Minggu, 20 Oktober 2013

Mendamaikan Orang yang Bersengketa

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; hadits-hadits tentang Perdamaian

Allah berfirman: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (an-Nisaa’: 114)

Allah berfirman: “Dan perdamaian itu lebih baik.” (an-Nisaa’: 128)

Allah berfirman: “Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” (al-Anfaal: 1)

Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudaramu.” (al-Hujurat: 10)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkta: Rasulullah saw. bersabda: “Setiap ruas tulang manusia sebaiknya disedekahi (oleh pemiliknya) setiap hari, (sebagai pernyataan syukur kepada Allah atas keselamatan tulang-tulangnya). Dan macam-macam sedekah itu banyak sekali, diantaranya berlaku adil di antara dua orang yang bersengketa, membantu teman ketika menaiki tunggangannya atau menaikkan barang temannya ke punggung tunggangannya, ucapan yang baik, setiap langkah yang kamu ayunkan untuk melakukan shalat adalah sedekah dan menyingkirkan sesuatu yang merugikan di jalan, juga sedekah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin Abu Mu’aith ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Bukan pendusta orang yang mendamaikan orang yang sedang sengketa, karena ia bermaksud baik atau berkata baik.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits riwayat Muslim ada tambahannya, yaitu: Ummu kultsum berkata: “Saya tidak pernah mendengar beliau membolehkan orang berkata dusta kecuali dalam tiga hal, yaitu: di dalam peperangan, dalam mendamaikan orang yang sedang bersengketa dan seseorang yang menceritakan keadaan istri atau suaminya (untuk menjaga hubungan baik keduanya).”

Dari Aisyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. mendengar suara orang bertengkar amat keras di depan pintu. Salah satunya ada yang meminta keringanan (hutang), dan meminta bantuan kepada yang lain, tetapi yang mengutangi menjawab: “Demi Allah, saya tidak akan memenuhi permaintaanmu.” Kemudian Rasulullah saw. keluar dan mendekati keduanya dan berkata: “Mana yang bersumpah dengan nama Allah untuk tidak akan berbuat kebaikan?” ia menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” “Maka bagi orang itu apa saja yang disukainya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Abbas Sahl bin Sa’ad bin as-Sa’idiy ra. ia berkata: Rasulullah saw. mendengar berita, bahwa di kalangan bani ‘Amr bin ‘Auf terjadi persengketaan, maka Rasulullah saw. bersama beberapa sahabat pergi kesana untuk mendamaikan mereka. Setelah selesai mendamaikan beliau dijamu padahal waktu shalat telah tiba, maka Bilal datang ke Abu Bakar dan berkata: ”Wahai Abu Bakar, sesungguhnya Rasulullah saw. sedang ditahan untuk dijamu oleh Bani ‘Amr, bagaimana jika engkau menjadi imam bagi orang-orang yang akan mengerjakan shalat?” Abu Bakar menjawab: “Baiklah, jika engkau menghendaki demikian.”

Kemudian Bilal mengumandangkan iqamah, lalu Abu Bakarpun maju dan bertakbir, dan orang-orangpun ikut bertakbir. Tiba-tiba Rasulullah saw. datang berjalan di tengah-tengah shaf dan berdiri pada shaf pertama. Orang-orang bertepuk tangan memberi isyarat, tetapi Abu Bakar tidak menoleh di dalam shalatnya. Ketika orang-orang ramai bertepuk memberi isyarat iapun menoleh dan melihat Rasulullah saw. beliaupun memberi isyarat padanya agar ia meneruskan shalatnya, tetapi Abu Bakar mengangkat tangannya seraya memuji Allah dan melangkah mundur sehingga ia berdiri pada shaf pertama. Rasulullah saw. lalu maju dan meneruskan shalatnya menjadi imam.

Setelah shalat selesai beliau menoleh kepada para shahabat dan bersabda: “Wahai sekalian manusia, mengapa ketika terjadi sesuatu di dalam shalat kalian bertepuk tangan? Padahal tepuk tangan itu untuk perempuan yang memberi isyarat. Siapa saja yang mengalami sesuatu di dalam shalat hendaknya ia membaca: “SubhaanallaaH.” (Mahasuci Allah). Dan bagi imam jika mendengar bacaan “SubhaanallaaH.” Hendaklah ia menoleh. Hai Abu Bakar, mengapa engkau tidak meneruskan menjadi imam ketika aku memberi isyarat kepadamu?” Abu Bakar menjawab: “Tidaklah selayaknya bagi anak Abu Qahafah untuk menjadi imam di hadapan Rasulullah saw.” (HR Bukhari dan Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar