Minggu, 01 Desember 2013

Hidup Sederhana (4)


Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; al-Qur’an dan hadits Bukhari-Muslim

Dari Jabir ra. ia berkata: Pada saat perang Khandaq kami menggali parit, tetapi terbentur suatu tanah yang sangat keras, dan kami tidak mampu menggalinya. Kemudian para shahabat mendatangi Nabi saw. dan berkata: “Tanah ini cukup keras dan tidak bisa dibuat parit.” Beliau bersabda: “Aku yang akan menggalinya.” Kemudian beliau berdiri sedangkan perutnya diikat batu; karena sudah tiga hari tidak makan. Nabi saw. mengambil cangkul dan mengayunkannya, maka hancurlah tanah yang keras itu bagaikan debu yang dihamburkan. Kemudian saya berkata: “Wahai Rasulullah, izinkanlah saya pulang ke rumah.” Sesampainya di rumah, saya bertanya kepada istriku: “Saya melihat Nabi saw. sangat lapar dan nampaknya tidak dapat ditahan lagi, apakah kamu mempunyai makanan?” Istriku menjawab: “Ada, sedikit gandum dan seekor kambing.”
Maka saya menyembelih kambing itu dan gandum itu saya tumbuk. Kambing itu saya letakkan dalam belanga, kemudian saya mendatangi Nabi saw. sedangkan adonan daging yang saya masak di belanga hampir masak, maka saya berkata: “Wahai Rasulullah, saya mempunyai sedikit makanan, kuundang engkau ke rumah dengan seorang atau dua orang saja.” beliau bertanya: “Berapa banyak makanan itu?” Saya mengatakan seberapa banyak makanan itu. Kemudian beliau bersabda: “Cukup banyak. Baiklah. Tetapi katakan kepada istrimu, supaya jangan mengankat belanga dan roti dari tungku sehingga aku datang.” Beliau bersabda kepada para shahabat: “Wahai para shahabatku, ikutlah aku.” Maka para shahabat Muhajirin dan Anshar pun datang ke rumah. Ketika saya masuk rumah, saya berkata kepada istriku: “Aduh celaka, Nabi saw. datang bersama dengan shahabat Muhajirin dan Anshar.” Istriku bertanya: “Apakah beliau telah menanyakan kepadamu tentang makanan yang kita persiapkan?” saya menjawab: “Ya.”
Beliau bersabda kepada para shahabat: “Masuklah dan jangan berdesakkan.” Kemudian beliau memotong roti dan mengambil daging serta beliau menutup kembali belanga itu dan membiarkan belanga tetap direbus, lantas beliau menyajikannya kepada para shahabat. Kemudian beliau kembali dan selalu memotong dan menyajikannya, sehingga mereka kenyang, tetapi dalam belanga itu masih tersisa, kemudian beliau bersaabda kepada istriku: “Makanlah kamu dan bagi-bagikanlah, karena orang-orang sedang tertimpa kelaparan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Jabir berkata: Tatkala parit itu digali , saya melihat Nabi saw. sangat lapar, maka saya segera pulang menemui istriku dan bertanya: “Apakah kamu mempunyai makanan? Saya melihat Rasulullah saw. sangat lapar.” Maka istriku memperlihatkan kepadaku sebuah kantong yang berisi gandum, dan kami mempunyai seekor kambing yang jinak. Kemudian saya menyembelihnya, dan gandum itu saya tumbuk. Setelah memasaknya dan kambing itu telah saya potong-potong, lalu saya masukkan ke dalam belanga, kemudian saya bermaksud untuk memanggil Rasulullah saw. dan istriku berkata: “Engkau jangan bikin malu diriku terhadap Rasulullah saw. dan para pengikutnya.” Maka saya mendatangi Rasulullah saw. dan berbisik: “Wahai Rasulallah, kami menyembelih seekor kambing dan memasak segantang gandum. Kami persilakan engkau dan beberapa orang datang ke rumah.” Kemudian Rasulullah saw. menyeru: “Wahai pasukan Khandaq, sesungguhnya Jabir membuat selamatan, maka marilah kita kesana.” Nabi saw. bersabda kepada saya: “Kamu jangan sekali-sekali mengangkat belanga itu dan memotong-motong adonan roti itu, sampai aku datang.” Saya pulang dulu sebelum Nabi saw. beserta para shahabat datang, dan saya memberitahu hal itu kepada istriku. Istriku menjawab: “Salahmu sendiri (tidak menurut apa yang aku katakan).” Jawabku: “Tetapi aku sudah membisikkan kepada Nabi saw.” Kemudian beliau datang bersama para shahabat, lalu istriku mengeluarkan adonan roti itu dan beliau meniupnya serta berdoa memohon berkah, kemudian beliau menyuruh istriku: “Panggillah tukang roti dan suruh dia bikin roti bersamamu serta aduk-aduklah belanga itu dan janganlah kamu angkat.”
Sedangkan mereka berjumlah seribu orang. Tetapi, demi Allah, sungguh mereka kenyang semua sewaktu meninggalkan rumah, dan dalam belanga itu masih terdengar masakan seperti semula, serta adonan roti itu masih bisa dibuat roti seperti sedia kala.”

Dari Anas ra. ia berkata: Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim (istrinya): “Saya mendengar suara Rasulullah saw. sangat lemah, dan saya tahu beliau sangat lapar. Apakah kamu mempunyai makanan?” Istrinya menjawab: “Ya, ada.” Ia mengeluarkan beberapa potong roti dari gandum kemudian ia mengambil kain kerudungnya sebagai pembungkus roti dan dimasukkan ke bawah bajuku. Sisanya diberikan kepada saya, dan ia menyuruh saya agar lekas memanggil Rasulullah saw.. Maka saya pergi untuk memanggil beliau, dan saya dapatkan Rasulullah saw. duduk di masjid dikelilingi oleh para shahabat, saya lantas menampakkan diri di tengah-tengah mereka, kemudian Rasulullah beranya: “Apakah kamu diutus oleh Abu Thalhah?” Saya menjawab: “Benar.” Beliau bertanya lagi: “Apakah untuk makan?” Saya menjawab: “Benar, wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah bersabda: “Marilah kita kesana bersama-sama.” Para shahabat berangkat, dan saya lebih dulu pergi memberitahukan hal itu kepada Abu Thalhah, maka Abu Thalhah berkata kepada istrinya: “Wahai Ummu Sulaim (istriku), Rasulullah saw. datang bersama para shahabat, padahal kita tidak menyediakan makanan untuk dihidangkan kepada mereka.” Ummu Sulaim berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Abu Thalhah lalu menjemput Rasulullah saw. sehingga bertemu dengan beliau. Kemudian Rasulullah saw. bersama Abu Thalhah masuk rumah lebih dahulu, dan Rasulullah saw. bersabda: “Bawalah kemari makanan yang akan kamu hidangkan wahai Ummu Sulaim. Kemudian Ummu Sulaim menyajikan roti itu. Maka Rasulullah menyuruh untuk memotong-motongnya dan menyuruh Ummu Sulaim mengolesinya dengan minyak samin sebagai lauknya. Kemudian Rasulullah bersabda di hadapan roti itu: “Maa syaa AllaaHu ayyaquul,” beliau lantas bersabda: “Silakan sepuluh orang makan sampai kenyang kemudian keluar.” Beliau bersabda lagi: “Silakan sepuluh orang makan dulu.” Akhirnya semua orang makan dan kenyang, padahal mereka berjumlah tujuh puluh atau delapan puluh orang.” (HR Bukhari dan Muslim)

Di dalam riwayat lain dikatakan: “Maka saling bergantian, sepuluh orang masuk dan sepuluh orang keluar sehingga tidak ada seorangpun di antara mereka melainkan ia masuk dan makan sampai kenyang. Kemudian mereka meninggalkannya, sedangkan roti itu masih seperti sedia kala.”

Dalam riwayat lain dikatakan: “Maka makanlah sepuluh orang-sepuluh orang (saling bergantian), sehingga yang demikian itu dilakukan oleh delapan puluh orang. Terakhir Nabi saw. beserta keluarga Abu Thalhah makan, dan mereka masih meninggalkan sisa yang masih banyak.”

Dalam riwayat lain dikatakan: “Mereka masih meninggalkan sisa yang dapat diberikan kepada tetangga.”

Dalam riwayat lain dikatakan: “Bersumber dari Anas ra. ia berkata: “Pada suatu hari saya datang kepada Nabi saw. dan mendapatkan beliau sedang duduk bersama para shahabat, sedangkan perut beliau dibalut. Maka saya menanyakan kepada salah seorang shahabat: “Mengapa Rasulullah saw. membalut perutnya?” Mereka menjawab: “Beliau lapar.” Kemudian saya pergi ke rumah ayahku, Abu Thalhah, ia adalah suami Ummu Sulaim (binti Milhan), dan saya berkata: “Wahai ayahku, saya melihat Rasulullah saw. membalut perutnya kemudian kutanya kepada salah seorang shahabatnya, mereka menjawab: Beliau dalam keadaan lapar.” Kemudian Abu Thalhah masuk menemui ibuku, dan berkata: “Apakah kita mempunyai makanan?” Ibuku menjawab: “Ya, saya mempunyai beberapa potong roti dan kurma. Andaikan Rasulullah saw. datang sendirian, maka sudah dapat untuk mengenyangkan beliau, tetapi jika beliau datang bersama dengan yang lain, maka sangat sedikit persediaan untuk mereka.” Hadits ini masih ada lanjutannya.
Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar