Jumat, 25 Oktober 2013

Niat dan Ikhlas dalam Segala Perilaku Kehidupan


Riyadhus Shalihin; Imam Nawawi

Allah Ta’ala berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam [menjalankan] agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah: 5)
Allah berfirman: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-sekali tidak dapat mencapai (keridlaan) Allah, tetapi ketakwaanlah yang dapat mencapainya.” (al-Hajj: 37)
Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah: Jika kamu menyembunyikan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti Allah mengetahuinya.” (Ali Imran: 29)

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib al-Qurasyiy al Adawiy ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Setiap amal disertai dengan niat. Setiap amal seseorang tergantung dengan apa yang diniatkannya. Karena itu, siapa saja yang hijrahnya (dari Makkah ke Madinah) karena Allah dan Rasul-Nya (melakukan hijrah demi mengagungkan dan melaksanakan perintah Allah dan utusan-Nya), maka hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-Nya (diterima dan diridlai Allah). Tetapi siapa saja yang melakukan hijrah demi kepentingan dunia yang akan diperolehnya, atau karena perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sebatas kepada sesuatu yang menjadi tujuannya (tidak diterima oleh Allah).” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Ada sekelompok pasukan yang akan menyerang Ka’bah, namun ketika mereka sampai di tanah lapang, maka mereka dibinasakan dari muka sampai yang paling belakang. Aisyah bertanya: “Wahai Rasulallah. Bagaimana mereka dibinasakan dari depan sampai yang paling belakang, padahal di antara mereka ada orang yang berbelanja serta ada pula orang yang bukan golongan mereka?” beliau menjawab: “Mereka dibinasakan dari depan sampai yang paling akhir, kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya masing-masing.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Aisyah ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Tidak ada hijrah lagi setelah dibukanya kota Makkah, tetapi yang ada adalah jihad (berjuang di jalan Allah) dan niat untuk selalu berbuat baik. Oleh karena itu, jika kalian dipanggil untuk berjuang, maka berangkatlah!” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Abdillah Jabir bin Abdillah al-Anshariy ra. ia berkata: Kami bersama Nabi saw. dalam salah satu peperangan, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang, apabila kalian menempuh perjalanan atau menyeberangi lembah, mereka senantiasa mengikuti, sedangkan yang menghalangi mereka hanyalah sakit.” Dalam salah satu riwayat disebutkan, Rasulullah bersabda: “Melainkan mereka selalu menyertai kalian di dalam mencari pahala.” (HR Muslim)

Dari Anas ra. dia berkata: Kami bersama-sama dengan Nabi saw. kembali dari peperangan Tabuk, kemudian beliau menjelaskan: “Sesungguhnya masih ada beberapa kaum atau orang yang kami tinggalkan di Madinah, mereka senantiasa menyertai kita, baik sewaktu keluar masuk pedusunan maupun sewaktu menyeberangi lembah, yang menghalangi mereka hanya uzur.” (HR Bukhari)
Dari Abu Yazid Ma’an bin Yazid bin al-Akhnas ra. ia berkata: “Ayahku Yazid biasa mengeluarkan beberapa dinar untuk disedekahkan, dan dipercayakan kepada seseorang di masjid untuk membaginya. Kemudian aku pergi ke masjid untuk meminta dinar itu, dan menunjukkan kepada ayahku, lalu ayahku berkata: “Demi Allah, dinar itu tidak aku sediakan untukmu.” Peristiwa itu kemudian aku sampaikan kepada Rasulullah saw., maka beliau bersabda: “Bagimu apa yang kamu niatkan hai Yazid, dan bagimu apa yang kamu ambil hai Ma’an.” (HR Bukhari)

Dari Abu Ishaq Sa’ad bin Abi Waqqash Malik bin Uhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay al-Qurasyiy ra. (beliau adalah salah seorang dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga) ia berkata: “Rasulullah saw. menjenguk saya ketika haji wada’, karena sakit keras, kemudian saya berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakit saya sangat keras sebagaimana yang engkau lihat, sedangkan saya mempunyai harta yang cukup banyak dan yang mewarisi hanyalah seorang anak perempuan. Bolehkah saya sedekahkan dua pertiga dari harta saya itu?” beliau menjawab: “Tidak boleh.” Saya bertanya lagi: “Bagaimana kalau separuhnya?” beliau menjawab: “Tidak boleh.” Saya bertanya lagi: “Bagaimana kalau sepertiganya?” Beliau menjawab: “Sepertiga itu banyak dan cukup besar. Sesungguhnya jika engkau meninggalkan ahli warismu kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada sesama manusia. Sesungguhnya apa yang kamu nafkahkan dengan maksud mencari ridla Allah pasti kamu diberi pahala, termasuk apa yang dimakan oleh istrimu.” Kemudian saya bertanya: “Wahai Rasulallah, apakah saya akan segera berpisah dengan kawan-kawanku?” beliau menjawab: “Sesungguhnya kamu belum akan berpisah. Kamu masih akan menambah amal yang kamu niatkan untuk mencari ridla Allah, sehingga akan bertambah derajat dan keluhuranmu. Dan barangkali kamu akan segera meninggal setelah sebagian orang dapat mengambil manfaat darimu, sedangkan yang lain merasa dirugikan olehmu.” Seraya berdoa Abu Ishak berkata: “Ya Allah, mudah-mudahan shahabat-shahabatku dapat melanjutkan hijrah mereka dan janganlah engkau mengembalikan mereka ke tempat yang mereka tinggalkan, tetapi kasihan si Sa’ad bin Kaulah ang selalu disayangkan oleh Rasulullah karena ia mati di Makkah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi dia memandang kepada hati kalian.” (HR Muslim)

Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ariy ra. ia berkata: “Rasulullah saw. pernah ditanya, manakah yang termasuk perang di jalan Allah: Apakah karena berperang karena keberanian, kesukuan, ataukah berperang karena ria’?” Rasulullah saw. menjawab: “Siapa saja yang berperang agar kalimat Allah terangkat, maka itulah perang di jalan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Bakrah Nufa’i bin Harits ats-Tsaqafiy ra, ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Apabila ada dua orang Islam yang bertengkar dengan pedangnya, maka orang yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama berada di dalam neraka.” Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, sudah wajar yang membunuh masuk neraka, tetapi mengapa yang terbunuh juga masuk neraka?” Beliau menjawab: “Karena ia sangat berambisi untuk membunuh kawannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Shalat seseorang dengan berjamaah, lebih banyak pahalanya daripada sendirian di pasar atau di rumahnya, selisih duapuluh derajat. Karena seseorang yang telah menyempurnakan wudlunya, kemudian pergi ke masjid dan hanya bertujuan untuk shalat, maka setiap langkah diangkatlah satu derajat dan diampuni satu dosa, sampai ia masuk masjid. Apabila ia berada dalam masjid dia dianggap mengerjakan shalat selama menunggu dilaksanakannya. Para malaikat mendoakannya: “Ya Allah, kasihanilah dia, ampunilah dosa-dosanya, terimalah tobatnya selama tidak berbuat gaduh dan berhadats.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abil Abbas Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib ra. ia berkata: Rasulullah saw. menjelaskan apa yang diterima dari rabb-nya, yaitu: “Sesungguhnya Allah swt. sudah mencatat semua perbuatan baik dan buruk, kemudian Allah menerangkannya kepada para malaikat, mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk yang harus dicatat. Oleh karena itu, siapa saja bermaksud melakukan perbuatan baik, lalu tidak mengerjakannya, maka Allah mencatat maksud baik itu sebagai suatu amal yang sempurna. Jika orang itu bermaksud melakukan kebaikan lalu melakukannya, maka Allah mencatat di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, dan dilipat gandakan lagi. Siapa saja yang bermaksud melakukan keburukan, lalu tidak jadi mengerjakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu amal baik yang sempurna. Apabila ia bermaksud melakukan keburukan kemudian mengerjakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu kejelekan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Abdurrahman bin Abdullah bin Umar bin Kaththab ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sebelum kalian, ada tiga orang sedang berjalan-jalan, kemudian mereka menemukan sebuah gua yang dapat digunakan untuk berteduh dan merekapun masuk. Tiba-tiba ada batu yang besar dari atas bukit menggelinding dan menutupi pintu gua, sehingga mereka tidak dapat keluar. Salah seorang di antara mereka berkata: “Sungguh tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian dari bahaya ini, kecuali kalian berdoa kepada Allah swt dengan menyebutkan amal-amal shaleh yang pernah kalian perbuat.” Kemudian salah seorang diantara mereka berdoa: “Ya Allah, saya mempunyai orang tua yang sudah renta. Kebiasaanku mendahulukan mereka minum susu sebelum saya berikan kepada anak, istri dan budakku. Suatu hari saya terlambat pulang karena mencari kayu namun keduanya sudah tidur dan aku enggan untuk membangunkannya, tetapi saya terus memerah susu untuk persediaan minum keduanya. Walaupun demikian saya tidak memberikan susu itu kepada keluarga maupun kepada budakku sebelum mereka minum. Dan saya menunggunya hingga terbit fajar. Ketika keduanya bangun, kuberikan susu itu untuk diminum, padahal semalam anakku menangis terisak-isak minta susu sambil memegang kakiku. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharakan ridla-Mu, maka geserkanlah batu yang menutup gua ini.” Kemudian bergeserlah sedikit batu yang menutupi batu gua itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu. Orang keduapun memanjatkan doanya: “Ya Allah sesungguhnya saya mempunyai saudara sepupu yang sangat saya cintai.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Saya sangat mencintainya sebagaimana seorang laki-laki mencintai orang perempuan, saya ingin selalu berbuat zina dengannya, tetapi ia selalu menolaknya. Beberapa tahun kemudian, ia tertimpa kesulitan. Iapun datang untuk meminta bantuanku, dan saya berikan kepadanya seratus duapuluh dinar dengan syarat menyerahkan dirinya kapan saja saya menginginkan.” Pada riwayat yang lain: “Ketika saya berada di antara kedua kakinya, ia berkata: “Takutlah kamu kepada Allah. Janganlah kamu sobek selaput daraku kecuali dengan jalan yang benar.” Mendengar yang demikian saya meninggalkannya dan merelakan emas yang aku berikan, padahal dia orang yang sangat aku cintai. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharap ridla-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu. Orang yang ketiga melanjutkan doanya: “Ya Allah, saya mempekerjakan beberapa karyawan dan digaji dengan sempurna kecuali ada seorang yang meninggalkan saya dan tidak mau mengambil gajinya terlebih dulu. Kemudian gaji itu saya kembangkan sehingga menjadi banyak. Selang beberapa tahun ia datang dan berkata: “Wahai hamba Allah, berikanlah gajiku.” Saya berkata: “Semua yang kamu lihat baik unta, sapi, kambing maupun budak yang menggembalakannya, semua adalah gajimu.” Ia berkata: “Wahai hamba Allah, janganlah engkau mempermainkanku.” Saya menjawab: “Saya tidak mempermainkanmu.” Kemudian iapun mengambil semuanya dan tidak meninggalkannya sedikitpun. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharapkan ridla-Mu, maka singkirkanlah batu yang menutupi pintu gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu dan merekapun bisa keluar dari dalam gua.” (HR Bukhari dan Muslim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar