Jumat, 18 Oktober 2013

Turut Bergembira

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an – Hadits

Firman Allah: “Sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.” (az-Zummar: 17-18)

Firman Allah: “Tuhan telah menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridlaan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya surga yang kekal.” (at-Taubah: 21)

Firman Allah: “Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu.” (Fushshilat: 30)

Firman Allah: “Maka kami berikan kabar kepada Ibrahim dengan datangnya seorang anak yang amat sabar (Ismail)” (ash-Shaffat: 101)

Firman Allah: “Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira.” (Huud: 69)

Firman Allah: “Dan istrinya berdiri (di sampingnya) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’qub.” (Huud: 71)

“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi Termasuk keturunan orang-orang saleh.” (Ali Imraan: 39)

“(ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat[195] (yang datang) daripada-Nya, namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),” (Ali Imraan: 45)

Dari Abu Ibrahim (Abu Muhammad/ Abu Mu’awiyah Abdullah bin Abu Aufa)ra. ia berkata: Rasulullah saw. menyampaikan berita gembira kepada Khadijah, yaitu rumah yang terbuat dari mutiara di surga. Di dalamnya tidak ada keributan dan kesukaran.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Musa al-Asy’ari ra. ia berkata: Suatu hari saya berwudlu di rumah, kemudian saya pergi dan berkata dalam hati: “Hari ini saya akan selalu mendampingi dan menyertai Rasulullah saw.” ia terus ke masjid dan menanyakan Rasulullah saw. Para shahabat menjawab: “Beliau ada di sana.” Abu Musa menuju ke arah yang ditunjukkan itu dan mencari-cari beliau sehingga menuju ke sumur Aris.

Sesampainya saya duduk di depan pintu menunggu sampai Rasulullah selesai hajat dan berwudlu. Setelah itu saya mendekati beliau, yang sedang duduk di tepi sumur dan menurunkan kedua kakinya ke sumur. Kemudian saya memberi salam kepada beliau, dan kembali ke depan pintu. Saya berkata dalam hati: “Hari ini saya benar-benar menjaga pintu Rasulullah saw.” kemudian Abu Bakar ra. datang dan mengetuk pintu, saya bertanya: “Siapa ini?” Ia menjawab: “Abu Bakar.” Saya berkata: “Tunggu sebentar.” Saya mendatangi Rasulullah saw. dan berkata: “Wahai Rasulullah, Abu Bakar minta izin untuk masuk.”

Beliau bersabda: “Izinkan dia untuk masuk dan gembirakanlah dengan surga.” Maka saya menyambut Abu Bakar dan berkata: “Silakan masuk. Rasulullah saw. menggembirakan engkau dengan surga.” Abu Bakar pun masuk dan duduk di sebelah kanan Nabi saw. sambil menurunkan kedua kakinya ke sumur sebagaimana yang diperbuat Rasulullah saw. Kemudian saya kembali ke pintu dan duduk sambil mengingat saudaraku yang sedang berwudlu dan akan menyusul saya. Saya berkata dalam hati: “Seandainya Allah menghendaki kebaikan kepada Fulan, maka Allah juga menghendaki kebaikan kepada saudaranya, mudah-mudahan ia akan datang kemari.”

Tiba-tiba ada seorang yang menggerakkan pintu, maka saya bertanya: “Siapa itu?” Ia menjawab: “Umar bin Khaththab.” Saya menyuruhnya menunggu. Saya mendatangi Rasulullah saw. setelah mengucapkan salam, saya berkata: “Umar minta izin untuk masuk.” Beliau bersabda: “Izinkan dia masuk dan gembirakanlah dia dengan surga.” Maka saya menyambut Umar dan berkata: “Silakan masuk. Rasulullah saw. menggembirakan engkau dengan surga.” Umar pun masuk dan duduk di sebelah kiri Rasulullah di tepi sumur, serta menurunkan kedua kakinya ke sumur.

Kemudian saya kembali ke pintu dan duduk sambil berkata dalam hati: “Seandainya Allah menghendaki kebaikan kepada si Fulan, maka Allah juga menggerakkan hati saudaranya untuk datang kemari.” Tiba-tiba datanglah seseorang dan menggerakkan pintu. Saya bertanya: “Siapa ini?” Ia menjawab: “Utsman bin Affan.” Saya menyuruhnya untuk menunggu. Saya mendatangi Nabi saw. dan memberitahu, bahwa Utsman minta izin untuk masuk. Maka beliau bersabda: “Izinkan dia masuk dan gembirakanlah ia dengan surga, tetapi ia nanti akan terkena musibah.”

Maka saya menyambut Utsman dan berkata: “Silakan masuk. Rasulullah saw. menggembirakan engkau dengan surga, tetapi nanti engkau akan tertimpa suatu musibah.” Utman pun masuk, tetapi tepi sumur sudah penuh. Sehingga ia duduk di depan mereka sebelah kiri.” Sa’id bin al-Musayyab berkata: “Saya menakwilkannya (tempat duduk mereka) dengan kuburan mereka.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain ditambahkan: “Rasulullah saw. menyuruh saya untuk menjaga pintu. Ketika berita itu disampaikan kepada Utsman, ia memuji Allah dan berkata: “Hanya Allah-lah yang dapat dimintai pertolongan.”

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah saw. bersama dengan Abu Bakar,Umar ra. dan shahabat-shahabat yang lain, tiba-tiba Rasulullah saw. berdiri dan meninggalkan kami. Kami menunggu beliau, tetapi tak kunjung kembali.

Kami khawatir dan cemas kalau-kalau ada sesuatu yang menimpa pada diri beliau, maka kami semua berdiri dan sayalah orang pertama yang merasa cemas. Kemudian saya keluar mencari Rasulullah saw. Ketika sampai pada pagar tembok seorang shahabat Anshar dari bani Najjar, saya mencari-cari pintu tetapi tidak menemukannya, hanya ada sebuah parit yang masuk ke balik tembok yang menghubungkan dengan sumur yang berada di luar.

Saya menerobosnya, sehingga dapat masuk dan menjumpai Rasulullah saw. kemudian beliau bersabda: “Wahai Abu Hurairah.” Saya menjawab: “Ya, wahai Rasulullah saw.” Beliau bertanya: “Ada apa?” Saya menjawab: “Tadi engkau berada di tengah-tengah kami kemudian engkau berdiri dan meninggalkan kami. Kami khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang menimpamu. Kami semua merasa cemas. Oleh karena itu, saya datang ke pagar tembok ini dan menerobosnya seperti kijang. Sesungguhnya di balik tembok ini banyak orang yang menunggu.” Beliau bersabda: “Wahai Abu Hurairah,” sambil memberikan kedua sendalnya kepadaku, “Pergilah dengan membawa kedua sendalku ini. Siapa saja yang kamu jumpai di balik tembok ini yang bersaksi dengan sepenuh hati, bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, maka gembirakanlah dengan surga….” (HR Muslim)

Dari Abu Syumasah ia berkata: Menjelang wafatnya Amr bin al-Ash ra. kami mengunjunginya. Waktu itu ia sendang menangis tersedu-sedu dan memalingkan mukanya ke arah dinding. Sehingga puternya berkata: “Wahai ayahku, bukankah Rasulullah saw. pernah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan ini, bukankah Rasulullah saw. pernah menyampaikan kabar gembira dengan itu?”

Kemudian Amr memandang anaknya dan berkata: “Sesungguhnya sebaik-baik yang kami persiapkan adalah suatu persaksian, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Saya telah mengalami tiga zaman. Pertama saya pernah membenci Rasulullah saw. Barangkali tidak ada seorang pun yang membencinya selain aku. Waktu itu tidak ada yang aku inginkan kecuali membunuh beliau. Seandainya saya meninggal waktu itu, aku pasti termasuk ahli neraka. kedua ketika Allah memasukkan Islam di hatiku, kemudian saya mendatangi Nabi saw. dan berkata: “Ulurkanlah tangan kananmu, karena saya akan berbai’at (berjanji setia) kepadamu.”

Setelah beliau mengulurkan tangannya, saya menariknya. Beliau bertanya: “Ada apa wahai Amr?” Saya menjawab: “Saya ingin mengajukan syarat.” Beliau bertanya: “Syarat apakah yang kamu maksud?” “Saya menginginkan diampuni dosa saya.” Beliau bersabda: “Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa Islam itu mengampuni dosa-dosa sebelumnya. Hijrah itu mengampuni dosa-dosa sebelumnya, demikian pula dengan haji, juga menghapus dosa-dosa sebelumnya.”

Pada waktu itu tidak ada seorangpun yang saya cintai melebihi cinta saya kepada Rasulullah saw. dan tidak ada seorangpun yang lebih mulia di hadapan saya melebihi beliau, sehingga saya tidak mampu untuk memandang beliau dengan kedua mata, karena saya sangat mengagungkannya. Sekiranya saya diminta untuk menerangkan sifat-sifat beliau, niscaya saya tidak mampu untuk menerangkannya, karena saya tidak memandang beliau dengan kedua mata saya. Seandainya waktu itu meninggal, niscaya besarlah harapan saya termasuk ahli surga.

Ketiga, ketika memegang beberapa jabatan, saya sendiri tidak tahu bagaimana sebenarnya keadaan diri saya. Oleh karena itu, apabila saya meninggal janganlah diiringi dengan tangisan dan api. Apabila kamu mengubur saya, maka cepat-cepat timbunilah dengan tanah, kemudian berdirilah kalian di sekitar kuburku kira-kira selama tukang jagal menyembelih dan membagi-bagikan dagingnya, sehingga saya merasa senang dengan adanya kalian, sambil saya berfikir apa yang harus saya jawabkan kepada utusan Tuhanku.” (HR Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar