Rabu, 30 Oktober 2013

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hasyr (3)


Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hasyr (Pengusiran)
Surah Madaniyyah; surah ke 59: 24 ayat

7. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (al-Hasyr: 7)

Firman Allah ini menjelaskan tentang makna fa’i, sifat dan hikmahnya. Fa’i adalah segala harta benda yang dirampas dari orang-orang kafir tanpa melalui peperangan dan tanpa mengerahkan kuda maupun unta. Seperti harta benda Bani Nadhir ini, dimana kaum Muslimin memperolehnya tanpa menggunakan kuda maupun unta, artinya mereka dalam hal ini tidak berperang terhadap musuh dengan menyerang atau menyerbu mereka, tetapi para musuh itu dihinggapi rasa takut yang telah Allah timpakan ke dalam hati mereka karena wibawa Rasulullah saw. Kemudian Allah memberikan harta benda yang telah mereka tinggalkan untuk Rasul-Nya. oleh karena itu beliau mengatur pembagian harta benda yang diperoleh dari Bani Nadhir sekehendak hati beliau, dengan mengembalikannya kepada kaum Muslimin untuk dibelanjakan dalam sisi kebaikan dan kemaslahatan yang telah disebutkan Allah dalam ayat-ayat ini.

Allah berfirman: wa maa afaa allaaHu ‘alaa rasuuliHii minHum (“Dan apa saja harta rampasan [fa’i] yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya [dari harta benda] mereka.”) yakni bani an-Nadhir: fa maa au jaftum ‘alaiHi min khailiw walaa rikaabiw wa laakinnallaaHa yusallithu rusulaHuu ‘alaa may yasyaa-u wallaaHu ‘alaa kulli syai-ing qadiir (“Maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan [tidak pula] seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”) artinya, Dia Mahakuasa, tidak dapat dikalahkan dan dihalangi oleh siapapun, bahkan Dia-lah Yang Mahamengalahkan segala sesuatu.

Kemudian Allah berfirman: maa afaa allaaHu ‘alaa rasuuliHii min aHlil quraa (“Apa saja harta rampasan [fa’i] yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota.”) yakni semua kota yang telah ditaklukkan secara demikian, maka hukumnya disamakan dengan hukum-hukum harta rampasan perang Bani an-Nadhir. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: falillaaHi wa lir rasuuli wa lidzil qurbaa wal yataamaa wal masaakiini wabnis sabiili (“Adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang [sedang] dalam perjalanan.”) dan seterusnya dan ayat setelahnya. Demikianlah pihak-pihak yang berhak menerima harta fa’i.

Imam Ahmad meriwayatkan, Sufyan bin ‘Amr dan Ma’mar memberitahu kami dari az-Zuhri, dari Malik bin Aus bin al-Hadatsan, dari ‘Umar ra, ia berkata: “Harta bani an-Nadhir termasuk yang telah Allah berikan kepada Rasul-Nya, dengan tidak usah terlebih dahulu dari kaum Muslimin untuk mengerahkan kuda dan untanya. Oleh karena itu, harta rampasan itu hanya khusus untuk Rasulullah, beliau nafkahkan untuk keluarganya sebagai nafkah untuk satu tahun. Dan sisanya beliau manfaatkan untuk kuda-kuda perang dan persenjataan di jalan-Nya.”

Demikian hadits yang diriwayatkan Ahmad di sini secara ringkas. Diriwayatkan juga oleh sekelompok ahli hadits di dalam kitab-kitab mereka kecuali Ibnu Majah dari hadits Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari az-Zuhri.

Dan pihak-pihak yang memperoleh bagian harta fa’i seperti yang disebutkan di dalam ayat di atas merupakan pihak-pihak yang disebutkan pada seperlima ghanimah. Dan semua sudah dijelaskan di dalam surah al-Anfaal.

Firman-Nya: kailaa yakuuna duulatam bainal aghniyaa-i mingkum (“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”) yakni Kami jadikan pihak-pihak yang memperoleh bagian harta fa’i ini agar tidak hanya dimonopoli oleh orang-orang kaya saja, lalu mereka pergunakan sesuai kehendak dan hawa nafsu mereka, serta tidak mendermakan harta tersebut kepada fakir miskin sedikitpun.

Dan firman-Nya: wa maa aataakumur rasuulu fakhudzuuHu wa maa naHaakum ‘anHu fantaHuu (“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”) yakni apapun yang beliau perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah. Karena beliau hanyalah memerintahkan kepada kebaikan dan melarang keburukan.

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Allah melaknat kaum wanita yang membuat tato dan minta dibuatkan tato, yang mencabuti rambutnya, dan memperlihatkan kecantikannya, dan mereka yang merubah ciptaan Allah swt.” tatkala ucapan ini sampai kepada seorang wanita dari kalangan Bani Asad yang bernama Ummu Ya’qub, ia pun mendatanginya dan berkata: “Telah sampai kepadaku berita bahwa engkau mengatakan begini dan begitu.” Maka ‘Abdullah berkata: “Bagaimana aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah saw. dan diperintahkan di dalam Kitabullah.” Ummu Ya’qub berkata: “Sesungguhnya aku telah membaca isi al-Qur’an, namun aku tidak mendapati apa yang engkau maksudkan.” ‘Abdullah berkata: “Bukankah engkau telah membaca firman Allah: wa maa aataakumur rasuulu fakhudzuuHu wa maa naHaakum ‘anHu fantaHuu (“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”)?” Jawab Ummu Ya’qub: “Memang.” ‘Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rasulullah saw. telah melarang hal itu.” Ummu Ya’qub berkata: “Sesungguhnya aku kira keluargamu pun mengerjakannya.” Lebih lanjut Ibnu Mas’ud berkata: “Pergilah kamu dan lihatlah.” Maka Ummu Ya’qub pun pergi, tetapi ia tidak medapati sesuatu pun dari apa yang diperlukannya. Lalu ia berkata: “Aku sama sekali tidak mendapatkan sesuatu pun.” Ibnu Mas’ud berkata: “Jika demikian, berarti engkau tidak pernah bergaul dengan kami.”
Demikian hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain, dari hadits Sufyan ats-Tsauri.

Bersambung ke bagian 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar