya kalian termasuk penduduk negeri ini, niscaya saya menyakiti kamu berdua, karena kamu telah berani mengeraskan suara di dalam masjid Rasulullah saw.” (HR Bukhari)

Larangan Menganggap Beruntung – Sial Karena Sesuatu


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

dari Zaid bin Juhanny ra ia berkata: Kami shalat shubuh bersama-sama Rasulullah saw. di Hudaibiyyah dalam keadaan basah karena malamnya hujan. Ketika selesai shalat, beliau memandang para shahabatnya dan bertanya: “Tahukah kalian tentang apa yang difirmankan Tuhan kalian:” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Pagi ini ada di antara hamba-hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Adapun orang yang mengatakan: Kami dihujani karena karunia dan rahmat Allah. Maka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun yang mengatakan: Kami dihujani karena pengaruh bintang ini dan itu, maka itulah orang kafir kepada-Ku dan percaya kepada bintang-bintang.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada sakit menular dan tidak ada kesialan karena sesuatu. Dan aku takjub pada Fa’l.” Para shahabat bertanya: “Apakah Fa’l itu?” beliau menjawab: “Kalimah toyyibah [Kata yang baik].” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada sakit menular dan tidak ada kesialan karena sesuatu, seandainya itu terjadi, maka hanya terbatas di dalam rumah, istri, kuda (binatang).” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Buraidah ra. bahwasannya Nabi saw. tidak merasa sial karena ada sesuatu. (HR Abu Dawud)

Dari Urwah bin Amr ra. ia berkata: Masalah percaya terhadap sesuatu itu dibicarakan di hadapan Rasulullah saw. kemudian beliau bersabda: “Yang paling baik adalah Fa’l [ramalan yang baik dan menimbulkan harapan], dan janganlah kamu melarang kepada umat Islam. Apabila salah seorang di antara kalian melihat sesuatu yang tidak disenanginya maka hendaklah mengucapkan: AllaaHumma laa ya’tii bil hasanaati illaa anta, wa laa yadfa-‘us sayyi-aati illaa anta, wa laa haula wa laa quwwata illaa bika [Ya Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan melainkan Engkau, dan tidak ada yang dapat menghindarkan bahaya melainkan Engkau, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan melainkan atas pertolongan-Mu.” (HR Abu Dawud)

Malaikat Jibril Menangis


Malaikat Jibril bercerita tentang api neraka.
Bahwa Allah swt, telah menyalakan api neraka itu
selama 1.000 tahun, sehingga apinya menjadi merah
padam bernyala-nyala.

Lalu dipanaskan lagi 1.000 tahun, lantaran suhu
panasnya, api itu berubah warna menjadi putih.
Lalu Allah swt memanaskannya selama 1.000 tahun
lagi, hingga apinya berubah menjadi hitam pekat dan
gelap.
"
Jika ada manusia yang dilemparkan ke dalamnya,
maka sekejap saja langsung akan musnah," ujar Jibril.
Kemudian malaikat Jibril pun menangis. "Mengapa
engkau menangis Ya Jibril," tanya Rasulullah saw. "Aku
takut kepada jiwaku," ucap Jibril.

"Bukankah engkau adalah malaikat, yang tidak
mungkin berbuat maksiat kepada Allah swt," kata Nabi
saw.

"Benar, akan tetapi takdir Allah bisa berlaku atas siapa
saja. Bukankankah Iblis itu asalnya adalah penduduk
Surga, lalu berlaku takdir Allah swt atasnya. Hingga
Iblis menjadi penghuni Neraka," urai Jibril.

Ya Allah Jauhkanlah Aku dan Setiap orang Yang
mengucapkan 'Aamiin' dari Siksa Kubur dan Siksan Api
Neraka .

Larangan Mendatangi Dukun dan Tukang Ramal


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: Ada beberapa orang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang dukun, kemudian beliau menjawab: “Bukan apa-apa.” Mereka berkata: “Wahai Rasulallah, Sesungguhnya kadang-kadang ia menceritakan sesuatu dan sesuatu itu benar-benar terjadi.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda: “Kalimat itu memang termasuk hak (benar), dan dicuri oleh makhluk sebangsa jin kemudian disampaikan kepada telinga dukun, kemudian dukun itu mencampuradukkannya dengan seratus kebohongan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Bukhari dari ‘Aisyah ra. dikatakan bahwasannya ‘Aisyah pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya malaikat itu turun di ‘anan yaitu awan, kemudian menceritakan hal-hal yang diputuskan di langit (oleh Allah), dan setan sempat ikut mendengarnya, lantas setan itu memberitahu kepada para dukun kemudian mereka membubuhinya dengan seratus kebohongan dari diri mereka sendiri.”

Dari Shafiyyah binti Abu Ubaid dari salah seorang istri Nabi saw. beliau bersabda: “Barangsiapa datang kepada tukang ramal kemudian menanyakan sesuatu dan ia mempercayainya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (HR Muslim)

Dari Qabishah bin al Mukhariq ra. ia berkata: “Corat-coret, menebak nasib dan meramal dengan melepaskan burung itu termasuk jibt (kepercayaan yang tidak bersumber kepada Allah).” (HR Abu Dawud)

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mempelajari sebagian dari ilmu nujum, berarti ia mempelajari sebagian dari ilmu sihir, selalu bertambah menurut banyaknya yang dipelajari.” (HR Abu Dawud)

Dari Mu’awiyah bin al Hakam ra. ia bertanya: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya saya baru saja melewati masa jahiliyyah dan Allah telah mendatangkan agama Islam. Di antara kami masih ada yang suka mendatangi para dukun/ tukang ramal.” Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu mendatangi mereka.” Saya berkata: “Di antara kami masih ada yang percaya dengan burung yang terbang.” Rasulullah saw. bersabda: “Itu adalah kepercayaan yang ada di dalam dada mereka. Maka biarkanlah mereka.” Saya berkata lagi: “Di antara kami masih ada yang suka corat-coret.” Beliau bersabda: “Barangsiapa yang coretannya cocok maka itu hanyalah kebetulan.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Mas’ud al Badriy ra. bahwasannya Rasulullah saw. melarang hasil penjualan anjing, hasil pelacuran dan perdukunan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Larangan Mengacungkan Senjata Tajam kepada Sesama Muslim


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kalian mengacungkan pedang kepada saudaranya, karena ia tidak tahu kalau-kalau setan melepaskan dari tangannya kemudian menjadikan ia terjerumus ke dalam jurang neraka.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim dikatakan bahwasannya Abu Qasim saw.[Muhammad saw.] bersabda: “Barangsiapa mengacungkan sepeotong besi kepada saudaranya maka sesungguhnya malaikat melaknatnya, walaupun yang diacunginya adalah saudaranya seayah dan seibu.”

Dari Jabir ra. ia berkata: “Rasulullah saw. melarang memberikan atau menerima pedang dalam keadaan terhunus.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi)

Larangan Meniru Kebiasaan Setan dan Orang Kafir


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Jabir ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian makan dengan menggunakan tangan kiri, sebab sesungguhnya setan makan menggunakan tangan kiri.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Umar bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah sekali-sekali salah seorang di antara kalian makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri, sesungguhnya setan itu makan dan minum menggunakan tangan kirinya.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak suka menyemir rambutnya, maka hendaklah kalian tidak mengikuti kebiasaan mereka.” (HR Bukhari dan Muslim)
Semir rambut yang diperbolehkan adalah kuning atau merah, adapun yang berwarna hitam tidak diperbolehkan.

Larangan Menyebut Penguasa dengan Syahansyah (Raja Diraja)


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya sejahat-jahat nama menurut Allah Azza wa Jalla yaitu seorang yang menamakan dirinya dengan Rajanya para Raja.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sufyan bin Uyainah mengatakan bahwa Rajanya para raja itu misalnya: “Syahansyah” (Raja diraja)

Dari Buraidah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian memanggil orang munafik dengan sebutan sayyid (tuan), karena seandainya ia benar-benar menjadi tuan (pemimpin), berarti telah memurkakan Tuhan kamu.” (HR Abu Dawud)

Larangan Menghina Nasab dan Memperlihatkan Kegembiraan dalam Kesusahan


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan yang nyata.” (al-Ahzab: 58)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Ada dua hal di dalam diri manusia yang dapat mengakibatkan kufur, yaitu menghina nasab dan meratapi orang yang meninggal dunia.” (HR Muslim)

Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (al-Hujurat: 10)

Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (an-Nuur: 19)

Dari Watsilah bin al-Aqsa’ ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kamu memperlihatkan kegembiraan dalam kesusahan yang menimpa saudaramu, maka Allah akan mengasihani saudaramu itu dan akan memberi cobaan kepadamu.” (HR Muslim)

Larangan Menipu


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan yang nyata.” (al-Ahzab: 58)

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mengangkat senjata terhadap kami (durhaka keluar dari jamaah kaum Muslimin), bukanlah termasuk golongan kami. Dan barangsiapa menipu kami, maka bukanlah termasuk golongan kami.” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan, suatu ketika Rasulullah saw. lewat pada setumpukan makanan, lalu beliau memasukkan tangan beliau ke dalam makanan itu. Tangan beliau menemukan kelembaban (kebasahan), beliau bertanya: “Apa ini, hai pemilik makanan?” Pemilik makanan menjawab: “Terkena hujan wahai Rasulallah.” Rasulullah saw. bersabda: “Mengapa tidak kamu letakkan di atas makanan, sehingga orang-orang mengetahuinya (dan tidak tertipu, kelihatannya kering tapi di bawah basah). Barangsiapa berbuat curang kepada kami, maka bukanlah termasuk golongan kami.”

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian menawar barang dagangan dengan maksud untuk menipu orang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Rasulullah saw. melarang menawar barang dengan maksud untuk menipu orang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Bahwasannya ada seseorang bercerita kepada Rasulullah saw. bahwa dirinya ditipu di dalam berjual beli, kemudian Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang berjual beli, maka katakanlah tidak boleh ada penipuan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mengganggu dan menipu istri atau budak orang lain, maka bukanlah ia termasuk golongan kami.” (HR Abu Dawud)

Larangan Riya’


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (al-Bayyinah: 5)

Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang ang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia.” (al-Baqarah: 264)

Firman Allah: “Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (an-Nisaa’: 142)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku adalah yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Barangsiapa melaksanakan suatu amal dengan mempersekutukan Aku dengan selain Aku, maka Aku akan meninggalkan dan tidak memperdulikannya.’” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid, dimana ia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya dan diapun mengakuinya, lantas ditanya: ‘Apakah yang kamu perbuat terhadap nikmat itu?’ Ia menjawab: ‘Saya berjuang di jalan-Mu sehingga saya mati syahid…’ Allah berfirman: ‘Kamu dusta, kamu berjuang agar dikatakan sebagai pemberani; dan hal itu sudah diakui.’ Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka.

Kedua orang yang belajar dan mengajar serta suka membaca al-Qur’an dimana ia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia mengakuinya, lantas ditanya: ‘Apakah yang kamu perbuat terhadap nikmat itu?’ Ia menjawab: ‘Saya telah belajar dan mengajarkan al-Qur’an, serta saya suka membaca al-Qur’an untuk-Mu.’ Allah berfirman: ‘Kamu dusta. Kamu belajar al-Qur’an supaya dikatakan orang yang pandai, dan kamu membaca al-Qur’an supaya dikatakan sebagai Qari’, dan hal itu sudah diakui.’ Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilempar ke dalam neraka.

Ketiga, orang yang diluangkan rizkynya dan dikaruniai berbagai macam kekayaan dimana ia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia pun mengakuinya, lantas ditanya: ‘Apakah yang kamu perbuat terhadap nikmat itu?’ Ia menjawab: ‘Semua jalan (usaha) yang Engkau sukai agar dibantu, maka saya pasti membantunya karena Engkau.’ Allah berfirman: ‘Kamu dusta, kamu berbuat itu agar dikatakan sebagai orang yang dermawan, dan hal itu sudah diakui.’ Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka.’” (HR Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya ada beberapa orang yang berkata: “Sesungguhnya apabila kami masuk kepada penguasa, maka kami mengatakan kepadanya lain dari apa yang kami katakan bila kami berada di luar.” Ibnu Umar ra. berkata: “Pada masa Rasulullah saw. kami menganggap hal yang demikian itu termasuk perbuatan nifak.” (HR Bukhari)

Dari Jundub bin Abdullah bin Sufyan ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa memperdengarkan (amalnya), maka Allah akan memperdengarkannya, dan barangsiapa memperlihatkan (amalnya) maka Allah akan memperlihatkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas ra. yang dimaksud Allah memperdengarkan dan memperlihatkan amalnya adalah dengan tujuan untuk membuat malu orang yang berbuat seperti itu.

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang semestinya untuk mencari ridla Allah Azza wa Jalla tetapi ia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan kedudukan/ kekayaan duniawi maka ia tidak mendapatkan harumnya surga nanti pada hari kiamat.” (HR Abu Dawud)

Perbuatan yang disangka riya’:
Dari Abu Dzarr ra. ia berkata: Rasulullah saw. pernah ditanya: “Bagaimana pendapat engkau apabila ada seseorang yang mengerjakan kebajikan kemudian ia dipuji oleh orang banyak?” Beliau menjawab: “Yang demikian itu sebagai pendahulu kabar gembira bagi orang Mukmin.” (HR Muslim)

Larangan Sombong dan Mengungkit-Ungkit Pemberian


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Janganlah kalian mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (an-Najm: 32)

Firman Allah: “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia, dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka mendapat adzab yang pedih.” (asy-Syuura: 42)

Dari Iyadh bin Himar ra. ia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh, Allah mewahyukan kepadaku agar kalian tawadlu’ (rendah hati) sampai seseorang tidak membanggakan diri kepada orang lain dan seseorang tidak bertindak sewenang-wenang kepada orang lain.” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Apabila ada orang yang berkata manusia telah rusak! Maka ia adalah yang paling rusak di antara manusia.” (HR Muslim)

Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu denganm menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (al-Baqarah: 264)

Firman Allah: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima).” (al-Baqarah: 262)

Dari Abu Dzarr ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah nanti pada hari kiamat, Allah tidak akan melihat mereka dan tidak juga mensucikan mereka, mereka akan mendapat siksa yang pedih.” Rasulullah saw. menyabdakan ini tiga kali. Abu Dzarr berkata: “Mereka sungguh kecewa dan rugi! Siapakah mereka itu wahai Rasulallah?” Rasulullah bersabda: “Orang yang menjurai pakaiannya karena congkak, orang yang suka menyebut-nyebut kebaikannya sendiri, dan orang yang mengelola perniagaannya dengan sumpah bohong.” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan: “Orang yang menjuraikan pakaiannya.” Yakni orang yang menjuraikan pakaiannya di bawah mata kaki karena congkak.

Dari Abu Mas’ud al-Anshariy ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Di antara apa yang dapat ditemukan dari perkataan kenabian yang pertama adalah: apabila kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR Bukhari)

Larangan Menyia-nyiakan Harta


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menyukai tiga macam perbuatan, dan membenci tiga macam perbuatan bagi kalian. Allah suka jika kalian menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, serta bilamana kalian selalu berpegang teguh pada tali (agama) Allah dan tidak bercerai-berai. Allah membenci apabila kalian banyak bicara, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (HR Muslim)

Dari Warad, penulis al-Mughirah berkata: Al-Mughirah bin Syu’ban mendiktekan kepada saya di dalam menulis surat kepada Mu’awiyah ra. bahwasannya Nabi saw. setiap selesai shalat fardlu, beliau senantiasa membaca: “Laa ilaaHa illallaaHu wahdaHu laa syariikalaHu, laHul mulku walaHul hamdu wa Huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir, allaaHumma laa maani-‘a limaa a’thaita, wa laa mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yanfa-‘u dzal jaddi minkal jaddu (Tiada Tuhan selain Allah Yang Mahaesa dan tiada sekutu bagi-Nya, Milik-Nya lah semua kerajaan dan milik-Nya juga segala puji. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada orang yang dapat menghalang-halangi pada apa yang Engkau berikan dan tidak ada orang yang mampu memberikan apa yang Engkau cegah, tidak pula manfaat terhadap orang yang mempunyai kekayaan, hanya kepada-Mu lah segala kekayaan).” Di samping itu al-Mughirah juga menulis surat kepada Mu’awiyah bahwasannya Nabi saw. melarang pula menyia-nyiakan harta, banyak bertanya, serta melarang durhaka kepada ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, suka menolak dan suka minta tolong.” (HR Bukhari dan Muslim)

Larangan Menyiksa Budak dan Binatang


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – hadits

Firman Allah: “Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (an-Nisaa’: 36)

Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Ada seorang perempuan yang masuk neraka disebabkan karena masalah kucing. Dimana ia mengurungnya sampai kucing itu mati. Ia tidak memberinya makan dan minum kepada kucing itu padahal ia mengekangnya, dan ia tidak mau melepaskan kucing itu agar dapat mencari makan (yang berupa) serangga atau binatang-binatang kecil lainnnya di bumi ini.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya ia bertemu dengan pemuda-pemuda Quraisy yang memasang burung sebagai sasaran memanah, tetapi masing-masing dari anak panahnya tidak ada yang tepat mengenai sasarannya. Ketika mereka melihat Ibnu Umar, mereka memencarkan diri. Kemudian Ibnu Umar berkata: “Siapa yang berbuat seperti ini? Allah mengutuk orang yang berbuat seperti ini. Sesungguhnya Rasulullah saw. mengutuk orang yang mempergunakan sesuatu yang bernyawa untuk dijadikan sasaran.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. ia berkata: “Rasulullah saw. melarang menganiaya binatang yang akan dibunuh.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Ali Suwwaid bin Mugarrin ra. ia berkata: “Sebagaimana diketahui kami adalah tujuh bersaudara dari putera Muqarrin, kami hanya mempunyai seorang pelayan (budak). Suatu ketika adik kami yang terkecil menampar budak itu, kemudian Rasulullah saw. menyuruh kami untuk memerdekakannya.” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan: “Adik saya yang ke tujuh.”

Dari Abu Mas’ud al-Badriy ra. ia berkata: “Aku pernah memukul budakku dengan cambuk, lalu aku mendengar suara dari belakangku: ‘Ketahuilah wahai Abu Mas’ud.’ Aku tidak paham suara itu karena kemarahan. Tatkala semakin dekat denganku, ternyata ia adalah Rasulullah saw. ketika itu beliau bersabda: ‘Ketahuilah wahai Abu Mas’ud. Sungguh, Allah lebih kuasa atas dirimu, daripada kamu atas budak ini.’ Aku (Abu Mas’ud) berkata: ‘Aku tidak akan memukul budak lagi setelah kejadian ini.”
Dalam riwaya: “Wahai Rasulallah, dia (budak yang dipukul) merdeka, karena (aku) mengharap ridla Allah.” Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh, seandainya kamu tidak lakukan itu (memerdekakan budak), niscayaapi neraka membakarmu.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa memukul budaknya sebagai hukuman apa yang tidak diperbuatnya, atau menamparnya, maka kafarat (denda)nya adalah memerdekakan budak itu.” (HR Muslim)

Dari Hikam bin Hasim bin Hisyam ra. bahwasannya ketika ia berjalan di Syam, ia melihat ada beberapa petani yang dijemur di terik matahari dan dituangkan minyak pada mereka. Kemudian Hisyam berkata: “Kenapa mereka diperlakukan seperti itu?” Ada seseorang menjawab: “Mereka disiksa karena tidak mau membayar pajak.”
Dalam riwayat lain dikatakan: “Mereka ditawan karena tidak mau membayar pajak.” Kemudian Hisyam berkata: “Saya bersaksi bahwa saya benar-benar mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang-orang yang menyiksa sesama manusia di dunia.’ Hisyam lantas masuk ke rumah Gubernur dan membicarakan apa yang terjadi serta memerintahkan agar mereka segera dilepaskan, maka merekapun lantas dilepaskan.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw. melihat seekor himar (keledai) yang diberi tanda (dicap dengan besi panas) mukanya. Rasulullah mencela hal itu, beliau bersabda: “Demi Allah, aku tidak akan menandai himar, keculai di tempat paling jauh dari wajah (muka).” Dan beliau menyuruh membawa keledai beliau, lalu menandai pada kedua pangkal pahanya. Maka beliau adalah orang yang pertama menandai pada kedua pangkal pahanya.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Abbas ra. bahwasannya suatu ketika ada seekor himar (keledai) yang dicap di mukanya lewat di hadapan Nabi saw. kemudian beliau bersabda: “Mudah-mudahan Allah melaknati orang yang memberinya tanda (dengan besi panas).” (HR Muslim)
Dalam riwayat Muslim yang lain dikatakan: “Rasulullah saw. melarang memukul pada muka (wajah) dan memberi tanda dengan besi panas pada muka.”

Makruh Keluar dari Daerah yang Tertimpa Wabah


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi dan kokoh.” (an-Nisaa’: 78)

Firman Allah: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (al-Baqarah: 195)

Dari Ibnu Abbas ra. bahwasannya Umar bin Khaththab ra. pergi ke Sam, ketika belau sampai di Suragh (suatu tempat berjarak tiga belas hari perjalanan dari Madinah, hampir sampai di Syam), maka pembesar-pembesar negeri Syam menemuinya. Pembesar itu adalah Abu Ubaidah bin Jarrah dan bawahannya. Mereka memberitahukan Umar bahwa wabah telah menyerang Syam. Umar berkata kepada saya (Ibnu Abbas): “Panggilkan orang-orang Muhajirin yang pertama!” saya pun memanggil mereka. Umar mengatakan kepada mereka bahwa wabah penyakit telah menyerang Syam.

Mereka berselisih pendapat, ada yang berkata: “Kamu keluar (pergi) adalah untuk suatu urusan (yaitu memerangi musuh) dan kami tidak sependapat bila kamu kembali.” dan ada pula yang berkata: “Bersamamu ada orang-orang dan shahabat Rasulullah saw. Dan kami tidak sependapat kamu menjerumuskan mereka ke dalam wabah itu.” Umar berkata: “Pergilah kalian dariku.” Kemudian Umar berkata: “Panggilkan Shahabat-shahabat Anshar.” Saya memanggil mereka. Lalu Umar bermusyawarah dengan mereka. Mereka ini pun sama dengan shahabat Muhajirin, berbeda pendapat seperti perbedaan pendapatnya para shahabat Muhajirin. Umar berkata: “Pegilah kalian dariku.” Kemudian berkata: “Panggilkan orang yang berada di sini di antara orang-orang tua Quraisy yang masuk Islam sebelum terbukanya Makkah.” Sayapun memanggil mereka. Ternyata dua orang di antara mereka tidak berbeda pendapat mengenai hal ini. Mereka berkata: “Kami berpendapat semua orang yang diajak kembali dan tidak membawa mereka ke wabah itu.” Umar lalu menyerukan kepada orang banyak: “Sungguh, aku berpagi-bagi di atas punggung kendaraan, maka berpagi-bagilah kalian di atasnya.” (sejak semula melalui ijtihad Umar bermaksud kembali ke Madinah. Ketika mendengar pendapat kebanyakan shahabat beserta keutamaan orang-orang yang bermusyawarah dengannya, maka iapun mantap memutuskan untuk kembali). Abu Ubaidah bin Jarrah ra. berkata: “Apakah kita lari dari qadar (ketentuan) Allah?” Umar ra. menjawab: “Seandainya bukan engkau yang bicara, hai Abu Ubaidah! Umar tidak suka bantahan Abu Ubaidah itu. Ya! Kita lari dari qadar Allah untuk menuju qadar Allah yang lain. Apa pendapatmu andaikata kamu mempunyai seekor unta yang turun ke sebuah lembah yang punya dua sisi, yang satu subur dan yang satu lagi kering. Tidakkah kamu menggembalakannya ke bagian yang subur itu adalah sesuai dengan qadar Allah, dan kalau kamu menggembalakannya ke tanah kering juga sesuai dengan qadar Allah?” Ibnu Abbas melanjutkan ceritanya: lalu datanglah Abdurrahman bin Auf ra. sebelumnya ia tidak ada, karena mempunyai hajat. Ia berkata: “Saya mempunyai pengetahuan mengenai persoalan ini. Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Apabila kalian mendengar ada suatu wabah di suatu negeri, maka janganlah kamu datang ke negeri itu. Dan apabila wabah itu menyerang suatu negeri sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar lari darinya.” Maka Umar pun memuji Allah dan berlalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Usamah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Apabila kalian mendengar ada tha’un (penyakit menular) pada suatu negeri, maka janganlah kalian memasuki negeri itu. Dan apabila penyakit itu melanda suatu negeri, sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Makruh Berbicara Sesudah Shalat Isya’


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Yang dimaksud makruh berbicara sesudah shalat isya’ adalah sebagai berikut:
1. Jika yang dibicarakan itu termasuk hal yang boleh dibicarakan ada waktu selain sesudah shalat isya’, maka membicarakannya sesudah shalat isya’ diperbolehkan
2. Jika hal yang dibicarakan itu termasuk perkara yang diharamkan atau dimakruhkan dibicarakan pada waktu selain sesudah shalat isya’, maka membicarakannya sesudah shalat isya’ hukumnya sangat diharamkan dan dimakruhkan.
3. Jika hal yang dibicarakan itu termasuk perkara yang baik, seperti membicarakan pengajian, membicarakan hikayat-hikayat orang shalih, mengajarkan akhlak-akhlak mulia, berbincang-bincang dengan tamu dan orang yang berkepentingan, maka berbicara hal-hal yang seperti itu tidak dimakruhkan, bahkan disunahkan.

Dari Barzah ra. bahwasannya Rasulullah saw. tidak suka tidur sebelum shalat isya’ dan tidak suka berbicara sesudah shalat isya’ (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya pada waktu Rasulullah saw. shalat isya’ pada akhir hidupnya, ketika selesai salam beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian tentang malami ini? Sesungguhnya seratus tahun lagi tidak ada seorang pun dari orang-orang yang sekarang ini hidup.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. bahwasannya para shahabat menanti-nanti kedatangan Nabi saw. dan beliau datang kepada mereka menjelang tengah malam, lantas mengimami shalat isya’, kemudian beliau berpidato, dimana beliau bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya orang-orang telah shalat dan telah tidur, sungguh kalian dicatat selalu mengerjakan shalat selama kalian menantikan shalat.” (HR Bukhari)

Makruh Berjalan dengan Satu Alas Kaki dan Memakainya dengan Berdiri


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits

Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kalian memakai satu sandal tetapi hendaklah kedua kaki bersandal semua atau kedua kaki tidak bersendal semua.”
Dalam riwayat lain dikatakan: “Atau hendaklah kedua kaki tidak memakai semua.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Apabila tali sendal salah seorang di antara kalian itu terputus, maka janganlah ia berjalan dengan satu sendal, sehingga yang putus itu diperbaiki.” (HR Muslim)

Dari Jabir ra. bahwasannya Rasulullah saw. melarang memakai sendal dengan berdiri.” (HR Abu Dawud)

Makruh Istinjak (Cebok) dengan Tangan Kanan


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Abu Qatadah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian membuang air (kencing), maka jangan sekali-sekali memegang kemaluannya dengan tangan kanan dan janganlah bersuci (cebok/ istinjak) dengan tangan kanan, serta janganlah bernafas di dalam bejana (tempat air minum).” (HR Bukhari dan Muslim)

Makruh Menarik Kembali Sesuatu yang Telah Diberikan


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Ibnu Abbas ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang menarik kembali permberiannya, bagaikan anjing yang memakan muntahnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan: “Perumpamaan orang yang menarik kembali sedekahnya, bagaikan anjing yang muntah kemudian mencari kembali tumpahannya (muntahnya), lantas dimakannya.”
Dalam riwayat lain dikatakan: “Orang yang menarik kembali pemberiannya adalah bagaikan orang yang memakan muntahnya.”

Dari Umar bin Kaththab ra. ia berkata: Saya menyedekahkan seekor kuda kepada orang yang berjuang di jalan Allah, tetapi kuda itu disia-siakan olehnya, maka saya bermaksud membelinya dan saya berprasangka bahwa ia mau menjualnya dengan harga yang murah, kemudian saya menanyakan hal itu kepada Nabi saw. beliau lantas bersabda: “Janganlah kamu membeli dan janganlah kamu menarik kembali sedekahmu itu, walaupun ia memberikannya kepadamu dengan harga satu dirham. Karena sesungguhnya orang yang menarik kembali sedekahnya, bagaikan orang yang memakan kembali muntahnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Makruh Mengkhususkan Hari Jum’at Untuk Puasa


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Jangan kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan bangun (shalat malam) di antara malam-malam lain. Dan janganlah kalian mengkhususkan hari Jum’at untuk berpuasa di antara hari-hari lain, kecuali kalau memang hari Jum’at itu kebetulan menepati hari puasa salah seorang di antara kalian (dimana wajib berpuasa pada hari itu).” (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah sekali-sekali salah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at, kecuali (jika ia berpuasa juga) sehari sebelum atau sesudahnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Muhammad bin Abbad, ia berkata: saya bertanya kepada Jabir ra.: “Apakah Nabi saw. melarang untuk berpuasa pada hari Jum’at?” ia menjawab: “Ya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ummul Mukminin (Juwairiyah) bin al-Harits ra. bahwasannya pada hari Jum’at Nabi saw. pernah masuk ke rumahnya sedangkan ia sedang berpuasa, kemudian beliau bertanya: “Apakah kamu kemarin berpuasa?” Ia menjawab: “Tidak.” Beliau bertanya lagi: “Apakah kamu besok pagi ingin berpuasa juga?” Ia menjawab: “Tidak.” Beliau bersabda: “Maka berbukalah (tidak puasa saja hari ini).” (HR Bukhari)

Haram puasa wishal:
Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. melarang untuk berpuasa wishal (puasa sambung, tanpa berbuka).” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. melarang untuk berpuasa wishal. Para shahabat bertanya kepada Rasulullah saw.: “Sesunggunya engkau berpuasa wishal.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku tidaklah seperti kalian, sesungguhnya aku diberi makan dan minum oleh Allah (dalam arti lain di beri kekuatan oleh Allah).” (HR Bukhari dan Muslim)

Makruh Meludah di Masjid


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Anas ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Meludah di masjid adalah suatu dosa, dan tebusannya adalah menanam (atau membuang) ludahnya itu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ludah itu ditanam apabila lantai masjid berupa tanah atau pasir, apabila lantai masjid berupa ubin maka harus dibersihkan ludahnya.

Dari ‘Aisyah ra. bahwasannya Rasulullah saw. melihat ingus dan ludah atau dahak di tembok kiblat, kemudian beliau mengoreknya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Anas ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya masjid-masjid itu tidak pantas ada air kencing atau sesuatu kotoran walaupun sedikit. Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk dzikir kepada Allah Ta’ala dan untuk membaca al-Qur’an, atau untuk menyampaikan apa yang sudah disabdakan oleh Rasulullah saw.” (HR Muslim)

Makruh Memuji Orang


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Abu Musa ra. ia berkata: Nabi saw. mendengar seseorang memuji orang lain dengan setinggi-tingginya, kemudian beliau bersabda: “Kamu telah membinasakan atau mematahkan punggung seseorang.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Bakrah ra. bahwasannya ada seseorang yang diceritakan di hadapan Nabi saw. dan ada orang yang memujinya dengan kebaikan, kemudian Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu memuji, karena berarti kamu telah memotong-motong leher kawanmu.” Beliau mengulangi sabdanya berkali-kali. “Apabila salah seorang di antara kalian harus memujinya maka hendaklah ia berkata: “Saya kira ia begini, begitu.” Apabila ia mengetahui bahwa saudaranya itu seperti itu, sedangkan yang akan menentukan adalah Allah, dan tidak boleh ada seseorang dipuji melebihi pujian kepada Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Hammam bin Harits dari Miqdad ra. bahwasannya ada seseorang memuji Utsman ra. kemudian Miqdad segera berjongkok dan menaburkan kerikil ke mukanya, lantas Utsman berkata kepadanya: “Mengapa engkau berbuat seperti itu?” Ia menjawab: “Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: ‘Apabila kalian melihat ada orang yang memuji, maka taburkanlah tanah ke muka mereka.’” (HR Muslim)

Hadits-hadits di atas memunjukkan tentang larangan memmuji, tetapi masih banyak juga hadits-hadits shahih yang membolehkan memuji. Adapun yang mempertemukan hadits-hadits yang berbeda itu, para ulama berpendapat bahwa apabila orang yang dipuji itu sempurna imannya dan diperkirakan tidak akan terpengaruh oleh pujian itu, maka semua pujian tidaklah diharamkan dan tidak pula dimakruhkan. Tetapi jika dikhawatirkan yang akan mendapat pujian itu akan berubah sikapnya, sehingga ia berlaku sombong dan sebagainya, maka pujian itu dilarang. Adapun hadits yang membolehkan tentang memuji diantaranya adalah sabda Rasulullah saw. kepada Abu Bakar ra.: “Aku berharap semoga engkau termasuk dari golongan mereka (yaitu golongan orang-orang yang dapat masuk surga dari berbagai pintu surga).”
Dalam hadits lain, Rasulullah saw. bersabda kepada Abu Bakar ra: “Engkau bukanlah termasuk golongan mereka (yaitu golongan orang-orang yang menjuraikan kainnya karena sombong).”
Dan Rasulullah saw. juga pernah bersabda kepada Umar ra.: “Setan tidak akan melihat kamu berjalan pada suatu jalan melainkan setan itu menyimpang, mencari jalan lain.”

Merawat Hewan Kurban Sebelum Disembelih


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits

Dari Ummu Salamah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mempunyai hewan yang akan dikurbankan, apabila bulan Dzul Hijjah telah masuk, janganlah sekali-sekali ia mengambil (memotong) sedikitpun bulu dan kuku-kukunya sampai hewan itu disembelih.” (HR Muslim)

Penampilan Rambut


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Larangan menyemir rambut dengan warna hitam:
Dari Jabir ra. ia berkata: “Pada hari penaklukan kota Makkah, Abu Qahafah ayah Abu Bakar ash-Shiddiq dihadapkan kepada Rasulullah saw., dimana rambut kepala dan jenggotnya seperti bunga matahari karena putihnya. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: “Ubahlah warna rambut itu, tetapi jauhilah warna hitam.” (HR Muslim)

Larangan membuat jambul:
Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: “Rasulullah saw. melarang untuk membuat jambul.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. melihat seorang anak yang sudah dicukur sebagian rambutnya dengan sebagian yang lain dibiarkannya, kemudian beliau melarang manusia untuk berbuat seperti demikian serta beliau bersabda: “Cukurlah semuanya atau biarkanlah semuanya.” (HR Abu Dawud)

Dari Abdullah bin Ja’far ra. bahwasannya Nabi saw. telah memberikan kesempatan tiga hari kepada keluarga Ja’far. Setelah tiga hari beliau mendatangi mereka dan bersabda: “Janganlah kalian menangisi saudaraku lagi setelah hari ini.” Kemudian beliau bersabda: “Panggillah kemari anak-anak saudaraku.” Maka kami dihadapkan kepada beliau seakan-akan kami adalah anak kecil. Beliau lantas bersabda: “Panggillah tukang cukur.” Kemudian beliau menyuruh untuk mencukur rambut kepala kami. (HR Abu Dawud)

Dari Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw. melarang orang perempuan mencukur rambut kepalanya.” (HR Nasa’i)

Haram menyambung rambut, membuat tahi lalat dan meratakan gigi:
Firman Allah: “Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala[349], dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka, yang dila’nati Allah dan syaitan itu mengatakan: “Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya)[350], dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya[351], dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya[352]“. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (an-Nisaa’: 117-119)

[349] Asal makna Inaatsan ialah wanita-wanita. patung-patung berhala yang disembah Arab Jahiliyah itu biasanya diberi nama dengan Nama-nama perempuan sebagai Laata, Al Uzza dan Manah. dapat juga berarti di sini orang-orang mati, benda-benda yang tidak berjenis dan benda-benda yang lemah.
[350] Pada tiap-tiap manusia ada persediaan untuk baik dan ada persediaan untuk jahat, syaitan akan mempergunakan persediaan untuk jahat untuk mencelakakan manusia.
[351] Menurut kepercayaan Arab jahiliyah, binatang-binatang yang akan dipersembahkan kepada patung-patung berhala, haruslah dipotong telinganya lebih dahulu, dan binatang yang seperti ini tidak boleh dikendarai dan tidak dipergunakan lagi, serta harus dilepaskan saja.
[352] Meubah ciptaan Allah dapat berarti, mengubah yang diciptakan Allah seperti mengebiri binatang. ada yang mengartikannya dengan meubah agama Allah.

Dari Asma’ ra. bahwasannya ada seorang perempuan bertanya kepada Nabi saw.: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya putriku tertimpa sakit panas sehingga rambutnya rontok dan saya akan segera menikahkannya, maka apakah boleh saya menyambung rambutnya?” Beliau menjawab: “Allah melaknat orang yang menyambung rambut dan yang disambung rambutnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat dikatakan: “Orang yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya.”

Dari ‘Aisyah ra. bahwasannya ada seorang perempuan bertanya kepada Nabi saw.: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya putriku tertimpa sakit panas sehingga rambutnya rontok dan saya akan segera menikahkannya, maka apakah boleh saya menyambung rambutnya?” Beliau menjawab: “Allah melaknat orang yang menyambung rambut dan yang disambung rambutnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dai Humaid bin Abdurrahman bahwasannya pada musim haji ia mendengar Mu’awiyah ketika berkhutbah di atas mimbar dimana ia menerima ikatan rambut dari tangan pengawalnya, kemudian ia berkata: “Wahai ahli Madinah, dimanakah ulama-ulama kalian? Saya mendengar Nabi saw. melarang ikatan rambut semacam ini, serta mendengar beliau bersabda: ‘Sesungguhnya kebiasaan Bani Israil adalah ketika para wanitanya mempergunakan ikatan rambut.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Nabi saw. mengutuk orang yang menyambung rambut dan orang yang disambung rambutnya, serta orang yang membuat tahi lalat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Mas’ud ra. bahwasannya ia berkata: Allah mengutuk orang yang membuat tahi lalat dan orang yang minta dibuatkan tahi lalat, orang yang mengerok alisnya dan orang yang memangkur (Menggosok dengan gerinda agar rata) giginya dengan maksud untuk memperindah dengan merubah ciptaan Allah.” Kemudian ada seorang perempuan menegurnya, maka Ibnu Mas’ud berkata: “Mengapa saya tidak mengutuk orang yang dikutuk oleh Rasulullah saw. sedangkan di dalam kitab Allah, Allah Ta’ala berfirman: “Apapun yang disampaikan oleh Rasul kepadamu maka laksanakanlah, dan apapun yang dilarangnya maka jauhilah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya ra. dari Nabi saw. bahwasannya beliau bersabda: “Janganlah kalian mencabut uban karena sesungguhnya uban itu merupakan cahaya orang Islam nanti pada hari kiamat.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi dan Nasa’i)

Dari ‘Aisyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan tuntunan kami maka perbuatannya itu ditolak (tidak akan diterima).” (HR Muslim)

Makruh Menyebut Anggur dengan Karm


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian menyebut anggur dengan karm, karena sesungguhnya karm itu adalah orang yang beragama Islam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan: “Karena sesungguhnya karm itu adalah hatinya orang yang beriman.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim dikatakan: “Mereka mengatakan ‘Karm’, sesungguhnya karm itu adalah hatinya orang beriman.”

Dari Wail bin Hujr ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah kalian mengatakan karm, tetapi katakanlah dengan ‘inab dan hablah.” (HR Muslim)

Cobaan


Definisi Cobaan

1. Menurut bahasa: berasal dari kata “al-bala’” yang berarti ujian
2. Menurut istilah: Mengetahui dan mengenali orang yang sedang diuji apakah dia dalam ketaatan atau kemaksiatan, dengan memberikan beban, baik berupa kesengsaraan maupun kesenangan.

Urgensi Pembahasan Cobaan

1. Mempersiapkan dan mengokohkan jiwa. Rasulullah bersabda: “Surga itu diliputi oleh hal-hal yang dibenci dan neraka itu diliputi oleh hal-hal yang menyenangkan.”
2. Sebagai terapi bagi jiwa-jiwa yang lemah dalam menghadapi pahitnya kesabaran dan beratnya ujian. Dari Khabbab bin Art berkata: “Kami mengadu kepada Rasulullah, kami berkata: ‘Ya Rasulullah, kenapa engkau tidak meminta pertolongan. Mengapa engkau tidak berdoa untuk kami?’ Rasulullah bersabda: ‘Sungguh orang sebelum kalian ditanam ke dalam bumi, kemudian digergaji dari kepala hingga terbelah menjadi dua, mereka disisir dengan sisir dari besi, sehingga dipisahkan antara daging dan tulang mereka, yang demikian itu tidak menghalangi mereka dalam menjalankan agama. Demi Allah, pasti Allah akan menyempurnakan agama ini, sehingga orang yang bepergian dari San’a sampai hadramaut tidak takut kecuali pada Allah dan serigala atas kambing-kambing mereka. Akan tetapi kalian tergesa-gesa.’” (HR Bukhari)
3. Meluruskan orientasi dan meningkatkan kualitas jiwa. Allah berfirman: “17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS 24: 17)
4. Mengetahui sunnatullah dalam kehidupan. Allah berfirman: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS 67: 2) dalam ayat lain Allah berfirman: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS 2: 155)

Rasulullah bersabda: “Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian selanjutnya dan selanjutnya, seorang diuji sesuai dengan kadar imannya, jika imannya kuat maka ujiannya berat. Jika agamanya lemah maka ujiannya ringan. Ujian akan senantiasa menyertai seorang hamba, hingga hamba tersebut berjalan di atas bumi dan dia tidak memiliki kesalahan. (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Hikmah-Hikmah Cobaan

1. Menghapus dosa dan mengangkat derajat. Rasulullah bersabda: “Apa saja yang menimpa seorang Muslim baik kesulitan, kegelisahan, kesedihan, kebimbangan dan penderitaan, hingga duri yang mengenainya, kecuali Allah akan menghapuskan dengannya akan kesalahan-kesalahannya.” (HR Bukhari Muslim)
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menyiapkan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman kedudukan dalam tempat kehormatannya, dimana amal-amal mereka tidak akan sampai bahkan dan bahkan tidak mungkin sampai dalam kedudukan tersebut, kecuali melalui ujian dan cobaan. Maka Allah telah menyiapkan pada mereka sarana-sarana yang akan mengantarkan mereka pada kedudukan tersebut dengan cobaan dan ujian.”
2. Membuktikan penghambaan kepada Allah dalam suka dan duka
3. Sebagai seleksi bagi orang-orang Mukmin yang benar dan yang bohong. Allah berfirman: “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang besar.” (QS 3: 179)
4. Kembali kepada Allah dengan taubat. Shahabat ‘Ali berkata: “Cobaan itu tidak akan turun kecuali karena dosa, dan tidak akan diangkat kecuali dengan taubat.”
5. Mendidik jiwa dan mengokohkan kepribadian seorang Muslim.

Kiat-Kiat Menjadi Teguh Ketika Menerima Cobaan

1. Bersabar dan berusaha manyabarkan diri. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang berusaha untuk bersabar, Allah akan memberikan kesabaran. Dan tiada pemberian yang lebih baik dan lebih luas melebihi pemberian yang berupa sabar.” (HR Bukhari).
a. Menyaksikan keagungan balasan dan pahala yang akan diberikan oleh Allah
b. Memahami sepenuhnya bahwa cobaan itu akan menghapuskan dosa-dosa
c. Memahami sepenuhnya akan dampak dari dosa-dosa yang ia lakukan
d. Memahami bahwa musibah yang datang bukan untuk membinasakannya akan tetapi untuk mengujinya
e. Memahami bahwa Allah senang melihat hamba-Nya selalu istiqamah dalam beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, baik suka maupun duka.
2. Kembali kepada Allah dan memohon keteguhan kepada-Nya. Allah berfirman: “250. Tatkala Jalut dan tentaranya Telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS 2: 250)
3. Mengetahui tabiat jalan dakwah. Rasulullah bersabda: “Surga diliputi dengan semua yang tidak menyenangkan dan neraka diliputi dengan semua yang menyenangkan.”
4. Berdzikir kepada Allah. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS 8: 45).
Dalam ayat lain Allah berfirman: “Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (QS 25: 32)
5. Berteman dengan orang-orang yang shaleh.

Su’udzon (Buruk Sangka)


Su’udzon (Buruk Sangka)

Definisi Su’udzon

a. Menurut bahasa, as-suu’u artinya:
1. Semua yang buruk atau kebalikan dari yang bagus
2. Semua yang menjadikan manusia takut, baik dari urusan dunia maupun urusan akhirat.
Adz-dzonn menurut bahasa berarti:
1. Ragu. Allah berfirman: “Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, Maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, Kemudian hendaklah ia melaluinya, Kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.” (QS 22: 15).
2. Menyangka. Allah berfirman: “(yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.” (QS 33: 10).
3. Tahu yang tidak yakin. Allah berfirman: “..kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka..” (QS 59: 2).
4. Yakin. Allah berfirman: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS 2: 45-46)

b. Su’udzon menurut istilah: prasangka yang menjadikan seseorang mensifati orang lain dengan sifat yang tidak disukainya tanpa dalil.

Su’udzon dalam Pandangan Islam

a. Haram
1. Su’udzon kepada Allah. Allah berfirman: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS 6: 116)
2. Su’udzon kepada Rasul
3. Su’udzon kepada orang-orang Mukmin yang dikenal dengan kebaikannya. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah berdosa.” (49: 12)

b. Wajib.
1. Wajib su’udzon kepada orang kafir yang terang-terangan dengan kekufurannya dan permusuhannya kepada Allah, Rasulullah dan orang-orang Mukmin yang shaleh. Allah berfirman:
“Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Tidak menepati perjanjian).” (QS 9: 8)
2. Su’udzon kepada orang Muslim yang dikenal terang-terangan berbuat maksiat, menghalangi jalan Allah dan tidak komitmen terhadap Islam.

Sebab- Sebab Su’udzon

1. Niatan yang buruk
2. Tidak terbiasa dalam menggunakan kaidah yang benar dalam menghukumi sesuatu. Kaidah tersebut adalah:
a. Melihat segala sesuatu dari lahiriyahnya dan membiarkan batiniahnya menjadi urusan Allah.
b. Selalu mendasarkan atas bukti-bukti
c. Memastikan kebenaran bukti-bukti tersebut
d. Bukti-bukti tersebut tidak saling bertentangan satu dengan yang lainnya.
3. Lingkungan yang buruk akhlaknya
4. Mengikuti hawa nafsu
5. Terjatuh dalam masalah syubhat
6. Tidak memperhatikan adab-adab Islam dalam berkomunikasi. Adab komunikasi adalah: a) Tidak diperbolehkan berkomunikasi berdua dan lebih baik bertiga b) Pembicaraan hendaknya dalam kebaikan dan ketaatan.
7. Mengabaikan masa kini yang baik dan hanya terpaku pada masa lalu yang buruk.

Cara Mengatasi Su’udzon

1. Membangun aqidah yang benar yang berpegang di atas prinsip husnudzon pada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin.
2. Melakukan tarbiyah dalam rangka mengokohkan aqidah dalam diri
3. Membiasakan diri untuk komitmen dengan adab-adab Islam di dalam menghukumi segala sesuatu.
4. Menjauhkan diri dari masalah-masalah subhat
5. Berusaha untuk berada dalam lingkungan yang baik
6. Mujahadah dan berusaha untuk mengendalikan hawa nafsu dan syahwat
7. Mempersepsikan manusia dengan realitas sekarang dan bukan masa lalunya
8. Senantiasa membaca buku-buku sejarah orang-orang yang shalih

Amanah (Akhlak yang Baik)


Amanah (Akhlak Islam yang Mulia)

Definisi Menurut bahasa:dari kata-kata aman yaitu kebalikan dari takut. Sedangkan amanah kebalikan dari khiyanat.

Menurut istilah: perilaku yang tetap dalam jiwa, dengannya seseorang menjaga diri dari apa-apa yang bukan haknya walaupun terdapat kesempatan untuk melakukannya, tanpa merugikan dirinya di hadapan orang lain. Dan menunaikan kewajibannya kepada orang lain, walaupun terdapat kesempatan untuk tidak menunaikannya tanpa merugikan dirinya di hadapan orang lain.

Keutamaan amanah

Amanah adalah jalan menuju kesuksesan. Allah berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS 23: 8). Dalam ayat lain Allah berfirman: “58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 4: 58)

Merupakan sifat para Rasul, para Nabi, Orang-orang Mukmin dan para malaikat. Nabi Nuh berkata: “Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu (QS 26: 107). Rasulullah bersabda: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanaat dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji. (HR Ahmad)

Tanda iman. Rasulullah bersabda: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanaat dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji. (HR Ahmad). Dalam hadits lain beliau bersabda: “Empat hal, barang siapa dalam dirinya ada empat hal itu ia munafik murni, dan barang siapa yang ada sebagian dari sifat itu, dia memiliki sebagian dari sifat nifak hingga dia meninggalkannya. Yaitu: jika dipercaya khianat, jika berbicara bohong, jika berjanji ingkar dan jika berdebat dia jahat.” (HR Bukhari Muslim)
Amanat itu menandingi dunia dan isinya. Empat hal jika dia ada dalam dirimu, engkau tidak merugi walaupun kehilangan dunia. Menjaga amanah, berkata dengan jujur, berakhlak yang mulia dan menjaga makanan (dari yang haram) (HR Ahmad)

Kompeten untuk menerima tanggung jawab. Allah berfirman: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya”. (QS 28: 26)
Ruang lingkup Amanah

Amanah fitrah. Adalah amanah besar yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”,(QS 7: 172)

Amanah Dakwah. Allah berfirman: “salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya’”. (al-Qashas: 26). Dalam ayat lain Allah berfirman: “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan ‘Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. ()

Amanah anggota badan manusia. Anggota badan merupakan amanah Allah pada Manusia, karenanya manusia harus menggunakannya untuk taat kepada-Nya, mencari ridla-Nya. Misalnya adalah amanah “mata”, Allah berfirman: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,..” (QS 24: 30-31). Dalam ayat lain Allah berfirman: “Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS 88: 17-20)

Amanah dalam menunaikan hak, yang terdiri dari dua macam:
Hak Allah. Baik hak keyakinan, ucapan maupun perbuatan. Dia adalah hak yang paling besar yang merupakan prioritas paling utama untuk ditunaikan, yakni hak tauhid. Kemudian rukun-rukun Islam yang lain dan seluruh nikmat-nikmat Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,” (QS 33: 72). Shahabat Ibnu ‘Abbas, Imam Mujahid dan adl-Dlahhak berkata: “Amanah Allah adalah seluruh kewajiban-kewajiban yang diwajibkan Allah.”

Hak makhluk. Diantaranya adalah hak harta (hutang, sewaan, titipan) dan hak lainnya seperti menjaga kehormatan, memberi nasehat dan lain-lain.Amanah majelis. Rasulullah bersabda: “Semua majelis itu adalah amanah kecuali tiga hal, yaitu majelis penumpahan darah, majelis hubungan badan yang diharamkan dan majelis pelanggaran terhadap harta orang lain (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Amanah keluarga. Diantaranya adalah menunaikan kewajiban keluarga. Rasulullah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kepemimpinannya. Seorang laki-laki menjadi pemimpin dalam keluarga, seorang wanita menjadi pemimpin di rumah suami dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya (HR Bukhari)

Amanah kerja profesional. Rasulullah bersabda: “Setiap pengkhianat akan mendapatkan bendera di belakang (punggung). Panjang dan pendek bendera itu sesuai dengan kadar pengkhianatannya. Ketahuilah bahwa pengkhianatan yang paling besar adalah pengkhianatan seorang pemimpin terhadap rakyatnya (HR Bukhari)

Amanat kepemimpinan. Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah jadikanlah saya sebagai pemimpin.” Maka Rasulullah menepuk pundaknya sambil berkata: “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah dan kepemimpinan itu adalah amanah, dia di hari kiamat nanti merupakan penyesalan dan kesedihan, kecuali yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan semua kewajiban di dalamnya (HR Muslim). Memberikan kepemimpinan kepada ahlinya juga merupakan amanah. Seorang shahabat bertanya: “Kapan kiamat?” Rasulullah bersabda: “Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari kiamat.” Shahabat bertanya: “Disia-siakan yang bagaimana?” Rasulullah bersabda: “Jika urusan telah diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah hari kiamat.” (HR Bukhari). Dalam hadits lain Rasulullah bersabda: “Barang siapa mengangkat pemimpin karena fanatisme golongan, padahal di sana ada orang yang lebih diridlai oleh Allah, maka dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin. (HR Hakim)
Peringatan bagi Orang yang Berkhianat

Khianat merupakan sifat orang munafik. Rasulullah bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara bohong, jika berjanji ingkar dan jika dipercaya berkhianat” (HR Bukhari-Muslim)

Dipermalukan di hari kiamat. Setiap pengkhianatan akan mendapat bendera di hari kiamat. Disebutkan ini pengkhianat si fulan dan ini pengkhianat si fulan (HR Bukhari-Muslim)

Tidak disukai oleh Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS 8: 58). Dalam ayat lain Allah berfirman: “107. dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa,” (QS 4: 107). Dalam ayat lain Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.” (al-Hajj: 38)

Khianat merupakan sifat orang Yahudi. Allah berfirman: “13. (tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya[407], dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS 5: 13)

Khianat adalah jalan menuju neraka. Allah berfirman: “10. Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat[1487] kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)” (QS 66: 10)

Taqwa (Akhlak Islam)


Definisi Taqwa

Menurut bahasa: berasal dari kalimat “waqaa”. Waqitusy-syai-aa artinya: saya menjaga sesuatu.
Menurut istilah:
Sahabat Ali berkata: “Taqwa adalah takut kepada Allah yang Maha Agung, beramal sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah, qana-ah terhadap yang sedikit dan bersiap untuk hari akhir.
Ibnu Rajab berkata: “Seorang hamba yang menjadikan sesuatu amal sebagai perisai/pelindung yang bisa melindunginya antara dia dan yang ditakuti. Kemudian kata ‘Taqwa’ banyak dipakai sebagi ungkapan ‘menjauhi semua larangan’. Abu Hurairah berkata ketika ditanya tentang taqwa: ‘Apakah engkau pernah berjalan di jalan yang penuh dengan duri?’ shahabat menjawab: ‘Ya.’ Beliau berkata: ‘Apa yang engkau lakukan?’ ‘Saya pastikan kaki saya, saya majukan atau mundurkan dari duri itu.’ Abu Hurairah berkata: ‘Itulah taqwa.’
Talk bin Habib berkata: “Adalah amal dalam rangka taat kepada Allah, sesuai dengan petunjuk-Nya, dengan mengharapkan pahala dari-Nya. Dan meninggalkan maksiat pada Allah sesuai dengan petunjuk-Nya karena takut siksa-Nya.
Urgensi Taqwa dalam Islam

Adalah merupakan perbendaharaan yang utama, di antaranya terkandung prinsip dan dasar-dasar, hukum dan syariat Islam, dia merupakan wasiat para ulama sepanjang masa. Allah berfirman: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. tetapi jika kamu kafir Maka (ketahuilah), Sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (QS 4: 131)

Memperkokoh dan memantapkan ukhuwah dalam diri kaum Muslimin. Ukhuwah inilah yang akan membentengi kaum Muslimin dari perselisihan dan perpecahan. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS 3: 102-103)

Hati yang penuh taqwa adalah hati yang sangat mengagungkan dan komitmen terhadap aturan dan syariat Allah. Allah berfirman: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (al-Hajj: 32)

Taqwa bisa melindungi seseorang dari kemaksiatan. Allah berfirman: “201. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS 7: 201)
Taqwa merupakan cahaya bagi para da’i, dialah yang akan membantunya untuk membedakan antara yang benar dan yang bathil. Allah berfirman: “Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS 8: 29)
Adalah wasiat Rasulullah saw. kepada para Du’at. Buraidah berkata: “Rasulullah jika mengutus seorang pemimpin atau sebuah pasukan, Rasulullah selalu berpesan khusus kepada mereka semua dengan pesan ‘taqwa kepada Allah’” (HR Muslim)
Keutamaan dan Kedudukan Orang-orang yang Bertaqwa

Orang yang paling bertaqwa adalah orang yang paling mulia di sisi Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal.” (QS 49: 13). Rasulullah ketika ditanya, siapakah yang paling bertaqwa, beliau menjawab: ‘Adalah orang yang paling bertaqwa.’” (HR Bukhari)

Orang yang bertaqwa adalah kekasih Allah dan yang dicintai Allah. Allah berfirman: “Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaknya kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” (QS 9: 7). Dalam ayat lain Allah berfirman: “Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.” (QS: 45: 19)

Mendapatkan maiyatullah. Allah berfirman: “bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS: 127-128)

Mendapatkan dukungan dari Allah. Allah berfirman: “Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda.” (QS 3: 125)

Dimudahkan urusannya dan dilapangkan rizkinya. Allah berfirman: “….Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS 65: 2-3)

Beruntung dengan mendapatkan syurga. Allah berfirman: “Katakanlah: ‘Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’. untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS 3: 15)

Amalnya bertambah baik dan dosanya diampuni. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS 33: 70-71)

Ciri-ciri Orang yang Bertaqwa

Senantiasa menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan. Al-Hasan berkata: “Orang yang bertaqwa senantiasa takut terhadap semua larangan Allah dan melaksanakan semua kewajiban.” Umar bin Abdul Aziz berkata: “Taqwa kepada Allah bukanlah hanya dengan puasa di siang hari, qiyamullail di malam hari dan bergaul dengan masyarakat di antara keduanya. Akan tetapi taqwa adalah meninggalkan apa yang diharamkan Allah dan menjalankan apa yang diwajibkan-Nya. Barang siapa yang diberi rizky kebaikan setelah itu, maka itu adalah kebaikan atas kebaikan yang lain. Allah berfirman: “ Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari Ketakwaan hati.” (al-Hajj: 3)

Berakhlak mulia. Allah berfirman: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS 3: 134)

Segera bertaubat dan tidak terus menerus bermaksiat. Allah berfirman: “..dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS 3: 135)

Menghormati Rasulullah. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka Itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (al-Hujurat: 3)
Berkurban dan teguh dalam menepati janji. Orang-orang yang bertaqwa berkurban dengan diri dan apa yang berharga dalam dirinya di jalan Allah dan dalam rangka menolong agama Allah. Maka jika ketaqwaan telah bersemayam kokoh, dia akan menjadi tangguh di jalan dakwah, walaupun banyak hambatan. Allah berfirman: “…dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS 2: 177)

Adil dan jujur. Allah berfirman: “…dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS 5: 8)

Menjaga lisannya. Anas berkata: “Tidak bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya, seseorang yang tidak menjaqa lisannya.”
Melakukan muhasabah terhadap dirinya. Maimun bin Mahram berkata: “Seseorang belum dikatakan beriman, sehingga dia mampu melakukan muhasabah terhadap dirinya dengan sangat cermat, dan dia tahu persis dari mana pakaian, makan dan minumnya.